Why?
DIAMBIL DI BLOGNYA MISTER POTATO |
Kenapa
saya harus ke Inggris?
Hm,
pertanyaan menarik yang selalu menerbangkan khayalan saya ke negara seribu satu
magis buat saya itu. Di Inggris, hampir seluruh yang saya sukai ada di sana.
Seakan di sana adalah tempat di mana saya harusnya berada.
Pertama,
saya adalah salah satu dari puluhan juta penggemar Manchester United, klub
dengan history paling membanggakan di
Inggris. Setiap kali nonton Setan Merah berlaga dari balik layar kaca,
saya selalu memimpikan suatu hari bisa berada di sana, memberikan dukungan
penuh secara langsung di Old Trafford, meneriakkan “Glory-glory Man United” bersama fans fanatik lainnya, dan merayakan
gol kemenangan bersama para pemain dengan talenta di atas rata-rata itu.
Kedua,
saya juga adalah penggemar film Harry Potter. Entah kenapa, dari seluruh sekuel
film yang diadopsi dari novel J. K. Rowling itu, hanya ada satu adegan yang
selalu menghantui saya. Adegan yang
paling saya suka adalah saat Harry dan Hagrid hilang menembus tembok di Dartford
Tunnel, Kent. Setelah menonton itu, saya selalu berangan-angan bisa menyentuh
tembok itu dengan tangan dari tubuh saya sendiri, meskipun tidak bisa
menembusnya seperti yang Harry lakukan. Hehehe.
Lalu
yang ketiga, saya sedang menulis buku novel yang berlatar di Inggris.
Berkali-kali saya mencari referensi di internet untuk setting latar (calon) novel saya, tapi sayangnya saya tidak bisa menuliskannya
dengan sangat detail sebagaimana saya menuliskan tempat lain dengan latar yang
sudah pernah saya kunjungi. Tanpa detail yang bagus, hanya akan membuat
khayalan pembaca novel saya nantinya mengawang, membuat mereka sesat dengan
khayalan yang saya berikan.
Dengan
datang langsung ke Inggris, saya akan bisa membuat orang lain merasakan Inggris
sebagaimana saya merasakannya. Membuat mereka seolah mengalaminya sendiri.
Ada
anekdot yang selalu membuat saya terkekeh geli setiap mengingatnya. Katanya,
orang kampung ya hidupnya di kampung aja, nggak usah ngimpi keluar kota,
apalagi sampai keluar negeri.
Di
luar saya tertawa, tapi dalam hati, saya akan membuktikan kalau suatu saat
anekdot terkutuk itu akan saya bungkam dan tidak akan ada lagi kalimat sesat
semacam itu. Because I still believe,
nothing is impossible if we believed.