Merdeka



Draft sejak: 3 Agustus 2013

Pagi ini, aku tersadar dari tidurku agak siang, tidak seperti biasanya. Ya, hari ini hari libur nasional. Hari kemerdekaan Republik Indonesia, tepat 17 Agustus. Kutengok arlojiku yang tak sempat kulepas semalam karena kecapaian—sudah pukul 10 pagi. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.

Sehabis mandi dan berpakaian, aku memang bermaksud berkunjung ke lapangan yang jaraknya sekitar satu kilometer dari kediamanku. Mulai kutelusuri jalan setelah mengikat tali sepatuku yang dominan hitam dan sudah memudar termakan usia. Di sepanjang jalan, berdiri kokoh tiang-tiang di depan tiap rumah yang kulewati yang terbuat dari besi dan bambu yang mana ujungnya berkibar sang merah putih dengan tinggi yang berbeda satu dengan yang lain.

Tiba di lapangan, aku sudah ketinggalan beberapa momen seru. Kulihat di pinggir lapangan seorang bocah berusia sekitar 12 tahun dengan gigihnya memanjat batang pohon berlumur oli dan sejenis pelicin lainnya. Orang-orang akrab dengan sebutan panjat pinangnya. Di puncak “menara dadakan” itu tertancap sang merah putih dikelilingi berbagai kotak yang isinya dirahasiakan dengan bungkusan menarik.

Jelang siang, bocah berkulit kuning langsat itu akhirnya sampai di puncak. Ia melepas bajunya, melemparkannya ke orang-orang di bawahnya. Mencabut kain yang pernah diperjuangkan para veteran kita, mengangkatnya ke langit lalu berteriak lantang dengan gagahnya, “Merdeka!”

Seusai perayaan, aku tidak sengaja melihat bocah pemanjat pinang tadi. Ia membersihkan dirinya yang berlumur oli. Di sampingnya, kulihat kotak yang ia dapatkan dari puncak pinang. Aku duduk dan memperhatikannya dari kejauhan—tetapi tidak terlampau jauh hingga aku bisa mendengar ia bersuara. Perlahan, ia membuka kotaknya.

Dari dalam kotak, ia mengeluarkan beberapa benda. Baju kaus merah dan putih, sebuah buku yang kuperkirakan setebal 200 halaman, beberapa snack, dan sebuah ponsel ukuran kecil. “Kita bisa menjualnya untuk kita makan, Bu,” katanya kepada perempuan yang sedari tadi duduk di atas kursi roda di sebelahnya.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.