Kalau Besok Gue Mati
Rumah Sejuta Martabak
Mars, TX 75778
via skitterphoto.com |
Kalau
besok gue mati, hari ini gue akan berangkat ke kediaman Hary Tanoesoedibjo dan
memberitahu beliau kalau theme song Partai Perindo selain nggak bagus buat
kesehatan telinga, juga nggak bagus buat kesehatan mental generasi muda, para
generasi penerus bangsa.
Keponakan-keponakan
gue yang masih kelas II-VI SD sampai hafal sama lagu itu, sama seperti mereka
hafal lagu-lagu cinta yang liriknya belum pantas untuk telinga mereka, dan
lagu-lagu dangdut berlirik straight to
the point yang kasarnya minta
ampun. Gue akan minta Pak Hary Tanoe untuk menarik semua tayangan theme song
Partai Perindo di seluruh channel MNC Media. Setidaknya itu masih mungkin
dilakukan karena lagu-lagu cinta remaja-setengah-dewasa sudah masuk kategori
hiburan yang nggak mungkin dihentikan dan dangdut masuk kategori wajib bagi
orang-orangtua, terlebih, dangdut adalah identitas bangsa, jadi nggak boleh dihilangkan.
Tapi theme song Partai Perindo? Gue nggak melihat nilai apa yang bisa dipetik
dari lagu itu sejak pertama kali gue mendengarnya sampai hari ini gue hafal
lagunya dan terus terngiang di telinga sebelum dan saat baru bangun tidur.
Liriknya
nggak lebih dari sekadar janji seperti yang selalu diucapkan politisi sehabis
mendaftarkan diri jadi caleg.
Kalau
besok gue mati, hari ini gue akan berangkat ke California, ketemu Mike Shinoda,
jabat tangannya lalu pulang lagi ke kamar, tidur sampai besok.
Dia
nggak perlu tau gue siapa, apa tujuan gue, berapa nomor sepatu gue, karena
semua itu nggak penting. Yang penting adalah restu orangtua gue udah ketemu
dan buktiin kalau dia beneran ada, bukan tokoh fiksi yang sering muncul dalam
mimpi.
Kalau
besok gue mati, hari ini gue akan berangkat ke beberapa kota sekaligus. Gue
pengin makan Martabak Tegal di Tegal, Martabak Medan di Medan, Martabak Mesir
di Jakarta (Soalnya kalau ke Mesir, mahal), Martabak Bandung di Bandung, dan
Martabak Manis di samping kamu. Iya, kamu.
Salah
satu makanan favorit gue yang juga adalah salah satu makanan terenak yang
pernah diciptakan homo sapiens di bumi adalah martabak. Maka, hari terakhir gue
hidup seharusnya diisi dengan menikmati makanan yang nikmatnya tetap terasa
sampai kematian gue genap empat puluh hari.
Oh,
dan tentu saja gue nggak boleh lupa minum. Nanti kebanyakan makan tapi nggak
minum, gue malah jadi seret dan mati sebelum ajal. Seperti biasa, gue minumnya
es teh tawar yang esnya dipisah, tapi pisahnya nggak jauh-jauh banget biar
kalau kangen bisa segera ketemu.
Dan
kalau besok gue mati, hari ini gue akan berangkat ke Silicon Valley, mendatangi
kantor-kantor berikut ini,
Apple
Alphabet
Microsoft
Amazon
Facebook
Alibaba
Exxon Mobil
Bank of America
Berkshire Hathaway
Wells Fargo
Johnson Johnson
Walmart
VISA
Tencent
at&t
Netfilx
Tesla
Mc Donald
…sambil
ngasih masing-masing selembar kertas bertuliskan
... di kertas A4 |
Value
perusahaan-perusahaan modern di atas kalau ditotal, kurang dari $7.9 triliun.
Kalah telak sama perusahaan konvensional bernama Vereenigde Oostindische
Compagnie a.k.a VOC, perusahaan asal Belanda yang (katanya, entah fakta atau
bukan) pernah berekspansi selama ratusan tahun di Indonesia. VOC jadi
perusahaan dengan label The Most Valuable Companies of All-Time dengan nilai
$7.9 triliun. Apple sama Microsoft sama Amazon bahkan nggak ada apa-apanya.
Sayang,
VOC sekarang tinggal nama. Mereka bangkrut karena ulah alien Nordic dari planet
Sanctuari yang nggak bertanggung jawab.
Intinya,
kalau besok gue mati, maka hari ini gue hanya ingin melakukan hal di luar
kebiasaan gue sehari-hari agar gue bisa mati dalam keadaan senang dan puas dan
bangga. Dan kalau boleh, gue ingin kematian gue nggak perlu merepotkan siapa
pun. You know what I mean.