Takut Durhaka

Rumah Sejuta Martabak Mars, TX 75778
via rawpixels

Waktu sebelum iduladha tahun lalu, kayaknya gue adalah anak paling durhaka di antara anak yang pernah dilahirkan kedua orangtua gue.

Nyokap dan bokap mau berangkat umrah, dan mereka nanya ke gue soal operator seluler yang bisa digunakan di Tanah Suci nanti.

“Firman, kalau di Tanah Suci nanti bagusnya pakai kartu SIM apa, biar bisa telepon murah?”

“Loh, dulu memangnya pakai kartu apa, Pak, Bu?”

“Dulu kapan?”

“Waktu berangkat haji.”

“Hape saja waktu itu belum punya, Nak.”

Nyokap-bokap gue memang berangkat haji awal tahun 2000-an dan belum mengenal teknologi bernama handphone. Gue juga tahun segitu masih sibuk main gundu sama teman-teman sepergaulan. Handphone? Apa itu handphone? Gue dikasih pinjam gamebot temen aja senangnya minta ampun.

“Kalau gitu, coba tanya Kakak saja, Pak, Bu,” kata gue.

“Yang ngerti kayak ginian kan kamu, Firman.”

Gue yang pada waktu itu sedang disibukkan dengan urusan kerjaan tetap nggak bantuin bokap-nyokap.

Tengah malam, gue terbangun dari tidur karena mimpi buruk. Gue mimpi digampar pakai kartu SIM berapi sampai terbakar dan jadi abu oleh malaikat pencabut nyawa di depan pintu gerbang neraka. Akhirnya sehabis subuh, gue nanya nyokap.

“Bu, kartu SIM buat dipakai ke Tanah Suci nanti, sudah dapat?”

“Sudah,” jawab nyokap, ketus.

“Dapat dari mana?”

“Kakak.”

Paginya gue tanya kakak gue.

“Kak, dapat kartu SIM buat Ibu dari mana?”

“Dari adik.”

Setelah adik pulang sekolah, gue nanya ke adik.

“Dek, kemarin dapat kartu SIM buat Ibu di mana?”

“Dari Bapak.”

YA ALLAH, RASANYA PENGIN LANJUTIN MIMPI TADI BIAR DIGAMPAR SAMA MALAIKAT MAUT SAMPAI KIAMAT AJA.

Pas jam makan siang, dengan takut-takut gue nanya bokap.

“Pak, jadinya dapat kartu SIM buat dipakai di tanah suci, dari mana?”

“Oh, itu…,” kata bokap santai sambil mengunyah bakso. “Diurus sama pihak travel. Tinggal bayar.”

“Kenapa tidak dari awal saja sih, Pak?”

“Ya, biar kamu ada kerjaan.”

Hampir keselek bakso gue dengarnya.

Udah dilempar ke sana-sini, dibikin takut sejak tengah malam, dan dibuat penasaran sejak subuh, taunya ujung-ujungnya tetap diurusin sama penyelenggara. Lagian kerjaan kantor gue kan lagi numpuk. KZL BAT GW!

Setahun kemudian alias sekarang, gantian gue yang bingung nyari kartu SIM dan paket internet untuk digunakan di luar negeri.

“Kak, kalau mau beli paket internet di luar negeri, enaknya di mana ya?” tanya gue ke kakak yang lagi sibuk jaga toko.

“Mau yang berapa GB?”

“Yah.. 10 aja paling.”

“Buat berapa hari?”

“Yah.. seminggu aja paling. Beli di mana emangnya?”

“Nggak tau.”

“…”

“Coba tanya adik.”

Karena gue yakin adik gue nggak akan ngasih solusi, gue pun berinisiatif buat nanya ke teman yang pernah ke luar negeri aja.

“Tjuy, kalau mau ke Singapore, apakah harus pakai paket internet khusus luar negeri juga?” tanya gue ke seorang teman yang belum pernah ke luar negeri.

YA ENGGAK LAH.

Gue nanya teman yang memang kerjaannya ke luar negeri paling enggak sebulan sekali.

“Yoih,” jawabnya. “Beli paket internet khusus luar negeri, atau sekalian pake kartu SIM negara tujuan.”

“Oh, gitu. Belinya di mana ya?”

“Traveloka.”

“Eh, ini gue mau beli paket internet, bukan tiket pesawat.”

“Seriusan. Sekarang bisa beli paket internet luar negeri diTraveloka kok.”

Karena nggak percaya, gue langsung ngecek aplikasi Traveloka di handphone, dan ternyata benar.

Padahal gue termasuk pengguna Traveloka sejak beberapa tahun lalu, tapi baru tahu ada fitur ini. Tanpa pikir panjang pun, gue langsung melanjutkan ceki-ceki harga produk.

Ternyata ada cukup banyak pilihan paket internet luar negeri di Traveloka yang bisa digunakan, mulai dari paket roaming, wi-fi, hingga kartu SIM. Pengguna juga bisa memilih paket berdasarkan operator seluler pilihan mereka.

Praktis sekali.

Dengan begini gue nggak perlu lagi bolak-balik nanya orang kalau mau ke luar negeri, tapi tinggal buka Traveloka di handphone. Enaknya lagi, transaksi di Traveloka bisa dapat poin yang bisa ditukar dengan promo-promo lain yang nggak kalah keren. Dan yang paling penting, nggak perlu takut durhaka sama bokap-nyokap lagi.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.