Belanja Mata Kuliah, Sistem Pendidikan yang Salah
FOTO: bankied.wordpress |
Tulisan
ini muncul dari keresahan gue saat mengikuti mata kuliah Manangement of Change
beberapa hari kemarin. Saat itu, ada junior gue yang juga ikut mata kuliah ini.
Gue tanya, ternyata mereka belanja mata kuliah.
Awal-awalnya,
gue masih oke dengan sistem seperti ini di perkuliahan. Sebelumnya juga, teman
seangkatan gue, Nanda, Sonya, Fitri, dan Fitfit juga memprogram mata kuliah
semester VII waktu kami masih semester V. Tapi makin ke sini, gue mikir-mikir
sambil jungkir, gue merasa ada yang kurang beres dengan belanja “ke atas” mata
kuliah dengan cara ngajar dosen. Gue nggak tau, apakah cara ngajar dosen gue
yang salah atau memang sistem pendidikan yang timpang seperti halnya hukum di
negeri ini.
Pemikiran
gue ini muncul ketika seorang teman gue bertanya ke dosen tentang hubungan
kerja sama antar perusahaan, dan dosen hanya menjawab beberapa kalimat lalu
bilang, “penjelasan lebih lengkap tentang itu akan ditemui di semester depan di
mata kuliah Industrial Relation.
Sampai
di sini mungkin sudah ada yang nangkap maksud gue.
Artinya,
dengan jawaban seperti itu berarti mata kuliah dari semester I sampai VIII itu
sudah teratur secara benar. Mata kuliah di semester III misalnya, nggak bisa
dipindahin ke semester V atau kebalikannya.
Sebagai
contoh, di semester II gue ada mata kuliah Statistik I dan Statistik II di
semester III (kalo nggak salah ingat), artinya gue nggak mungkin memprogram
Statistik II sebelum gue menamati Statistik I. Artinya, memang benar mata
kuliah ini semuanya sudah terurut dengan baik. Terus, kenapa masih bisa
memprogram mata kuliah di semester VII pada saat masih semester V?
Meskipun
gue nggak yakin di Amerika sana juga belum tentu nggak kayak gini sih, tapi gue
rasa ada yang aneh dengan sistem pendidikan yang membolehkan program mata kuliah
seperti ini. Hmm. Istilah kerennya, PENGEN NGEDAHULUIN TAKDIR MEEEENNN...