Tulisan Nggak Penting Tentang Stand Up Comedy



FOTO: KASKUS

Setiap comic punya cara mereka masing-masing agar dikenal dan dikenang oleh para penggemarnya. Itu bisa berupa personality (cara mereka membawakan materi), kalimat pembuka, atau set up dan genre stand up yang mereka bawakan.

Gue bukan comic, bukan penonton live juga bukan follower dari para comic itu. Gue hanya seorang penyuka Stand Up Comedy sejak dicetuskan dan diperjuangkan Raditya Dika bersama Pandji beberapa tahun lalu. Gue juga bukan pengamat, tapi gue juga bisa berkomentar seperti halnya Om Indro dan Feni Rose mengomentari penampilan para comic ini.


Keluarnya Sri—satu-satunya comic perempuan yang tersisa—pekan lalu dan Pras kemarin malam di persaingan ketat kompetisi Stand Up Comedy Kompas TV season ke-4 ini, bikin gue punya satu hal yang menarik untuk dibahas.

Pada saat Sri close mic, saat membawakan materinya, dia kehilangan sesuatu. Dia kehilangan percaya dirinya. Dia nggak tampil seperti biasanya di awal penampilan, nggak menari ala girlband dan nggak nyapa Radit dengan ucapan “selamat malam calon imam-ku”, “selamat malam calon ayah anak-anakku” atau “selamat malam calon suamiku” seperti yang dilakukannya sebelum-sebelumnya. Ternyata, itu berpengaruh bahkan terhadap penampilannya secara keseluruhan. Total, Sri nggak fokus, berantakan, sempat nge-blank dan akhirnya close mic...

Ternyata, kalimat pembuka yang sudah dikenal itu, bikin penonton jadi bertanya-tanya dan nggak fokus ke materi comic. Dan itu tentu saja berpengaruh ke comic karena tujuan membuat ketawa penonton, penonton nggak ketawa, down deh. Karena pikirannya, ya ngapain bicara panjang lebar, materi keren, tapi nggak berhasil bikin penonton ketawa.

Sama ketika pekan lalu Dodit nggak bawa biola seperti biasanya, penonton juga seperti itu, untungnya materi Dodit masih lucu dan di akhir materi doi jelasin alasannya.

Hal-hal seperti ini bikin comic lebih mudah dikenal dan dikenang orang. Dodit misalnya, dengan kalimat pembuka “selamat malam masyarakat”, “selamat malam muda-mudi masa kini”, atau “selamat malam khalayak ramai” bisa bikin penonton tertawa di awal dan menambah rasa percaya diri comic dalam membawakan materi sebenarnya.

Selain itu, personality yang konsisten juga menentukan. INI KOMPETISI. (gue udah kayak juri)
Beni dan Yudha Kelling yang sebenarnya jago, bahkan terpaksa close mic cuma gara-gara mereka mencoba keluar dari diri mereka. Yudha yang biasanya menghina dirinya dan kelihatan malas di atas panggung, nyobain hal baru seperti lari-larian dan tertawa kayak orang jelek (aslinya ganteng kok, gue pernah ketemu), jadinya... orang malah nggak ngeliat Yudha yang biasanya dan orang terkesan menunggu itu. Finally, meskipun materinya lucu, ya tetap aja nggak kayak Yudha.

Harusnya sehabis ngeposting ini, gue udah bisa jadi juri Stand Up Comedy untuk season ke-124. Harusnya. Ngoahahaha!

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.