Benjol Segede Bakpao
“September
gue mau ke Jakarta, tapi enggak pengen lama-lama di sana.”
Gue
membuka obrolan di telepon dengan salah seorang teman di Jakarta. Seorang teman
yang baru gue akrabi beberapa hari terakhir. Sebenarnya gue punya beberapa
kenalan orang Jakarta, tapi mereka sibuk bekerja jadi jarang punya waktu buat
ngobrol lama. Teman gue yang satu ini, sebut saja namanya Ahmad, lagi punya
banyak waktu untuk membantu gue mengurus segala macam hal selama di Jakarta
nanti.
“Kalau
enggak mau lama di Jakarta, terus mau ke mana?” jawabnya dari seberang telepon.
Gue
berpikir sejenak. Gue lalu menjelaskan kalau gue pengen mengunjungi Malang atau
Jogja. Gue sudah pernah ke Jogja beberapa kali, tapi masih pengen ke sana
karena di sana menyenangkan. Dan, gue memasukkan Malang sebagai opsi meskipun
belum pernah ke sana, karena katanya bagus. “Ya udah, lo buruan cek keberangkatan kereta bima sekarang kalau begitu,” jawabnya lagi setelah gue menjelaskan.
“Kereta
Bima?” tanya gue penasaran. Gue memang punya pengetahuan yang sangat sedikit tentang
dunia perkeretaan di Indonesia.
Akhirnya,
Ahmad menjelaskan kalau Kereta api Bima dihadirkan oleh PT KAI sebagai layanan
kereta api kelas eksekutif satwa untuk jurusan Jakarta – Malang. Kereta api ini
melayani perjalanan dua arah dengan titik keberangkatan dari Stasiun Jakarta
Gambir dan titik perhentian terakhir di Stasiun Malang (Kotabaru). Frekuensi
perjalanan KA Bima tersedia sebanyak satu kali sehari dengan jarak tempuh 907
kilometer. Dengan kecepatan rata-rata 60–120 km per jam, KA Bima akan membawa
penumpangnya mencapai Malang dari Jakarta, atau sebaliknya, dalam durasi
perjalanan sekitar 15,5 jam.
“Lo
udah kayak Wikipedia deh sekarang,” kata gue bercanda.
“Gue
baca di Traveloka kali, ada penjelasannya.”
“Hahaha,
sialan!”
Karena
enggak pengen kelewatan, gue pun buru-buru ngecek jadwal dan menyesuaikan
dengan jadwal gue yang lainnya. Ternyata hasilnya enggak ada.
“Kok,
kosong, ya?”
Ahmad
tertawa kencang banget.
“Ya
jelas kosong, belinya enggak usah sekarang kalau berangkatnya masih September.”
“Lah,
kan tadi elu sendiri yang bilang kalau cek sekarang.”
Ahmad
cuma tertawa dan enggak menjawab pertanyaan gue.
Setelah
capek tertawa, dia kemudian bertanya di Jakarta nanti gue mau ke mana aja kalau
enggak pengen lama-lama.
Sehari
sebelumnya, gue cerita kalau September nanti gue mau ke Jakarta buat nonton
konser doang. Mumpung gue ke Jakarta, gue sekalian pengen ke Jogja atau Malang
karena memang udah lama pengen ke dua kota itu. Gue enggak pengen lama-lama di
Jakarta karena enggak kuat sama macet dan mahalnya harga-harga di sana.
“Kalau
di Jogja kan bisa makan puas, bayarnya dikit. Malang juga gue dengar-dengar
murah,” kata gue.
“Dasar
perhitungan!” seru Ahmad.
“Kan
gue anak Ekonomi, jadi wajar perhitungan. Tapi gue bener kan..”
Setelah
itu gue bertanya-tanya soal kota Malang ke Ahmad. Dia pun menjelaskan dengan
sangat antusias.
“Di
Malang itu ada banyak tempat bagus yang bisa dikunjungi, tauk! Ada Kampung
Jodipan kalau lo suka liat rumah warna-warni sampai ke atap-atapnya. Ada Goa
Pinus, ada Coban Rais kalau lo pengen sepedaan di udara. Atau kalau lo mau
daerah pantai di sana juga ada pantai yang bagus, namanya Balekambang. Sama
jangan lupa, ada Museum Angkut, dan destinasi paling mainstream: Jatim Park!”
Gue
diam mendengarkan nama-nama tempat yang disebutkan Ahmad. “Banyak juga
ternyata,” kata gue kemudian. “By the way, emang lo udah pernah ke Malang?”
tanya gue.
“Belum
pernah dong!” jawabnya dengan penuh percaya diri dan tanpa rasa bersalah.
Kalau
gue ketemu Ahmad nanti, hal pertama yang pengen gue lakukan adalah mukulin
kepalanya sampai benjol segede bakpao.