Back to The Past, Atau Kecanggihan Teknologi


Tidak seperti  hari minggu bulan-bulan sebelumnya, minggu pagi ini aku terbangun lebih pagi. Suasana depan rumah asih sangat sepi, terlebih karena jalanan memang jarang seperti jalan raya pada umumnya. Kendaraan baru ramai melintas ketika sore hari dikarenakan jalan depan rumahku dijadikan jalan alternative anti macet pada saat jam pulang kerja.
Matahari pagi masih menyisakan wangi embun dari titik daun pepohonan halaman sekitar. Tidak jauh dari halaman rumahku, terdapat sebuah
danau bekas pertambangan yang menjadi ramai akhir-akhir ini dijadikan tempat memancing. Bukan hanya ramai, tapi sangat ramai dikunjungi para pengusaha setempat, terlebih pada pagi dan sore hari serta hari libur panjang.
Detik demi detik berlalu, kicau burung-burung dari pepohonan yang tersisa oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab mulai terdengar gaduh tapi merdu. Tapi tak seorang pun menghiraukan kicauan itu. Seolah mereka sibuk dengan kesibukan dan membiarkan suara merdu itu berlalu begitu saja.
“Dengarkan aku, manusia!”.
Barangkali begitu burung-burung itu berkicau dan berteriak pada manusia seandainya ia mengerti bahasa manusia.
Tidak hentinya mereka berterbangan kesana kemari, hinggap dari ranting satu keranting yang lainnya. Dari atap yang satu ke atap yang lainnya seolah mencari dan mencoba berbagai macam cara agar manusia memperhatikan tingkah lucu mereka.
Dari dalam kandang di seberang jalan mulai muncul gerombolan hewan lainnya.
“Kweeekkk kweeekk kweeekkk”.
Begitu bunyinya para kawanan bebek dan ayam yang mulai berlarian seakan mereka sudah lama sekali menunggu terbebas dari penjara berukuran sempit dengan hanya beralaskan tanah. Barangkali jika bisa berbicara pula, mungkin mereka akan meminta selimut pada empuhnya.
Memang aneh, ketika aku mulai berpikir mengapa mereka harus ada. Tapi ah, sudahlah itu bukan urusanku. Itu rahasia yang tidak berhak untuk aku ketahui.
***
Saat sedang asik melamun dan tak terasa jalan depan rumahku mulai padat oleh pengendara yang akan menikmati hari libur, entah dari mana datangnya suara itu.
“Aduh, tolong kakiku terjepit”.
Terdengar suara meminta tolong dari jauh, kuperhatikan sekelilingku orang-orang hanya sibuk membersihkan halaman rumah, tidak ada interaksi. Kuperhatikan lebih jauh, dan tidak salah. Aku yakin suara itu dari gerombolan bebek tadi!
Memang kulihat ada seekor bebek yang kakinya terjepit diantara ranting pohon yang jatuh semalam. Sedikit tidak percaya tapi semakin lama suara itu semakin jelas saja dan seperti seekor bebek itu mengharap bantuanku.
“Hei, kamu tolong aku!”. Suara dari bebek itu.
Aku sebenarnya ingin berlari menghampiri dan menolong bebek itu tapi aku juga tak mau disangka gila tahu-tahu aku tidak sengaja mengobrol dengan bebek itu.
Kucoba saja menghampiri dan melepaskan jepitan kaki hewan lucu itu, Ia pun langsung berlari mendekati kawanan bebek lainnya.
“Terima kasih”. Suara dari bebek itu.
Aku masih terkaget-kaget dengan suara itu. Bagaimana mungkin dikehidupan nyata seperti ini ada hal yang seperti itu.
“Ini bukan sinetron mimpi disiang bolong”. Gumamku.
Tapi tetap saja aku tidak mepercayai betul suara itu berasal dari kawanan hewan, meski aku mendengar sendiri mereka bersuara layaknya manusia.
Wallahu alam, mungkin memang mereka mengerti bahasa manusia, hanya saja mereka tidak diijinkan untuk diketahui oleh manusia. Toh manusia juga seperti demikian, selalu melanggar aturan yang seharusnya dipatuhi. Barangkali juga betul sebuah kutipan “aturan ada untuk dilanggar”.
Well, sobat :’) cerita ini memang Cuma khayalan saja tapi coba kita renungkan seandainya hal demikian terjadi di ero informatika yang luar biasa hebat seperti sekarang ini? Apakah sobat akan berpikir kita kembali ke masa lalu atau karena kecanggihan teknologi yang membuat manusia bisa berkomunikasi dengan makhluk lain? :’)

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.