The Hardy Boys

 


With great power comes great responsibility.”


Eh, bentar … kayaknya salah quote deh. Itu mah kalimat pamungkasnya Uncle Ben di Spider-Man. Tapi … setelah nonton The Hardy Boys di Disney+, kayaknya quote yang sama juga cocok buat series ini deh.


Jadi ceritanya saya nemu The Hardy Boys bulan lalu secara tidak sengaja pas lagi milih tontonan buat temen makan siang. Dari yang awalnya coba-coba, sampai akhirnya tamat juga minggu ini dua season sekaligus.


Baca blurb-nya yang ternyata tokoh utamanya adalah anak-anak dan remaja, saya langsung klik buat nonton. Kebetulan dari dulu saya memang suka sekali baca buku dan nonton film yang tokoh utamanya anak kecil atau remaja. Suka aja gitu kalau ada tokoh anak kecil yang mendadak punya pemikiran cemerlang yang membuka atau menutup konflik sebuah cerita, HAHA!


Jadi, The Hardy Boys adalah series Hulu Original—yang akhirnya muncul di Disney+ lewat jalur orang dalam, yang bercerita tentang dua kakak beradik, Frank Hardy (Rohan Campbell) dan Joe Hardy (Alexander Elliot) yang diajak oleh bapaknya “berlibur” ke sebuah kota kecil bernama Bridgeport beberapa hari setelah ibu mereka meninggal karena kecelakaan.


Bridgeport adalah kota kelahiran ibu dari Frank dan Joe, dan di sana ada nenek mereka Gloria Estabrook (Linda Thorson) yang ternyata adalah orang paling kaya di kota itu. Tiba di Bridgeport, duo Hardy dititipkan ke Trudy Hardy, seniman freelance yang rumahnya gede banget yang juga adalah tante mereka. Sang bapak, Fenton Hardy (James Tupper) langsung pamit lagi dengan alasan harus menyelesaikan sebuah kasus di luar kota. Kebetulan, Mas Fenton ini adalah detektif terkenal, jadi sangat sibuk dan jarang di rumah.


Frank dan Joe yang bingung karena enggak deket sama tantenya dan mau ke rumah neneknya juga takut dianggap mau pansos, akhirnya memilih ke Wilt’s CafĂ©, kafe milik Pak Wilt yang konon es krimnya paling enak di Bridgeport. Dan, dari sinilah petualangan mereka dimulai ketika akhirnya mereka mendapatkan informasi bahwa ibunya meninggal bukan karena kecelakaan, melainkan karena dibunuh.


The Hardy Boys enggak hanya bercerita tentang Frank dan Joe yang mencari jawaban atas kematian sang ibu. Lebih dari itu, keterkaitan antartokoh membawa series ini ke cerita yang buat saya jauh lebih seru. Tidak hanya cerita detektif, ada juga drama keluarga, drama sekolah, sampai supernatural horror. Singkatnya: enggak monoton.


Seperti yang saya singgung soal supernatural horror, sambil mencari tau siapa pembunuh ibunya, Frank dan Joe juga terlibat dalam sebuah huru-hara perebutan potongan batu yang dipercaya warga Bridgeport sebagai batu ajaib. Jadi ada sebuah batu yang kepingannya tersebar entah di mana, dipercaya oleh orang-orang jika kepingannya disatukan akan memberikan pemiliknya kekuatan atau pengetahuan apa pun yang diinginkannya. Kebetulan, salah satu dari Hardy Boys ini memilikinya—dan enggak tau kalau batu itu ajaib dan diperebutkan oleh orang-orang di jagat Bridgeport, bahkan sampai-sampai nyawa mereka dipertaruhkan hanya untuk menyatukan kepingan batu yang kelak enggak lebih sakti dari bola-bola naga di Dragon Ball Z.


Sebenarnya series ini bisa saja tamat pada season pertama, tetapi ketika saya memutuskan untuk lanjut nonton season kedua ternyata jauh lebih seru. Jika mau berhenti nonton setelah season pertama juga fine, tetapi kalau mau lanjut ke season kedua juga ceritanya masih sangat nyambung. Secara cerita juga season kedua lebih kompleks, tetapi karakter yang muncul juga lebih kuat dan perincian ceritanya juga lebih baik dibanding season pertama. Episode enam ke atas bahkan saya jadi susah berhenti karena ceritanya makin seru dan bikin penasaran sebenarnya siapa ini siapa itu dan kenapa gini kenapa gitu. Kepingan puzzle yang belum terjawab dari season pertama pun makin terbuka lebar di pertengahan season kedua hingga akhir.


Episode terakhir season kedua pun cukup bikin saya takjub karena enggak kepikiran sama sekali kalau ceritanya akan dibawa sampai sejauh itu. Saya pun jadi mati gaya karena penasaran nungguin season ketiga yang entah akan tayang kapan, atau pertanyaan lebih masuk akalnya: masih akan hadir di Disney+ atau harus sekalian langganan Hulu?

 

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.