Kencan yang Tertunda



Aku mengisap batang keempat hari ini sambil duduk di rooftop kantor. Jam makan siangku sebentar lagi habis dan aku harus segera kembali ke bilik kerja di lantai bawah.

Sebetulnya di bawah juga ada ruangan khusus untuk merokok, tetapi aku selalu menyempatkan diri untuk menikmati suasana di atas sini. Selain sekadar merokok, aku biasanya menenangkan diri dari stres atau mencari inspirasi kerjaan di sini. Banyak ide-ide baru nan segar lahir dari duduk menghadap ke luar bersama batang-batang rokok dan gelas-gelas kopi hitam di atas sini.

Aku baru saja duduk kembali ke meja kerja ketika Bu Raras keluar dari ruangannya dan menghampiriku sambil menyodorkan sebuah apel. Ia adalah CEO baru di kantor ini, dan aku mengenalnya lebih baik dari siapa pun yang ada di kantor ini.

"Buah?" katanya.

Aku menerima buah itu sambil senyum. "Thanks!" kataku. Ia kemudian berlalu dan melewati beberapa orang lainnya tanpa menyodorkan buah ke mereka. Begitu kembali lagi, ia berhenti lagi di meja kerjaku. Ia menatapku dari atas ke bawah, mendekatkan wajahnya, lalu memperlihatkan ekspresi mengendus seperti kucing. "Kamu ngerokok lagi, ya?" katanya.

"Sebatang doang, tadi, di rooftop."

"I've told you to quit smoking."

"Yeah, that was the last," kataku dengan acuh tak acuh. "For today," lanjutku dalam hati.

"For good!" pekiknya.

Aku menggigit buah apel dengan kesal di depannya.

Ia kemudian berlalu ke ruangannya. Kulihat tangannya sudah penuh dengan dokumen-dokumen. Biasanya, kalau sudah seperti itu sebentar lagi dia akan pamitan dan meninggalkan karyawan-karyawan.

Sebagai karyawan paling senior di kantor ini, aku tahu banyak yang bertanya-tanya apa hubunganku dengan Bu Raras si CEO baru. Terutama karena aku tidak mengakrabkan diri dengan karyawan lain dan lebih sering terlihat berdua dengan Bu Raras—padahal posisiku juga masih karyawan biasa. Namun, aku tidak peduli. Di luar kantor dan jam kerja, aku punya urusan yang jauh lebih penting dan aku tidak ingin membuang waktu mengobrol dan berbagi dengan orang-orang di kantor ini, kecuali dengan Bu Raras, tentu saja.

"Saya harus pergi, sisanya kamu yang ngurus sampai kantor tutup, ya?" kata Bu Raras begitu ia keluar dari ruangannya lagi dengan membawa tas biru navy yang ukurannya cukup untuk menaruh tiga kepala manusia.

"Now?"

"Ya. Suami saya sudah menunggu di parkiran."

"What about me?"

"Besok. Oke?"

"Well." Aku memperbaiki posisi duduk setelah Bu Raras menghilang di balik pintu. Ia akan pergi bertemu klien baru kantor kami bersama suaminya, dan akan kencan lagi denganku esok hari.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.