Smell Like Teen Spirit
via Free-Photos on Pixabay |
Judul : Smell Like Teen Spirit
Penyanyi : Nirvana
Album : Nevermind
Tahun : 1991
Zaman
SMP, SMA, hingga awal kuliah gue suka banget sama Bondan Prakoso & Fade to
Black. Ketika mereka bikin buku kolaborasi sama Fahd Djibran (sekarang udah
jadi Fahd Fahdepie), gue adalah orang pertama di sekolah yang punya bukunya
saking sukanya gue sama musik Fade to Black. Maka ketika gue dapat informasi dari
sesama Rezpector di Facebook kalau Bondan F2B akan menggelar konser di kota
gue, gue langsung minta duit ke Ibu buat beli tiket konsernya.
“Bu,
minta duit, dong.”
“Berapa?”
“50
ribu.”
“Buat
apa?”
“Bayar
LKS.”
“Bukannya
minggu lalu udah?”
“Itu
LKS Sejarah, Bu, yang ini Matematika.”
“Kok
LKS Sejarah sama Matematika selisih harganya sampai 30 ribu?”
“Nggak
tau, Bu, kata gurunya segitu.”
Setelah
berdebat beberapa menit, Ibu ngalah dan akhirnya ngasih gue uangnya. Gue pun
langsung berangkat ke tempat teman yang menjual tiketnya bersama Aan, teman
kelas gue yang sama tergila-gilanya sama Bondan.
***
Konser
sebenarnya baru dimulai jam delapan malam, tapi gue sudah ada di lokasi konser
sejak sore dan sempat ngelihatin Bondan, Fade to Black dan beberapa kru
bersepeda bareng keliling kota. Sebelum band utama tampil malam itu, ada
beberapa band lokal yang jadi band pembuka. Di situlah pertama kali gue
mendengar Smell Like Teen Spirit dari Nirvana, tapi sayangnya gue belum tau
kalau itu lagu mereka. Yang gue tau cuma satu: lagunya enak.
Hello,
hello, hello, how low
Hello,
hello, hello, how low
Hello,
hello, hello, how low
Hello,
hello, hello
Itu
adalah bagian lirik yang gue ingat waktu band pembuka itu membawakan Smell Like
Teen Spirit. Gue nggak tau judul atau penyanyinya karena mereka nggak
menyebutkannya di awal (atau mungkin gue yang nggak dengar, atau lupa).
Karena
larut dalam keseruan saat Bondan & Fade to Black sudah mulai tampil, gue
pun lupa dengan lagu dari band pembuka tadi. Apalagi ditambah kejadian
handphone gue hampir diambil copet pas jalan menuju parkiran setelah nonton
konser, jadi gue nggak kepikiran lagi soal lagu itu.
Berbulan-bulan
kemudian, ketika gue memutar lagu secara random di YouTube sambil mengerjakan
tugas, gue mendengar lirik itu lagi.
Hello,
hello, hello, how low
Hello,
hello, hello how low
Hello,
hello, hello, how low
Hello,
hello, hello
Gue
pun langsung menghentikan kerjaan dan melirik layar dan teringat dengan konser
waktu itu.
Nirvana
– Smell Like Teen Spirit
Gue
pun langsung memutar lagunya kembali dari awal. Setelah itu, seperti biasa gue
download lalu mengonversi lagunya ke format MP3 lewat Format Factory.
Besoknya
ketika gue ketemu Aan di warkop tempat kami sering nongkrong, gue mutar lagu
itu.
“Eh,
ini kayak pernah dengar lagunya,” kata Aan.
“Di
mana coba?”
“Waktu
kita nonton konsernya Bondan kan?”
“Iya,
bener banget,” kata gue. “Kamu kok bisa ingat?”
“Ingat
lah. Besoknya sehabis dari nonton konser itu, seharian saya nggak tidur mikirin
lagu ini,” jelas Aan. “Jadi itu lagunya siapa?”
“Hahaha.
Lagunya Nirvana, Smell Like Teen Spirit.”
Lalu
kami tertawa. Ternyata bukan cuma gue yang dibikin penasaran sama Kurt Cobain
dan kawan-kawannya. Setelah khatam sama Smell Like Teens Spirit, gue dan Aan
nyari lagi lagu-lagu Nirvana lainnya dan ketemu beberapa lagu lain lagi yang
sampai sekarang masih suka gue dengarkan seperti Where Did You Sleep Last
Night, Come as You Are, dan The Man who Sold the World. Tapi tetap kalau ketemu
sama Aan, kami akan tetap menyanyikan Smell Like Teen Spirit sebagai lagu
pembuka dan penutup.
Smell
Like Teen Spirit bahkan gue masukkan ke dalam daftar lagu pembangkit semangat
yang bakal gue dengerin kalau masih-pagi-udah-mager-aja bersama beberapa lagu
lain.
Metallica – Seek and Destroy
Deep Purple – Smoke on the Water
Oasis – What’s the Story (Morning
Glory), dan
Suicide Silence – You Only Live
Once.
Lalu
di waktu yang sama ketika gue lagi suka-sukanya dengerin musik Nirvana, gue
berkenalan dengan seorang perempuan yang ternyata adalah penggemar berat
Nirvana dan Kurt Cobain.
Lalu
kami pacaran.
Kemudian
putus setelah satu minggu dan dia tau kalau gue adalah Linkin Park Underground.
“Saya
nggak suka Linkin Park,” katanya.
“Kenapa?”
“Mantan
saya dulu juga penggemar berat Linkin Park, dan saya ditinggal pas lagi
sayang-sayangnya.”
“Loh,
itu kan mantan kamu, bukan saya.”
“Tapi
ya nanti kamu juga pasti kayak gitu.”
AH
DASAR KUMIS UDANG NYELIP DI MENDOAN!
“Ya
udah kalau gitu, kita putus aja,” terang gue.
“Jadi,
maksud, kamu, kita, putus?”
“Iya,
putus.”
“Kamu
kok gitu?”
LHA.
Dan
akhirnya di hari yang sama ketika dia tau gue penyuka Linkin Park, kami putus.