10 Stand Up Comedian Favorit Kang Aceng


Saya baru balik dari minimarket di dekat rumah mertua ketika Kang Aceng menghampiri saya dan memberikan selembar uang dua ribu dan dua uang koin seribu. “Tadi kembaliannya lupa diambil,” katanya. Kami memang sempat mengantre bareng di minimarket. Kang Aceng adalah ketua DKM di masjid yang kebetulan berlokasi tepat di belakang minimarket.

“Terima kasih, Kang,” respons saya. “Mau masuk dulu?” kata saya, basa-basi doang.

“Oh, boleh, Kang.” Saya kaget, lalu Kang Aceng masuk ke dalam rumah. Kebetulan rumah mertua saya sedang sepi karena lagi pada pergi. Jadi saya hanya berdua dengan Kang Aceng. Saya pamit ke dapur untuk membuatkan minuman. Pas balik, Kang Aceng sedang tertawa-tawa menatap layar ponselnya.

“Lagi nonton apa?”
Stand up comedy.”
“Kirain nonton ceramah.”
“Itu nanti kalau lagi di masjid. Rehat dulu.”

Setelah itu kami jadi mengobrol tentang stand up comedy dan berikut adalah 10 stand up comedian favorit Kang Aceng—sekali lagi—ketua DKM di masjid dekat rumah mertua saya.

1 Krisna Harefa

Kang Aceng sebenarnya tidak terlalu banyak menonton video stand up comedy Krisna Harefa. Dia hanya tau karena kebetulan beli versi digital download-nya di Comika saat sedang diskon waktu zaman COVID-19. Dari situ, Kang Aceng kemudian mencari tau soal komika satu ini kemudian jadi tau kalau 1) hasil penjualan digital download-nyadisumbangkan 100% keuntungannya ke Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, yayasan yang bergerak untuk membantu adik-adik pasien kanker, dan 2) Krisna Harefa meninggalkan dunia stand up comedy demi menempuh pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri.

Kang Aceng menyukai gaya stand up comedy Krisna Harefa karena pembawaannya yang kalem, tapi materinya menarik, padat, dan dekat dengan kita. “Seperti ngobrol sama abang sendiri,” kata Kang Aceng. Setau saya Kang Aceng tidak punya abang.

2 Sadana Agung

Kang Aceng mengenal Sadana Agung pertama kali lewat kompetisi SUCI Kompas TV. Dia tidak ingat season berapa, yang dia ingat adalah dia sering sekali memutar ulang video-video lama Dana di YouTube ketika masih berkompetisi dan masih selalu tertawa terbahak-bahak seperti baru pertama kali nonton.

“Materinya itu sangat natural, Mas, dan enggak perlu dibumbui politik,” katanya. “Ya, saya suka sih komika yang bahas politik, tapi kalau lagi jenuh sama materi politik, Sadana Agung ini bisa banget jadi penyelamat,” katanya mengklarifikasi. Saya mengangguk pura-pura setuju.

3 Rindra

“Sebelum Coki Pardede dikenal sebagai ‘The Godfather of Dark Jokes’, ada Rindra,” kata Kang Aceng sambil menyeruput kopi yang kayaknya udah mulai hangat. Menurut dia, Rindra adalah Bapak Dark Comedy di Indonesia. “Meskipun awal-awal nonton sebenarnya materinya aman-aman aja,” kata Kang Aceng. “Tapi kan Coki juga dulu materinya random kayak jadwal OTT KPK,” kata saya menimpali. Kami berdua mengangguk dan mengucapkan “ya ya ya” ke udara.

Kang Aceng mengenal Rindra sebagai komika yang sering manggung di Metro TV sebelum akhirnya dia menyaksikan langsung acara-acara off-air beliau yang bikin banyak ketawa, tapi lebih banyak istighfar-nya karena terlalu berbahaya kalau-kalau bocor ke publik. Belakangan Kang Aceng baru tau kalau Rindra adalah seorang dosen. Saya ikut istighfar. Namun mungkin itulah alasan kenapa Rindra memilih tidak terlalu mencari panggung di industri komedi seperti yang dilakukan Coki sampai harus berurusan dengan narkotika dan obat-obatan terlarang dengan maksud menjaga kreativitas dan popularitas.

4 Jui Purwoto

Sebenarnya Kang Aceng lebih dulu mengenal Jui Purwoto di X yang dulu masih bernama Twitter. Dia suka stalking akun @JuiPurwoto tiap habis makan sahur dan nyari kicauan-kicauan bertagar #SowitYowit dan #PanGoblog. “Itu lucu banget pada jamannya, Mas. Belum ada bahas politik atau cancel culture atau istilah viral atau apalah itu, tai kucing.” Kang Aceng mulai ngegas. “Diminum lagi dulu kopinya, Kang.” Saya juga menyodorkan kue yang nangkring di atas meja dan belum dibuka.

“Sudah habis, Mas.”
“Apanya?”
“Kopinya.”

Lah, doyan.

Saya pun kembali ke dapur buat bikin gelas kopi kedua buat Kang Aceng.

Begitu balik, Kang Aceng lanjut bercerita dia begitu menyukai Jui Purwoto karena penulisannya sangat rapi dan pemilihan kata-katanya sangat membumi. Belakangan juga Kang Aceng tau kalau ternyata beberapa komika dari tempat asalnya, Bogor, berhasil jadi juara kompetisi setelah dimentori oleh Jui.

“Jui itu enggak pelit ilmu, Mas,” katanya. Gelas kopi kedua mulai diseruput.

5 Muhadkly

Kang Aceng menyayangkan kasus Muhadkly—dikenal juga dengan panggilan Acho—dengan Green Pramuka City beberapa tahun lalu yang lantas membuatnya terpaksa meninggalkan dunia stand up comedy. Padahal, menurut Kang Aceng, Acho adalah salah satu stand up comedian terbaik yang dimiliki Indonesia.

“Tapi liat aja itu film Agak Laen yang tembus hampir sepuluh juta penonton, yang nulis skripnya siapa? Acho. Yang nge-direct siapa? Acho.”

Secara penulisan, kata Kang Aceng, Acho sangat rapi seperti Jui Purwoto dan punya materi yang sangat beragam dan bisa dipakai di segala kondisi. Sayangnya, sekarang Acho sudah memilih karier di dunia perfilman dan sepertinya tidak akan tampil di panggung stand up comedy untuk waktu yang lama.

Ngomong-omong, Acho dan Aceng kalau bikin duo lawak kayaknya lucu juga.

6 Dzawin Nur

Apa yang disenangi Kang Aceng dari Dzawin Nur adalah cara berpikirnya yang mengedepankan logika daripada mistik. Sebagai orang Indonesia yang lahir dan besar diselumuti kepercayaan-kepercayaan mistis yang tak berdasar, Kang Aceng senang melihat kehadiran Dzawin Nur dan fakta bahwa sekarang pengikutnya sudah banyak. “Saya berharap makin banyak orang yang menonton dan tersadarkan, Mas.”

Namun selain perkara logika, Kang Aceng memang sudah suka Dzawin Nur sejak pertama muncul sebagai peserta di SUCI Kompas TV. “Materinya fresh, kayak kopi yang lagi saya minum ini,” kata dia. Saya terkesima, tapi itu cuma kopi sasetan yang saya tambahin gula tiga setengah sendok. Bukan me-roasting sendiri. Lagi pula saya enggak minum kopi.

7 Gilang Bhaskara

Sama seperti kebanyakan komika yang sudah disebut sebelumnya, Kang Aceng juga mengenal Gilang Bhaskara—pakai BH—atau Gilbhas lewat kompetisi SUCI Kompas TV. Saat melihatnya pertama kali, Kang Aceng udah langsung suka dengan materi dan gaya stand up comedy komika satu ini. Dia termasuk salah satu komika cerdas dan pertimbangan timing komedinya selalu brilian. Pernah sekali Kang Aceng ingin menonton pertunjukan Gilbhas, tapi malah nyasar ke acara nikahan.

“Semoga nanti bisa punya rejeki buat nonton langsung di GBK.”
“Gilbhas, Kang?”
“Bukan. Linkin Park.”

8 Ridwan Remin

Kang Aceng paling teringat momen ketika Ridwan Remin baru memulai show pertama di kompetisi SUCI Kompas TV, tapi ngaku kalau dia udah punya materi buat grand final. “Mau bilang sombong banget, tapi beneran juara,” kata Kang Aceng. “Hehe, iya. Juara,” kata saya cengengesan.

Menurut Kang Aceng, enggak banyak komika yang materinya bagus, penulisan bagus, dan delivery-nya juga bagus. Kadang ada yang materinya bagus, tapi delivery-nya kurang, atau sebaliknya. Ridwan Remin ini punya paket lengkap, kayak Ayam d’Besto.

Yang perlu digarisbawahi juga, salah satu mentor Ridwan Remin adalah Jui Purwoto. Jadi tidak salah kalau keduanya ada di dalam daftar TOP 10-nya Kang Aceng.

9 Fajar Mukti

Ini adalah cerita favorit saya dari Kang Aceng. Karena dia mengetahui komika ras Jawa yang sempat ia kira orang Papua itu pertama kali secara tidak sengaja. “Waktu itu lagi makan siang, mau sambil nonton YouTube, eh ada muka orang ini paling atas di beranda, jadi saya iseng aja nonton,” jelas Kang Aceng. “Dan ternyata bagus. Kopi saya kok udah habis lagi ya?”

Tadinya Kang Aceng udah enggak ngikutin SUCI, tapi gara-gara ada Fajar Mukti jadinya sekarang dia nungguin terus videonya. Meskipun Fajar harus gantung mic sebelum sampai ke grand final, ia tetap jadi satu dari sepuluh komika favorit Kang Aceng karena penulisan materinya yang rapi, pembawaan yang lucu, dan yang paling penting menurut Kang Aceng: selalu ada selipan politiknya. “Materi politik meski hanya selipan, itu adalah sebuah statement ‘perlawanan’ pada hal yang dirasa tidak wajar—yang seringnya muncul dari pemegang tertinggi kekuasaan pada suatu negara. Dan itu harus saya apresiasi,” kata Kang Aceng. “Anjay!” kata saya dengan spontan.

10 Pandji Pragiwaksono

“Kalau suka materi politik, rasanya hambar kalau tidak memasukkan Pandji ke dalam daftar sepuluh besar.” Kang Aceng menyeruput kopinya lagi. Ini sudah gelas ketiga. Entah sampai gelas keberapa baru dia mau hengkang dari rumah mertua saya.

Nama Pandji sudah terlalu besar di dunia stand up comedy, bahkan dia adalah salah satu dari lima orang yang mendapat julukan “The Founders” komunitas stand up comedy di Indonesia. Dan atas jasanya juga sekarang jadi banyak kompetisi stand up comedy dan tak sedikit komika yang bisa hidup dari karya seperti yang selalu dicita-citakan Pandji.

“Enggak sedikit juga yang bilang Pandji enggak lucu, tapi lucu atau enggak itu kan relatif, tergantung selera orang. Lagi pula, enggak banyak juga orang selera komedinya bagus,” terang Kang Aceng. “Anjay!” respons saya.

Saya juga stand up comedy-nya Pandji, tapi baru bisa sebatas membeli karyanya di Comika, itu juga pas lagi diskon doang. Sedangkan Kang Aceng, dia sudah pernah datang ke tiga show-nya di tiga kota berbeda. “Biar apa, Kang?” tanya saya. “Byar Byur,” jawab Kang Aceng. Ia lalu pamit setelah seruputan terakhir gelas kopi keempat. Sedang kopi saya masih tersisa setengah gelas.

Foto diambil dari website Comika Media.
Copyright © N Firmansyah
Building Artifisial Newsletter.