Semua Cewek Sama Aja
Jangan
pernah pergi ka mal sama pasangan dengan uang pas-pasan. Karena, percaya sama
gue, cewek yang bilangnya pengen nonton, itu nggak berarti benar-benar nonton
aja. Cewek yang bilangnya mau beli pensil alis doang, itu berarti sama penghapus dan mistarnya. Cewek yang bilangnya pengen rebounding itu berarti bukan cuma rebounding. Dan cewek yang bilangnya lagi diet, itu omong kosong
yang paling nggak ada isinya. Cewek selalu punya keinginan-keinginan yang tidak
pernah direncanakan sebelumnya.
Gue
ingat pernah diajakin teman SMA gue nonton bertiga sama pacar barunya. Dia
ngajakin gue karena masih malu-malu jalan berdua. Mereka baru pacaran. Teman
gue yang itu memang penakut, pacarnya
saja baru yang pertama itu selama hidupnya. Sementara mantan gue sudah hampir
selusin waktu itu. Hari itu gue diiming-imingi tiket gratis plus popcorn dan
Pepsi-nya. Gue nggak mungkin menyia-nyiakan fitur gratisan yang diciptakan
Tuhan satu ini. Fitur gratisan ini menurut gue adalah fitur ternikmat yang
pernah diciptakan Tuhan untuk umat manusia. Jarang banget ada orang yang
membenci gratisan, apalagi gratis angsuran bulan pertama untuk bapak-bapak yang
lagi kredit motor buat anaknya.
Waktu
itu gue baru bangun tidur dan sudah ada empat SMS dari temen gue—kita kasih
saja nama Farel—berturut-turut. Isi pesan pertama adalah, “WOY BANGUN!”.
Disusul dengan pesan kedua, “Temenin gue nonton hari ini” ketiga, “Gue lagi
malas ngampus, sumpah!” dan yang keempat, “TENANG AJA, GUE BAYARIN TIKET SAMA
POPCORNNYA. PLUS MINUM.”
Sebelum
membaca pesan keempat, gue masih membaca dengan mata setengah tertutup dan
malas-malasan. Tapi pas liat yang terakhir, gue langsung melek kayak habis
minum secangkir kopi tubruk buatan nenek. Kebetulan sekali, gue pengen banget
nonton film kesukaan gue di bioskop tapi lagi bokek. Actually, gue selalu bokek, sih.
“DIKIRIMNYA
BISA SATU KALI AJA SIH,” balas gue.
Beberapa
jam kemudian, gue tiba di depan loket (loket apa kasir, sih?) untuk memesan
tiga tiket nonton. Iya, tiga tiket. Gue berdiri dengan muka kesal. Tadinya gue
mengira kita akan nonton berdua saja. Ternyata tujuan gue diikutkan nonton
adalah untuk jadi obat nyamuk. Jadi pengganggu. Jadi orang ketiga. JADI SETAN!
Sepanjang
film, gue berusaha menikmati film itu dengan khidmat, tapi pikiran gue udah
kesal duluan sama Farel dan pacar barunya itu. Pikiran gue melayang ke
mana-mana, ke sana-kemari, mencari alamat. ~
Kamu
pernah lagi nonton satu adegan, terus tiba-tiba teringat sesuatu dan nggak bisa
lagi fokus ke filmnya? Seperti itu yang gue rasakan waktu itu.
Keluar
dari bioskop muka gue masih datar banget, sementara Farel berusaha menenangkan
pacarnya yang menangis sepanjang film tadi. Dasar cewek emang, nonton film
action saja nangis, gimana nonton hewan qurban disembelih, ya…
“Ya
udah, Sayang. Ayo kita pulang,” bujuk Farel sambil mengelap keringat
airmata yang membasahi pipi pujaan hatinya itu. Sementara gue mengekor di
belakang mereka, gue merasakan pandangan prihatin orang-orang sekitar. Gue
membayangkan mata-mata yang memandang gue itu berbisik dalam hati: kasihan
banget tuh orang, jalan di belakang orang lagi pacaran. Ngenes.
“Aku
lapar, kita cari makan dulu,” kata ceweknya Farel.
Farel
langsung memandangi gue dengan tatapan… ya pokoknya tatapan itu langsung bikin
gue punya perasaan nggak enak.
“Iya,
iya, aku juga lapar.”
Dan
itulah awal dari hari paling ngeselin dalam sejarah hidup gue.
Gue
duduk di restoran Jepang nggak lama kemudian. Mereka memesan menu yang entah
apa, tapi gue ngikut aja, as usual.
Ceweknya Farel baru tenang setelah pesanannya tiba di meja. Gue nggak tau nih cewek
sebetulnya sedih, atau lapar. Tapi dari hati yang paling dalam, gue juga lapar.
Setengah
jam kemudian kami sama-sama menghabiskan seporsi makanan yang enak banget,
nggak tau namanya apa, tapi nggak bikin kenyang. Tapi lumayanlah buat
mengganjal perut. Paling tidak bisa bertahan sampai gue tiba di rumah.
“Aku…
ke toilet bentar ya,” kata Farel.
Gue
mengangguk sambil menyapu bekas makanan di mulut dengan tisu.
Handphone gue bunyi, ada SMS masuk. Dari
Farel.
“LO
KE TOILET SEKARANG, DARURAT!”
Gue
buru-buru menyusul Farel ke toilet, khawatir di toilet dia diserang oleh
kawanan perampok yang menyamar sebagai petugas kebersihan.
“Gue
pinjem duit lo dulu, duit gue nggak cukup, please,
Man.”
DASAR
KUTIL KENA PENYAKIT KUTIL!!! PENGEN UNTUNG MALAH BUNTUNG!!!
Dan
hari itu isi ATM gue jebol di restoran Jepang supermewah dan mahal serta nggak
bikin kenyang kalau cuma pesan seporsi. Keluar dari restoran, mereka singgah
lagi di toko pernak-pernik khusus perempuan dan antek-anteknya. Antek-antek
yang gue maksud sebetulnya lebih memaknakan budak. Iya, budak-budak (baca:
cowok-cowok) tak bersalah yang entah kenapa harus diwajibkan ikut menemani
ceweknya ke toko khusus cewek tak berperi keisidompetan. Mau pura-pura sibuk
buat liat-liat, salah tempat, nggak ngapa-ngapain, bete juga.
Gue
memutuskan untuk menunggu di luar saja. Sayangnya keputusan gue itu sudah
telat, karena Farel sudah lebih dulu mengantongi kartu ATM gue beserta kode
PIN-nya.
Hari
itu gue sampai di rumah dengan tubuh dan pikiran yang lemas. Tubuh gue lemas karena
berjalan berkeliling lama sekali, dan pikiran gue lemas karena gue nggak pernah
tau kapan Farel akan mengganti uang itu.
Dan
hari ini, gue kembali ngajakin si dia untuk jalan ke mal dan nonton. Nggak
seperti Farel, gue sudah menyiapkan hari ini sejak berbulan-bulan sebelumnya.
Dan seperti cewek kebanyakan, cewek gue juga sukanya nonton film cinta-cintaan
yang bisa ngabisin tisu sampai satu truk pasir.
Keluar
dari gedung bioskop, cewek gue mengusap sendiri airmatanya. Gue juga pengen
nangis, tapi nggak tau bagian mana dari film tadi yang menyedihkan. Gue pun
mencoba menenangkan dia dengan merangkulnya. Katanya, kan, cewek yang lagi
sedih itu pengennya dipeluk atau dirangkul. Pokoknya diperhatikan, lah.
“Ya
udah, kita cari makan dulu aja, Yang,” bujuk gue.
Dan
kami pun masuk ke tempat makan yang nggak perlu disebutkan namanya. Inisialnya
K, F, dan C.
Tepat
di depan KFC, ada toko pernak-pernik (gue sebut gitu karena nggak tau nama yang
cocok apa) khusus perempuan. Sesaat sebelum meninggalkan tempat ini, dia
berpesan, “Habis ini temenin aku ke sana bentar, ya” sambil menunjuk ke toko
yang dominan warna pink itu.
Dan
hari itu, gue langsung berkesimpulan, bahwa, semua cewek sama aja.