Cimz


GARA-GARA
kasus peretasan data di PDNS akibat keteledoran pemerintah dalam menjaga data, saya mendadak nostalgia ke masa-masa kuliah ketika saya masih sangat awam dengan teknologi.

Cimz—nama panggilan salah satu teman kuliah saya—sedang duduk di bawah pohon rindang di depan gedung Fakultas Ekonomi ketika saya menghampirinya. Ia sedang memandangi laptop dan membuka sesuatu yang entah apa di perambannya.

“Lagi apa?” tanya saya.

“Bagi-bagi cendol, Gan!” jawabnya.

“Wah, anak Kaskus juga?”

“Iya, nih. Walaupun banyak ‘bata’-nya.”

Kami tertawa lalu saya meminta username akun Kaskus dia setelah ikut membuka laptop di sebelahnya. Saat itu, Cimz adalah Aktivis Kaskus sementara saya masih Newbie.

“Kayaknya sambil ngopi enak, nih,” kata saya ke Cimz. “Kamu ngopi, enggak?”

“Enggak,” jawab dia sambil menyunggingkan senyum. Selama mengenal Cimz, ia selalu tersenyum saat berbicara. “Kamu ngopi?” tanyanya. Saya menggeleng.

Laptop saya sudah menyala, tetapi belum bisa dipakai karena masih harus menunggu antivirus bernama Smadav untuk memindai cepat perangkat sebelum digunakan. Saya menjentik-jentikkan jari ke meja batu sembari menunggu penantian usai. Rasanya seperti kegiatan yang tak ada habisnya.

“Ada cara biar antivirusnya enggak bikin laptop lemot, enggak, sih?” tanya saya ke diri sendiri karena kesal.

“Masih pakai Smadav?” tanya Cimz.

“Iya, kenapa?”

“Smadav, mah, bukan antivirus.”

Saya yang gaptek pura-pura kaget. “Jadi harus pakai apa? Kemarin pakai Avast, tapi scan-nya—full scan—bisa sampai berjam-jam.”

“Eset,” jawab Cimz singkat sambil tersenyum, lagi.

“Eset?” saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya tidak mendengar kata “keset” dari mulut Cimz.

“Iya, Eset. Banyak di Ganool.”

Kalau kamu tau Ganool, mungkin kita seangkatan.

“Apa yang bikin Eset lebih baik dari yang lain?” tanya saya. Tentu saya yang gaptek ini penasaran. Dan saya percaya rekomendasi Cimz karena saya tau dia jago banget komputer. Pada saat itu, yang saya pahami adalah semua laptop harus menggunakan antivirus agar terhindar dari virus, tidak peduli ori atau bajakan. Pokoknya: pakai antivirus.

“Tampilannya simpel, ukurannya kecil dan enggak makan banyak RAM, dan scan otomatis di background tanpa mengganggu aktivitas kita.”

Karena saya orangnya percayaan, satu kalimat itulah yang saya pegang dari Cimz yang membuat saya kini sudah berlangganan Eset Internet Security untuk ponsel dan laptop sejak 2017. Dan selama itu pula, perangkat-perangkat yang saya gunakan selalu aman. Selain karena banyak membaca agar lebih aware tentang kejahatan-kejahatan dan modus-modus penipuan lewat tautan palsu di Internet, saya juga menggandakan proteksi perangkat menggunakan antivirus yang mumpuni, kredibel, dan tentu saja: harganya terjangkau.

Sebetulnya, ada beberapa pilihan antivirus yang sempat saya lirik sebelumnya. Namun, dari sisi harga, ukuran, tampilan, dan kemudahan penggunaan memang Eset yang paling cocok buat saya. Secara pribadi saya menyukai tampilan Eset yang tidak tidak terlalu banyak fitur-fitur tambahan tak perlu seperti yang ditawarkan yang lain. Ditambah rekomendasi dari Cimz, makin mantaplah pilihan saya.

Percakapan saya dengan Cimz tentang antivirus hanya terjadi sekali. Saya dan Cimz juga tak bertemu sering-sering karena kami beda kelas, tetapi tiap ketemu selalu ada pengetahuan baru dari dia yang mengurangi tingkat ke-gaptek-an saya. Sayangnya, Cimz hanya bertahan dua semester di kampus. Tahun berikutnya, dia ikut lagi tes SNMPTN dan lulus di jurusan Teknik Informatika dan Komputer di universitas yang sama. Sayangnya lagi, lokasi kampus kami berbeda sehingga kami tak pernah lagi bertemu setelahnya dan saya tidak punya lagi kontaknya. Padahal, kalau sering-sering ketemu mungkin sekarang saya enggak lagi gaptek.

Selain soal antivirus, Cimz juga mengenalkan saya beberapa teknologi yang pada saat itu cukup baru buat saya. Di antaranya seperti sistem operasi Linux yang gratis dan lebih baik dari Windows, cara menyatukan potongan-potongan film dengan aplikasi HJSplit (pada zaman itu aplikasi seperti ini amat membantu), menginstal ulang laptop dengan USB Flash Drive, sampai membikin laptop jadi dual-boot. Semua pengetahuan itu awalnya saya dapatkan dari Cimz, kemudian saya pelajari lebih jauh sendirian.

Hingga hari ini rekomendasi-rekomendasi dari Cimz lewat pertemuan singkat kami beberapa kali selama dua semester masih saya ingat. Satu-satunya hal yang saya lupa adalah username Kaskus-nya, padahal saya ingin berbagi cendol. Sekarang saya adalah Kaskus Addict, meski Kaskus kini tak lagi seramai dulu.

Seingat saya, terakhir kali saya ketemu dengan Cimz adalah ketika kami sedang menjenguk salah satu dosen pengajar yang baru keluar dari rumah sakit. Kebetulan, rumah dosen ini tak jauh dari rumah Cimz, jadi saya sekalian mampir. Saya juga masih ingat obrolan singkat di teras rumah Cimz.

“Saya baru tau kalau rumah kamu sebelahan dengan dosen kita.”

“Iya,” jawab Cimz terkekeh. “Dia sering ke sini,” lanjut Cimz mengakui.

“Oh, ya?” saya beneran kaget.

“Iya,” jawab Cimz terkekeh, lagi. “Suka minta dibenerin laptopnya. Suka banyak virus.”

“Oh ya? Memangnya tidak pakai antivirus?”

“Pakai.”

“Apa?”

“Smadav.”
Copyright © N Firmansyah
Building Artifisial Newsletter.