Suatu Hari Nanti
Rumah Sejuta Martabak
Mars, TX 75778
![]() |
Steve Johnson on Pexels |
Sumpah,
gue kangen banget nulis di blog ini dan baru kesampaian sekarang.
Ada
banyak sekali pikiran-pikiran di dalam kepala yang ingin gue tuangkan ke dalam
tulisan sejak sebulan yang lalu, tapi nggak pernah sempat karena gue
superdupersibuk. Saking banyaknya isi di dalam kepala, sekarang gue jadi nggak
tau harus memulai dari mana.
Selama
sebulan terakhir gue melewati banyak hal; menyedihkan, menyenangkan, bikin
merenung, sampai kejadian yang ngasih banyak sekali pelajaran berharga. Dan lagi-lagi,
gue bingung mau mulai cerita dari mana.
Begini…
awal bulan kemarin gue sedang sibuk-sibuknya ngurusin kerjaan dan project
bersama beberapa orang teman bloger. Selain itu, gue juga udah telanjur beli
tiket ke Jogja untuk awal bulan Agustus kemarin, dengan harapan di akhir bulan
Juli nanti gue punya waktu untuk istirahat dan menulis di blog. Ternyata kerjaan
gue makin numpuk dan malah makin sering lembur.
Untung
ada susu berduit yang selalu setia setiap saat menemani di saat gue qerja
lembur bagai quda.
ANJIR
IKLAN SUSU KESUSUPAN DEODORAN RAMAYANA KOK JADINYA GINI AMAT.
Sebagai
anak Ekonomi yang penuh perhitungan, gue nggak mau dong menyia-nyiakan tiket
yang udah gue beli. Gue pun menyelesaikan kerjaan hingga tetes terakhir lalu
packing dan meluruskan punggung yang lekukannya udah kayak punggung teranosaurus
kena skoliosis ini.
Di
Jogja gue ketemu bloger bangsat bernama Febri Dwi Cahya Gumilar yang biasa
dipanggil Rano Karno yang dulunya mengenaskan dan sempat berpikir dirinya akan
jadi jomlo seumur hidup. Tapi pas ketemu kemarin, dia bawa pacar. Padahal setahu
gue yang belum selesai itu skripsinya, tapi kenapa dia malah ketemuan sama gue
bawa pacar alih-alih bawa referensi tambahan buat ngelarin skripsi yang stagnan
di bab tiga. Gue curiga jangan-jangan pacarnya itu cuma diperalat buat ngerjain
skripsinya.
Tapi
kalau benar, kayaknya lucu juga kisah cinta mereka: disuruh bikin skripsi pas
lagi sayang-sayangnya.
Habis
itu ditinggal.
…ditinggal
ke toilet maksudnya. Mau pipis.
Kalimat
pertama yang keluar dari mulut gue pas ketemu Febri kemarin adalah... “Walaikumsalam,
Feb!” soalnya dia datang-datang langsung ucap salam, udah kayak panitia bukber
yang lagi minta sumbangan warga aja. Tapi dari situ juga gue sadar kalau nggak
semua orang yang mukanya sangar itu hanya cocok jadi preman, tapi cocok juga jadi
petugas keamanan #LAH.
“Kok
bisa suka sama Febri sih, Mbak? Disantet ya?” tanya gue ke pacarnya Febri yang
berinisial N. Nama panggilannya Nadia.
Nama
Nadia mengingatkan gue sama teman kelas gue di SMA yang namanya juga Nadia. Orangnya
pendiam. Saking pendiamnya, dia jarang banget ngomong. Gue bahkan sempat curiga
jangan-jangan dia kalau lagi ngomong aja sambil diam.
[OKE
PARAGRAF DI ATAS DIABAIKAN SAJA]
“JANGAN
GITU DONG BANG FIRMAN. SAYA SUSAH BANGET LOH DAPAT CEWEK, JANGAN DIGITUIN DONG
PLIS!” kata Febri sebelum pacarnya sempat menjawab.
Setelah
ketemu Febri, ngobrol agak lama, dan berpelukan kayak Teletubbies sampai
pacarnya cemburu, gue ke FKY.
Nggak
lama gue di FKY, GUE KETEMU FEBRI LAGI.
Ya
udah gue ajakin foto aja.
![]() |
Yang motoin amatiran, jadi hasilnya begini. Dari 10 foto, ini udah yang paling mendingan. |
Oh,
buat yang belum tahu, FKY adalah Festival Kesenian Yogyakarta. Kalau FYI, for
your information. Gimana, informatif sekali kan tulisan gue?
Sebenarnya
di Jogja gue ketemu sama banyak orang, termasuk kasir Alfamart yang ganteng, petugas
parkir Hartono Mall yang cantik, pelayan Warung SS depan Hartono Mall yang
masih sekolah, bule Belanda di Malioboro yang kaos kakinya panjang sebelah, dan
penjual pulsa di samping terminal Condongcatur yang mukanya jutek banget. Tapi nggak
akan gue ceritakan semuanya karena pasti bakal jadi postingan terpanjang yang
pernah ada di blog ini.
Oh,
satu lagi. Gue juga ketemu beberapa driver Go-car. Semuanya baik, nggak makan
sabun.
Setelah
dari Jogja, gue menyempatkan diri main ke Solo.
Dulu
gue dua tahun di Jogja dan nggak pernah tahu kalau ternyata jarak dari Jogja ke
Solo cuma satu jam naik Prambanan Express dan harga tiketnya cuma delapan ribu
rupiah.
![]() |
Murah, tjuy! |
Ini
kalau ada orang Solo yang baca, pasti gue udah diketawain habis-habisan.
Hal
pertama yang gue lakukan sesaat setelah tiba di Solo untuk pertama kalinya
dalam sejarah hidup gue (anjir lebay!) adalah: mencari kue serabi di pinggir
jalan. Ternyata enak, rasanya kayak kue serabi. Beneran, kue serabi rasanya
kayak kue serabi. Persis. Nggak ada bedanya. Nggak ada rasa semangkanya,
apalagi jambu. Nggak ada. Serabi aja.
Setelah
puas makan serabi yang harganya murah banget, gue melanjutkan perjalanan dan
menghabiskan beberapa hari di kota Solo. Dan beberapa hari di Solo cukup untuk
membuat gue jatuh cinta dengan kota kecil yang penuh tugu di sepanjang jalan
kotanya itu, dan membuat gue ingin kembali lagi ke sana suatu hari nanti.