Di Bawah Langit yang Sama


“ARE you okay?”


Pertanyaan itu sudah berkali-kali aku lontarkan kepada Mia dalam beberapa hari terakhir. Dan, ketika pertanyaan itu kau lontarkan pada orang yang sangat kau kenal, kau tahu bahwa orang itu sedang tidak baik-baik saja.


Yeah, I’m okay.” Mia meneguk minuman kaleng bersodanya. Kami sedang duduk di pasir di pinggir pantai. Kami sudah merencanakan untuk camping di pantai sejak lama, tetapi tidak pernah kesampaian lantaran terbentur jadwal meeting yang padat beserta obrolan penutup tidak penting setelahnya.


Hari sudah mulai senja ketika Mia dan aku akhirnya tiba di pantai yang indah ini. Tenda-tenda telah terpasang di antara pepohonan, dengan api unggun kecil di tengah-tengah, menciptakan suasana yang hangat dan akrab. Kehangatan yang sangat kami butuhkan, terutama setelah semua stres yang kami alami dalam beberapa minggu terakhir.


Kami berdua berada dalam lingkungan yang tenang, hanya suara deburan ombak yang mengiringi obrolan ringan kami. Meskipun Mia mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tetapi sesuatu dalam matanya mengungkapkan kecemasan yang berbeda. Aku ingin mendekatinya, membantunya melepaskan beban yang dia bawa.


"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku dengan lembut. "Kau tahu aku selalu di sini untukmu, kan?"


Mia menghela napas panjang, dan tatapannya merayap ke arah ombak yang menghantam pantai. "Aku tahu, tapi... aku merasa terjebak dalam lingkaran masalah. Pekerjaan melelahkan, atasan-atasan menyebalkan, klien tak tau waktu yang hanya peduli diri sendiri, dan pertanyaan-pertanyaan konyol dari keluarga membuatku merasa tertekan."


Aku meraih tangan Mia dengan penuh perhatian. "Kau tidak sendiri. Kita bisa mengatasi semuanya bersama-sama."


Senyum lembut muncul di wajahnya. "Terima kasih, kau selalu tahu cara membuatku merasa lebih baik meski hanya sesaat."


Kami bercanda dan tertawa sepanjang malam, berbagi kisah-kisah lucu dari masa lalu dan merencanakan petualangan-petualangan masa depan yang ingin kami jalani. Saat aku menatap langit yang gelap dan penuh bintang, sebuah pemikiran aneh menyelinap ke pikiranku. Sebuah pemikiran yang sempat hinggap dalam kepala untuk waktu yang lama.


"Mia," ucapku ragu, "kau pernah berpikir bahwa... mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara kita?"


Matanya memandangku dengan campuran antara kaget dan canggung. "Apa kau serius?"


Aku mengangguk pelan, wajahku merona. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tetapi... aku merasa bahwa kita memiliki ikatan yang istimewa."


Mia diam sejenak, dan kemudian dia tertawa. "Kau selalu tahu cara mengubah momen serius menjadi sesuatu yang kikuk."


Aku merasa canggung dan mengerutkan kening. "Maaf, aku tidak bermaksud—"


Tawa Mia semakin keras, dan dia menepuk pelan pundakku. "Aku hanya bercanda, bodoh. Tentu saja aku merasa hal yang sama."


Hatiku melonjak kegirangan. Siapa sangka, apa yang aku pikirkan ternyata terbalas dengan perasaan yang sama darinya. Kami berdua menghabiskan malam itu dengan obrolan yang jujur dari hati ke hati, membagikan perasaan-perasaan yang kami simpan begitu lama.


Namun, seperti halnya cahaya di awal fajar, kebahagiaan kami tak berlangsung lama. Setelah beberapa bulan, Mia mulai mengabaikan pesan-pesanku dan bertingkah aneh. Suatu hari, dia akhirnya mengajakku bertemu.


Di bawah langit senja yang sama di mana kami pertama kali berbicara tentang perasaan kami, Mia duduk dengan tatapan khawatir di wajahnya. "Aku harus jujur, aku sangat mencintaimu, tapi... aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, setidaknya untuk saat ini."


Aku terdiam, tidak percaya apa yang aku dengar. Air mata mengancam keluar, tetapi aku berusaha tersenyum lembut. "Aku mengerti, Mia. Aku hanya ingin kau bahagia."


Kami merangkul erat satu sama lain, air mata kami bercampur dengan pasir pantai di bawah kaki kami. Pada akhirnya, aku melihatnya berjalan pergi, meninggalkan hatiku yang hancur.


Di ujung sana, seorang lelaki telah menunggu dengan mobil mewahnya, siap membawa Mia ke kehidupan baru yang lebih baik.


Setiap kali aku melihat langit senja yang sama, aku teringat pada malam-malam indah yang kami habiskan bersama. Meskipun cerita kami berakhir dengan kesedihan, aku tahu bahwa perasaan kami pernah benar-benar nyata. Dan sambil terus melangkah, aku mencoba menghilangkan rindu akan cahaya bintang yang pernah kami bagi di bawah langit yang sama.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.