Tentang Bokap dan Angkuhnya Waktu
Rumah Sejuta Martabak
West Jakarta, Special Capital Region of Jakarta, Indonesia
![]() |
via THE IMMIGRANT ENTERPRENEUR |
UFC.
Ultimate Fighting Championship. Sebuah
pertarungan adu otot yang ditayangkan pagi-pagi. Pada zaman itu, memang
tayangan TV belum se-“norak” sekarang. Rokok dan belahan dada belum disamarkan.
Adegan ciuman pun masih lumrah. Jadi acara seperti itu ditayangkan pagi-pagi
adalah hal biasa. Oh, iya, gue juga masih hapal yang bertanding saat itu. Mark Hall,
seorang petarung berbadan kurus dari barat—entah dari Eropa atau Amerika,
melawan pesumo berbadan besar dari Jepang bernama Koji Kitao.
Gue
nggak tau kapan dan kenapa bokap pertama kali menyukai acara TV seperti itu. Yang
pasti, bokap selalu antusia ketika di TV menayangkan pertandingan tinju, smack down, dan semacamnya. Bukan sepakbola
seperti lelaki pada umumnya. Gue juga nggak yakin kalo bokap suka tinju karena
hobi berantem. Karena jangankan berantem, adu mulut mempertahankan argumen saja
bokap kadang malas.
Dan,
oya, pada saat itu gue juga nggak protes kenapa bokap ganti channel TV padahal gue lagi
asyik-asiknya nonton. Gue malah ikut nonton pertandingan itu.
“Mustahil
Mark Hall ini menang. Lihat saja,” kata bokap yakin sebelum pertandingan
dimulai. Gue mengamini dalam hati.
Tapi
hasil akhir berkata lain. Mark Hall bahkan menang hanya dalam waktu kurang dari
satu menit. Sebelum badan besar Koji Kitao menimpa tubuh mungilnya, Mark
melancarkan satu tinju keras ke arah hidung Koji yang membuat batang hidungnya
patah dan langsung tersungkur. Gue langsung memandangi bokap, penasaran
ekspresi apa yang akan diperlihatkannya. Kami saling bertatapan. Bokap menganga,
gue juga. Lalu kami kembali menatap layar kaca.
***
Gue
teramat kesal hari itu, karena harus menunggu satu minggu lagi untuk
menyaksikan anime favorit gue. Dan gue teramat menyesal hari ini, karena tidak
lagi bisa menikmati waktu bersama keluarga, terutama bokap. Waktu begitu cepat
berlalu. Dan gue sadar, waktu nggak akan pernah kembali. Meski nonton bersama
bokap suatu hari masih mungkin untuk terulang, keadaan tidak lagi sama.
Beberapa
waktu lalu, gue dan bokap masih berpisah satu zona waktu. Sekarang, jarak kami
semakin jauh. Jarak kami bertambah menjadi dua zona waktu. Kesempatan kami
untuk bisa menyaksikan satu layar berdua nyaris nggak ada lagi. Tapi seperti
kata bokap sebelum pertandingan dimulai, dengan hasil yang tercipta, nggak ada
hal yang mustahil. Dan sebagai laki-laki didikan bokap, gue selalu ingat pesan
beliau ke gue saat beranjak remaja. Sebelum zona waktu memisahkan kami.
“Hidup itu keras. Kadang kejam. Tapi perjuangan tidak boleh berhenti kecuali napasmu juga berhenti”.