Tradisi Keluarga

Rumah Sejuta Martabak Mars, TX 75778


Salah satu tradisi di keluarga gue setiap jelang lebaran adalah bikin baju dengan motif yang seragam. Entah tradisi ini sudah berlangsung sejak kapan, tapi gue baru memperhatikannya sekitar tiga atau empat tahun terakhir.

Jadi misal kayak tahun lalu nyokap pakai baju warna merah, nanti pasti anak-anak dan menantu beserta cucu-cucunya yang bertamu ke rumah juga akan pakai baju serba merah. Tahun sebelumnya warna biru dan tahun sebelumnya lagi warna hijau.

Mungkin kalau gue mengamati selama dua belas tahun belakangan, sudah ada dua belas warna yang berbeda juga.

Tapi pakaian seragam ini cuma berlaku untuk anggota keluarga yang perempuan. Gue dan kakak gue dan ipar gue yang laki-laki, nggak ada yang ikutan tren dan tradisi ini. Yang gue perhatikan, apa pun warna pakaian para perempuan, kami para lelaki selalu cuma pakai satu warna: putih.

Bukannya selera fesyen jelek, cuma gue ngerasa agak aneh aja kalau pakai baju koko berwarna selain putih. Mending kalau warna lain itu nggak terlalu mencolok seperti hitam, cokelat, atau abu-abu. Kalau merah muda?

NO.

Untuk urusan berpakaian, gue lebih memilih menjadi mainstream karena gue nggak mau menjadi pusat perhatian hanya karena gue pakai baju koko berwarna merah muda kayak jambu air atau kuning kayak partai politik. Jadi, warna putih adalah pilihan yang sudah benar-benar pas buat gue, dan kami para lelaki.

Ya tapi namanya juga perempuan, mereka pasti selalu ingin tampil beda dan modis terutama ketika berkumpul dengan keluarga besar. Biar fesyenebel dan Instagramable, katanya.

Sejak mulai memperhatikan warna dan motif pakaian-pakaian nyokap itu, gue pun jadi sering memperhatikan keluarga-keluarga lain yang ternyata juga sama. Tetangga depan, kiri, kanan, dan bahkan belakang rumah setiap lebaran pasti juga pakai pakaian yang seragam sekeluarga besar. Mereka menjadikannya semacam identitas. Misal kalau motif di dada bajunya cuma satu garis, berarti itu keluarganya Pak Jusman. Kalau motifnya dua garis, itu keluarganya Pak Nurdin. Kalau garisnya nggak ada, berarti bajunya belum jadi tapi udah keburu lebaran.

Gara-gara tren itu, gue jadi suka iseng browsing-browsing dan cari-cari pakaian-pakaian yang berpasang-pasangan di internet. Tujuannya? Nggak ada. Gue kadang cuma mencari jenis-jenis pakaian atau kain apa yang sedang jadi tren lalu—biasanya gue dan kakak ipar—menebak-nebak kira-kira tahun ini warna apa yang akan jadi pilihan keluarga gue.

“Paling hijau, kalau nggak, biru.”

“Kayaknya kuning deh. Atau merah kayak bajunya Deadpool.”

“Baju Deadpool merah atau pink?”

“Pink juga termasuk merah, tapi lebih muda.”

“Baju Deadpool merah apa?”

“Merah tuaan dikir dari pink.”

“IYA NAMANYA MERAH APA?!”

“Nggak tau. Pokoknya merah.”

Kami memang nggak paham soal warna.

Dari keisengan gue browsing soal pakaian itulah, gue jadi menemukan sebuah situs web bernama FULL PRINT, sebuah marketplace untuk membuat pattern dan print kain. Mereka menyediakan solusi untuk print kain dari tinta yang ramah lingkungan dan, kabar baiknya, nggak ada minimum pemesanan.

FULL PRINT juga menyediakan banyak sekali jenis kain dengan harga yang bervariasi sesuai ukuran. Beberapa jenis kain yang tersedia di antaranya ada Shiffon Paris, Draiman Crepe, Dryfit, Drill Ventura, Hydrotex, Katun, Satin Savali, dan masih banyak lagi.

Cetak kain, bisa. Cetak tekstil, bisa. Sablon kain, bisa. Intinya selain print pattern dan print tekstil, di FULL PRINT juga ngasih satu kelebihan di mana kalian yang bisa mendesain, bisa printing kain dengan desain sendiri dan menggunakan kain berkualitas dari FULL PRINT. Ini cocok buat keluarga yang anti-mainstream yang nggak mau gaya fesyennya ditiru oleh tetangga-tetangga.

Yang jadi pertanyaan gue sekarang adalah: warna apakah yang akan dipilih keluarga gue lebaran kali ini?

Copyright © N Firmansyah
Building Artifisial Newsletter.