Solo
Rumah Sejuta Martabak
Solo, Indonesia
Solo.
Kalau
bicara soal Kota Solo, gue punya cerita tiada akhir dengan kota kecil di Jawa
Tengah ini. Gue terakhir mengunjungi kota ini Desember lalu dan akan kembali
lagi ke sana bulan depan. Kalian yang sudah lama jadi pembaca blog gue, pasti
tahu kalau gue ke Solo enggak pernah ngurusin soal kerjaan.
Buat
gue, Solo bukan hanya tempat buat liburan, melainkan juga untuk beristirahat.
Orang-orang
kalau ke luar kota mungkin lebih lebih banyak menghabiskan waktu mengeksplorasi
setiap tempat. Buat gue yang penyendiri, ke luar kota adalah self healing. Dan ketika
punya waktu untuk pergi jauh dan lama, gue akan selalu memilih Solo sebagai kota
tujuan.
Kota
Solo enggak besar-besar amat, tetapi hampir semua yang kalian cari ada di sini.
Kalian bisa berpetualang melihat dan menikmati keindahan alam, kulineran yang
dijamin lebih murah dari yang pernah kalian bayangkan, atau mempelajari
kebudayaan. Solo adalah salah satu kota yang kaya akan budaya, we knew that
right.
Ketika
di Jogja, gue sempat berkenalan dengan seseorang saat menunggu penerbangan ke
Jakarta. Kenalan gue ini orang asli Jogja yang kuliah di Solo.
“Mbak,
kok bisa kuliah di Solo, bukannya di Jogja lebih banyak kampus? Lagian Jogja
bukannya terkenal dengan gelar Kota Pendidikan?” tanya gue. Obrolan berlangsung
di ruang tunggu bandara.
“Ya,
karena di Solo murah banget, Mas,” jawabnya sambil ketawa.
Gue
juga ketawa. “Emang bener, sih. Di Solo makanan dan barang-barang murah banget,
ya.”
Dari
situ gue juga jadi ingat waktu gue lagi belanja oleh-oleh buat orang rumah. Gue
belanja di salah satu pusat perbelanjaan di tengah kota waktu itu. Dan gue
cukup kaget melihat harga barang-barang dan jajanan yang ternyata sama murahnya
antara yang ada di dalam toko besar dengan di pinggir jalan.
Bahkan,
ketika hendak membayar, ada kejadian kecil yang bikin gue enggak habis pikir
sama keramahan dan kebaikan orang-orang Solo ini.
Waktu
itu gue mau beli tas buat kakak gue ketika salah satu pegawai nyamperin.
“Mas,
kalau pakai kartu member, diskon 25%.”
Gue
jawab dengan bercanda, “Yah, ketinggalan di kosan saya, Mbak.”
“Oh,
ke bagian informasi aja, Mas. Nanti sebutin nomor hape, nanti muncul kok nama
Mas di situ. Habis itu balik ke saya lagi aja buat dapatin diskonnya.”
Posisi
gue dengan mbak tadi sama bagian informasi itu enggak jauh-jauh amat, dan gue
yakin mbak-mbak di bagian informasi ini dengar percakapan kami karena gue
melihat dia sempat melirik ke arah gue.
Gue
yang tadinya mau langsung bayar, akhirnya pura-pura aja.
“Saya
lupa kartu member saya nih, Mbak.”
“Atas
nama siapa, Mas?”
“Firman.”
“Bisa
sebutin nomor handphone?”
Setelah
gue nyebutin nomor handphone, ternyata enggak ada nama gue tercantum di
database mereka. YAIYALAH GIMANA MAU ADA, KE SINI AJA BARU SEKALI. Gue bilang
kalau gue mau bayar tunai aja, dan nggak usah didiskon. Namun, mbaknya malah ngotot.
“Kartu
member Mas warnanya apa?”
Gue
melihat ada tumpukan kartu member di atas meja.
“Kayak
gini, Mbak. Persis.” Gue menunjuk kartu warna putih dengan garis pinggir merah
muda.
“Oh,
ya udah. Kali ini saya kasih diskonnya. Lain kali kartunya jangan lupa dibawa,
ya,” katanya dengan sangat ramah.
“Oh,
oke, Mbak.”
Setelah
berterima kasih, gue meninggalkan bagian informasi sambil bergumam, “BARU KALI
INI GUE NEMU ADA TOKO YANG MAKSA NGASIH DISKON KE PEMBELINYA.”
Transaksi
hari itu pun berjalan lancar setelahnya dan gue dapat diskon 25% yang mana itu
menghemat lebih dari 200 ribu. Setelah itu, gue pun kembali ke hotel yang
lokasinya sebenarnya nggak jauh-jauh amat dari toko.
Gue
waktu itu nyari hotel di Solo lewat website Pegipegi karena di sana sering
banget ada diskon dan harga hotel yang gue akses lewat sini selalu dapatnya
lebih murah. Selain itu juga tampilannya lebih bersih, smooth, dan navigasinya
lengkap, bikin gue lebih nyaman untuk mencari hotel mana yang ingin gue jadikan
tempat menginap selanjutnya.
Selain harga yang relatif murah, bersih, dan nyaman, yang menyenangkan dari hotel-hotel di Solo buat gue adalah pelayanan yang ramah dan privasi yang dijamin.