Seandainya
![]() |
Just Another Photography Dude on Pexels. |
Seandainya
gue bisa melakukan perjalanan waktu untuk kembali ke masa lalu, maka gue ingin
kembali ke masa di mana piramida di Mesir mulai dibangun.
Entah
kenapa gue tertarik banget dengan piramida sejak dulu. Padahal piramida bisa
dipastikan nggak pernah tertarik sama gue [ELAH GARING BNGST]. Karena kalau
iya, dia pasti bakal nyamper gue ke kamar sambil bawa teh tawar yang asapnya
masih mengepul. Dan mungkin bersama beberapa potong roti, lalu kami
mengobrolkan hal-hal receh sampai kiamat tiba. Eh, ini piramida udah kayak perempuan
idaman aja.
Mungkin
banyak teori yang buat sebagian orang masuk akal terkait cara piramida ini
dibangun. Tapi buat gue enggak. Maksud gue, siapa yang kurang kerjaan banget
mau nyusun lebih dari dua juta blok batu dengan berat satu blok batunya bisa sampai
30 ton sampai jadi piramida? Belanda waktu menjajah Indonesia sistem kerja
rodinya juga nggak gini-gini amat perasaan. Ya, terlepas dari karena alasan
Belanda menjajah Indonesia adalah rempah-rempah, sih. Numpang di negara orang
ratusan tahun cuma karena rempah-rempah. Gue curiga orang-orang di Belanda dulu
kalau mau bikin nasi goreng mesti beli merica ke Britania Raya dulu terus
pulangnya mampir ke Spanyol buat beli daun serai karena saking susahnya
rempah-rempah di sana. Itu baru mau bikin nasi goreng, belum kalau mau gelar
hajatan.
Susah
juga jadi orang Belanda ternyata. Emang paling bener jadi orang-orangan sawah,
nggak ada susah.
Pertanyaan
lanjutan yang kemudian ngepop dari dalam pikiran gue soal piramida ini adalah,
teknologi siapa yang sebenarnya lebih maju, kita yang sekarang atau mereka dua
ribu tahun lalu? Kalau jawabannya adalah kita, kenapa kita masih belum bisa
membuat bangunan serupa? Tapi kalau jawabannya adalah mereka, maka pertanyaan
gue adalah: apakah kita seprimitif itu?
Itulah
kenapa kalau gue bisa melakukan perjalanan waktu, salah satu tempat dan masa
yang ingin gue kunjungi adalah masa-masa pembangunan piramida di Mesir itu.
Terus
kalau sampai di sana, gue mau ngapain?
Nggak
ada. Gue cuma pengin tau cara kerja orang-orang Mesir Kuno membangun piramida.
Di kehidupan sekarang, banyak gedung-gedung tinggi besar yang runtuh setelah
belasan atau puluhan tahun. Tapi piramida di Mesir bisa bertahan ribuan tahun
tanpa direnovasi dan tanpa diapa-apakan. Mungkin kalau gue bisa melihat cara kerjanya,
nanti akan gue bawa pulang desainnya ke masa sekarang lalu gue jual ke Gensler
seperti Harold ingin menjual smartphone dengan layar transparan ke Apple di
film Parallels, lalu gue hidup bahagia selama beberapa dekade sebelum
dimakamkan di samping Firaun. Atau mungkin bagian paling serunya, gue nggak
ingin pulang karena kehidupan di sana lebih canggih, who knows?
Bisa
saja di masa itu sudah ada mesin pembuat indomie otomatis atau mesin pembuka
kulit kuaci otomatis atau mesin-mesin lain yang kenyataannya di masa sekarang
lebih dianggap nggak berguna. Orang-orang di kehidupan ini lebih suka menonton
Youtuber yang bikin video prank nggak berguna daripada membantu gue membuka
kulit kuaci di saat gue harus ngetik tulisan ini tanpa berhenti. Dan siapa tau,
di Mesir dua ribu tahun lalu gue bisa ketemu jodoh gue; seorang perempuan receh
yang bisa menerima segala kerecehan gue dan membalasnya dengan kerecehan yang
lebih receh. Receh demi receh, lama-lama menjadi bukit.
Oh,
sebenarnya ada satu lagi. Kalau gue bisa kembali ke masa lalu, gue juga pengin
ke Cina tapi di masa sebelum Tembok Besar Cina dibangun. Untuk apa? Ya nggak
untuk apa-apa, cuma pengin jalan di atas bakal jalur pembangunan Tembok Besar
Cina itu. Gue suka jalan karena jalan itu sehat, walaupun kalau kejauhan kaki
suka keram. Tapi nggak papa, kalau capek gue bisa istirahat dan minum minuman
berenergi yang gue bawa dari masa sekarang. Itu juga bisa jadi ladang bisnis
gue selama di Cina. Hm, sepertinya mulai berbau paradoks.
Omong-omong
soal paradoks, sebenarnya gue nggak terlalu suka teori ini karena terkesan
tidak masuk akal tetapi katanya secara fisika hal ini mungkin terjadi. Menurut
gue aneh aja mengirim diri gue dari masa depan untuk memberitahu diri gue di
masa lalu agar jangan lewat jalan itu karena gue bisa jatuh ke jurang dan gue
nggak akan pernah sampai ke masa depan kalau sampai jatuh ke dalam jurang.
Kedengarannya nggak masuk akal, kan? Tapi begitulah penjelasan sederhana
tentang paradoks yang kata para ilmuwan sangat mungkin terjadi.
Balik
ke Tembok Besar Cina, sebenarnya gue penasaran siapa yang sampai kepikiran
sejauh itu untuk membuat Tembok Setinggi dan sepanjang itu. Maksud gue begini:
tembok itu dibuat selama dua ribu tahun lamanya. Nggak mungkin ada raja yang
ujug-ujug nyuruh prajuritnya untuk melakukan hal iseng selama dua ribu tahun
lamanya.
Raja: Rakyat, lagi bosan banget nih
nggak ada perang. Bagusnya ngapain ya?
Rakyat 1: Hm, bikin pagar aja, Yang Mulia.
Rakyat 2: Iya, pagar aja.
Raja: Pagar ndasmu! Buat apa, Nyet?!
Rakyat 3: Ya, daripada nggak ada kerjaan, Yang Mulia.
Raja: Iya juga ya. Kalau sepanjang
daerah kekuasaan kerajaan kita dibikinin pagar, kira-kira berapa lama baru bisa
jadi? Jangan bilang besok sore, gua gampar lu!
Rakyat: Kira-kira dua ribu tahun, Yang
Mulia.
Raja: YOK JADIIN YOK!
Rakyat: YOK!!!
Lalu
jadilah pagar tinggi dan panjang banget yang sekarang kita kenal dengan Tembok
Besar Cina.
Orang-orang
jaman dulu itu memang anti-mainstream ya. Bikin tembok kepanjangan lah, bikin
menara dimiringin lah, bikin masjid kemewahan lah. Kan yang susah manusia jaman
sekarang. Kita jadi susah niruinnya, akhirnya cuma bisa bikin video dengan
durasi terpanjang di YouTube. Isinya video prank nggak jelas pula. Coba
videonya adegan hot Mia Khalifa sama Johny Sins, kan seru tuh.