Tulisan Singkat Tentang Buyer Indonesia



Ini cuma kesimpulan kecil dari penelitian nggak penting yang gue lakukan mengenai buyer di Indonesia.

Beberapa hari yang lalu saat sedang istirahat kuliah, teman gue, Fandi ngajak gue ngobrol soal kakaknya. Percakapannya singkat, mungkin akan sesingkat tulisan gue ini. Saat itu gue sedang SMS-an sama pacar, tiba-tiba dia membuka percakapan tanpa ditanya (dia memang orangnya kayak gitu),


“Eh, kemarin kakakku ditawarin Samsung Galaxy Note sama temannya, harganya satu juta rupiah.”
“Ah, yang bener?” terus terang aja, gue terkejut. Hari gini mana ada ponsel pintar yang harganya sampai segitu miringnya
“Terus, kakakmu jadi ambil?” Tanya gue.
“Nggak,” jawabnya. Gue udah mikir dan langsung mau bilang kalo gue pengin ngambil gadget itu karena gue pikir kalo gue beli dan jual lagi, gue bisa untung berkali-kali lipat.
 “Kakakku takut nanti itu gadget-nya rusak atau palsu,” lanjutnya.

Sial! Kampret!

Kalimat penyambungnya bikin gue down tiba-tiba.

Tapi dari situ, gue mempelajari satu hal dari buyer Indonesia bahwa ketika mereka ditawari barang bagus dengan harga mahal, mereka akan cenderung bilang KEMAHALAN. Tapi ketika mereka ditawari barang bagus dengan harga murah (atau murah banget), mereka langsung men-judge kalo itu barang rusak atau palsu. Padahal, kan belum tentu itu rusak atau palsu. Bisa jadi kan itu beneran Samsung Galaxy Note, cuma belakangnya ada tulisan “MADE IN CHINA”. Kan bisa jadi.

Nggak semua buyer di Indonesia kayak gini, tapi gue pikir lebih dari setengahnya kayak gitu.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.