Berhenti Nyolong Astor
Rumah Sejuta Martabak
TPS 69, Wakanda Timur
Tanggal
9 Juli 2014 adalah kali pertama gue memilih Calon Presiden dan Calon Wakil
Presiden, dan Pemilihan Umum Legislatif. Dan ternyata, gue masih mengalami
kebingungan yang sama waktu mencoblos siang tadi.
Enggak
ada masalah waktu gue memilih presiden sih. Karena calonnya cuma dua pasang.
Kalau emang niat milih, pasti cuma antara nomor satu atau nomor dua. Kalau
sedikit enggak niat, bisa aja yang kecoblos tangan panitianya.
Masalah
terjadi ketika gue selesai memilih calon presiden dan lanjut membuka empat
kertas suara lainnya yang terdiri dari 20 partai dan puluhan caleg. Seketika
itu juga gue mengucap astaghfirullah yang kemudian dilanjut dengan, “kok enggak
ada yang gue kenal sih anjir!” ke kertas suara. Untung enggak ada yang denger.
Oke,
itu bercanda.
Jauh
sebelum pemilu, gue udah berusaha mencari tau satu per satu caleg-caleg di
dapil gue. Karena, gue enggak mau kejadian periode sebelumnya berulang di mana
gue mencoblos satu surat suara berkali-kali alias sengaja bikin batal.
Alasannya: banyak. Satu, gue enggak tau calonnya waktu itu siapa-siapa aja.
Dua, gue udah nyari tau satu per satu calon-calon yang ada di dapil gue, tapi
hasilnya dikit banget. Tiga, dari hasil yang sedikit itu, enggak ada yang
meyakinkan.
Pada
pemilu kali ini, ternyata gue masih merasakan kebingungan yang sama. Padahal,
gue berharap, setidaknya kalaupun gue enggak kenal orangnya, gue bisa tau rekam
jejaknya di dunia politik (atau di dunia mana pun deh, dunia lain juga boleh). Sayangnya, dari 20 partai peserta pemilu yang gue akses situs webnya, enggak
ada satu pun yang punya daftar caleg lengkap dengan rekam jejaknya. Kebanyakan
gue cuma menemukan data seperti nama, tempat-tanggal lahir, hobi kalau baru
bangun tidur, dan daerah pemilihan si caleg. Waktu gue bilang soal itu ke abang
gue, dia bilang, “kalau gitu doang mah, gue bisa cari ke dukcapil.”
Semuanya
beneran enggak ada yang meyakinkan.
Padahal,
kriteria gue dalam memilih anggota legislatif sebenarnya sangat sederhana.
Satu, nyari biodatanya enggak susah. Dua, rekam jejaknya jelas. Tiga, visi dan
misinya jelas, didukung dengan langkah konkrit yang akan dia ambil kalau
terpilih. Sayangnya semua caleg itu cuma memenuhi kriteria pertama. Ada yang
memenuhi kriteria kedua dan ketiga, tapi enggak ada di dapil gue.
Suram
emang.
Sebenarnya
yang penting adalah yang ketiga. Karena, secara logika, gue berpikir, kalau
calegnya pas gue cari namanya terus Google aja bingung siapa yang gue maksud,
gimana gue mau percaya sama janji-janjinya coba.
Sebenarnya
juga pada masa-masa kampanye kemarin, waktu banyak baliho dan reklame dengan
gambar caleg-caleg itu, ada beberapa nama yang punya personal web. Sayangnya
pas gue cek dapatnya zonk.
Gue
tetap enggak tau itu orang siapa, dan itu sungguh buang-buang duit. Karena, gue
yakin kalau si caleg itu tau fungsi sebuah website, dia pasti akan nulis segala
informasi tentang dirinya yang dibutuhkan calon pemilih. Dan karena enggak
kayak gitu, gue yakin bukan dia yang bikin websitenya. Dan kalau asumsi gue
benar, pasti bayarnya mahal.
Bayar mahal untuk website yang bahkan enggak berfungsi sebagaimana mestinya.
Waktu
gue bilang gitu ke abang gue, dia cuma bilang, “ya kurang lebih kayak gitu
kualitas caleg yang bakal kamu pilih” sambil matahin astor yang sebenarnya udah
gue gigit separuhnya tadi, tapi abang gue nggak tau.
Berarti,
kebanyakan caleg enggak melek teknologi.
Sekarang,
coba bayangin kalau caleg-caleg ini adalah para blogger. Misalnya kayak…
Kresnoadi DH
Enggak keribo kan? |
Kalau
misalnya Kresnoadi DH jadi caleg, gue yakin tagline-nya dia adalah “don’t judge
a book by its cover”. Kenapa? Karena kalau kalian ngetik namanya di Google,
yang muncul adalah Keriba-Keriba, sedangkan kepalanya tidak keribo. Enggak tau
kalau hatinya sih.
Kresnoadi
DH adalah salah satu blogger yang tulisannya sangat variatif dan selalu mencoba
media-media baru. Secara psikosotoy, ini menandakan kalau dia adalah orang yang
akan punya banyak ide untuk menyejahterahkan rakyatnya. Kalau Kresnoadi jadi
caleg, kalian wajib milih dia enggak peduli apa pun partainya!
Haris Firmansyah
Bantu promo buku sekalian. |
Sebenarnya
Indonesia udah punya banyak caleg yang lucu-lucu. Ada yang lucunya natural, ada
juga yang dibuat-buat. Cuma, mereka nggak punya blog. Beda sama Haris
Firmansyah. Seenggaknya kalau dia nanti enggak bisa menyejahterahkan rakyat,
minimal bisa bikin rakyat ketawa dengan cerita-cerita lucunya.
Habis
ketawa-ketawa baca ceritanya, boleh ditimpuk batu ramai-ramai.
Akbar Yoga
Peace, love, and gunung. |
Belum
pernah kan ada caleg yang jago bikin cerpen? Itulah yang ditawarkan Akbar Yoga
kalau jadi caleg. Setiap warga yang memilihnya akan diberi satu cerpen
sepanjang minimal enam halaman dengan aturan: fon Times New Roman, spasi 1,5,
format kertas A4 (atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm), dan tema bisa
request.
Ichsan Ramadhani
Kayaknya pura-pura sakit, biar kayak anggota dewan siapa tuh dulu, lupa. |
Sebenarnya
gue enggak terlalu yakin kalau orang ini jadi caleg. Namun, kalau melihat nama
blognya, Ayam Sakit, dan dilirik dari sudut pandang psikosotoy, sudah jelas
kalau Ichsan Ramadhani akan bagi-bagi ayam dalam kampanyenya. Entah itu ayam
sehat, atau ayam sakit seperti blognya. Kita lihat saja nanti.
Yang
jelas enggak mungkin bagi-bagi sapi seperti salah satu caleg Partai Keadilan
Sejahwah.
Hawadis
Tidak ada unsur politik. Unsur fisika, banyak. |
Gue
pribadi enggak akan memilih Hawadis kalau dia jadi caleg. Karena sudah pasti
kampanyenya bikin pusing seperti rumus-rumus fisika yang sering dia bahas di
blognya.
Gue
juga enggak mau kalau di tengah-tengah kampanye terus tiba-tiba dia nanya ke
pendukungnya, “berapa lama waktu yang dibutuhkan manusia dari bumi ke bulan
kalau naik balon udara, saudara-saudara?”
Kan
jawabannya udah jelas.
…jelas
gue enggak tau. Bodo amat!
Doni Jaelani
Doni
Jaelani adalah penggemar enggak berat-berat amatnya Liverpool, salah satu klub
yang selama gue hidup di dunia belum pernah liat mereka juara. Nah, kalau Doni
jadi caleg, gue akan nyoblos dia, tapi dengan syarat: Liverpool enggak boleh
juara selama dia menjabat.
…dan
juga setelahnya.
Yoga Esce
Kiri: penulis. Kanan: sama aja. |
Salah
satu caleg yang akan gue pikirkan untuk tidak gue pilih. Karena, dia pemerhati
binatang-binatang kurang perhatian. Salah satunya capung. Siapa sih jaman
sekarang yang naruh perhatian ke capung? Cuma Yoga Esce.
Dilihat
dari kacamata psikosotoy, Yoga Esce ini orangnya sangat nyentrik, beda, dan
punya ciri khas yang membuatnya gampang dikenal di masyarakat. Tingkat
kegagalannya kalau jadi caleg jelas sangat kecil. Bisa dipastikan juga dia akan
menyayangi rakyatnya sepenuh hati. Bagaimana tidak, capung aja diperhatikan.
Dian Hendrianto
Mirip artis siapa gitu |
Salah
satu rekor menakjubkan dari Dian Hendrianto yang gue tau adalah dia pernah
melintasi beberapa kota sekaligus naik motor. Namun, dia punya kelemahan yaitu
mabok darat.
Dengan
kenyataan itu, kalau Dian jadi caleg, dia pasti bakal nyusahin banyak orang.
Enggak usah dipilih.
Robby Haryanto
Yang
gue tau, Robby Haryanto ini orangnya sangat pendiam. Sangat tidak cocok untuk
jadi caleg. Jadi, enggak usah dipilih juga.
Febri Dwi Cahya
Kalian
yang belum kenal Febri, saran gue, jangan ngintip akun Instagramnya dia.
Karena, kalau iya, kalian enggak akan pernah kepikiran dia jadi caleg. Kalaupun
dia terpaksa harus jadi caleg karena tuntutan rakyat, gue yakin satu-satunya
partai yang mau menerimanya adalah PKN atau kepanjangannya Partai Kontol
Nasional.
Rido Arbain
Konon, foto ini tidak diedit, kutipan muncul sendiri setelah difoto. Subhanallah! |
Dari
semua nama yang gue sebutin di atas, ini satu-satunya nama yang benar-benar
akan gue pilih kalau beneran jadi caleg. Enggak peduli bukunya yang berjudul
Flip-Flop sempat masuk berita tapi salah tulis jadi Flip-Flpo, gue akan tetap
mendukung.
Pokoknya
kalau Rido Arbain daftar jadi caleg beneran, gue janji bakal berhenti nyolong
astor.