Smart City


Gunung Marapi erupsi, tuh.”

“Iya, nih. Lagi berusaha ngehubungin orang di sana, belum ada yang balas.”

“Duh. Jadi khawatir.”

“Sama. Kemarin hotel tempat gue menginap itu persis di depan Gunung Marapi.”

Di atas adalah percakapan Ninda dan Rahma, dua rekan yang kebetulan baru balik dari Kabupaten Agam dalam rangka melakukan liputan untuk keperluan naskah smart city yang sedang kami kerjakan bersama. Ninda bertugas meliput di Kabupaten Agam, sementara Rahma kami kenal punya cukup banyak teman di sana karena pernah tinggal selama beberapa waktu.

Saya sendiri baru sempat melihat percakapan mereka saat bangun pagi. Setelah itu saya langsung ngecek mesin pencari dan mengetikkan “gunung marapi erupsi”. Sedetik kemudian muncul hasil pencarian yang begitu banyak memunculkan berita tentang Gunung Marapi, salah satunya dari Beranda yang headline-nya “Erupsi Gunung Marapi Sumbar, Puluhan Pendaki Terjebak”.

Setelah baca beritanya, saya jadi kepikiran lagi: biasanya kalau lagi nyari berita kayak tadi, yang muncul paling atas adalah media-media mainstream kayak … you know lah. Tapi tadi kok ada Beranda. Akhirnya jadilah saya nyari. Ternyata, Beranda adalah sebuah portal berita online yang menyajikan berita terkini tentang dunia bisnis dan wirausaha untuk Milenial dan Gen Z. Pantes gaya tulisannya lebih enak dibaca, gumam saya.

Balik ke smart city, dua bulan terakhir saya memang lagi ngerjain proyek naskah buku Gerakan Menuju Kota Cerdas 2023 sebagai editor. Tahun sebelumnya juga sama, dan masih bekerja dengan orang-orang yang sama juga. Kalau tahun lalu fokusnya ke kota, kali ini lebih fokus ke kabupaten-kabupaten.

Gara-gara proyek ini, saya juga jadi menyadari kalau pengetahuan saya soal Indonesia masih sangat minim. Salah satunya, saya baru tau kalau di Provinsi Papua sana ada kabupaten bernama Boven Digoel. Tadinya saya kira nama ini adalah nama tempat di Eropa. Sungguh, saya baru pertama kali mendengar nama ini, padahal ini adalah kabupaten di mana Sutan Sjahrir dan Bung Hatta pernah ditahan dan dipenjara oleh Belanda selama tiga tahun.

Tempat yang penuh sejarah, tapi saya bahkan baru tau namanya saking jarangnya digaungkan. Setiap hari saya hanya mendengar dan membaca informasi tentang Jakarta, Jakarta, dan Jakarta. Makanya saya senang banget pas diajak ikut proyek menulis ini karena jadi tau banyak hal baru tentang Indonesia.

Oh, gue hampir lupa. Gerakan Menuju Kota Cerdas ini adalah gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk mengakselerasi inovasi dan pembangunan berbasis smart city di Indonesia.

Sebelumnya, saya juga sempat menulis tentang smart city untuk salah satu klien saya. Kebetulan, klien saya ini menyasar pasar luar, tepatnya di Timur Tengah. Gara-gara itu, saya jadi mencari tau soal perkembangan smart city di Timur Tengah dan jadi punya gambaran besar soal perbedaan penerapan konsep smart city di sini, dan di sana. Namun, saya di sini tidak akan membandingkannya karena banyak faktor yang membuat saya tidak harus melakukannya. Di antaranya adalah letak negara secara geografis, keuangan negara, dan status negara yang sudah lebih maju.

Satu hal yang bisa saya tangkap adalah, smart city adalah sebuah konsep yang benar-benar memudahkan kehidupan kita sekarang dan pada masa depan nanti. Dan kalau kita bisa menerapkannya di Indonesia, kita akan bisa jadi negara maju.

“Kayaknya teman-teman gue di Agam aman semua, Nin,” kata Rahma di grup pada siang harinya.

“Syukurlah, Ma,” balas Rahma semenit kemudian.

“Iya, kata temen gue dia lagi ngopi di balkon sambil liat pemandangan Gunung Marapi.”

Rahma dan Ninda sama-sama tertawa. Saya ikut menimpali dengan memberi reaksi emoji tertawa, yang kemudian dilanjut dengan kalimat, “Tolong artikelnya diselesaikan. Deadline, deadline.”

Lalu grup hening selama sekitar satu jam.
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.