Bandung Kota Hemat Listrik


"DAN
Bandung, bagiku, bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi." — Pidi Baiq.

Saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Kota Bandung pada akhir 2019. Setelah duduk dua jam lebih di dalam pesawat menuju Jakarta dari Makassar, saya lalu melanjutkan perjalanan menuju Bandung dengan mobil travel sesuai rekomendasi istri yang saat itu masih berstatus pacar. Setelah tiba di pool sebuah travel agency di Jalan Dipatiukur jelang Magrib, saya kemudian memesan GoCar menuju apartemen yang saya pesan lewat AirBnb jauh hari sebelumnya.

Di mobil, saya merasakan keanehan. Setelah beberapa menit perjalanan, saya pun memberanikan diri membuka obrolan dengan sopir. “Lagi mati listrik, ya, Pak?” tanya saya. “Oh, enggak, Mas. Emang biasanya begini,” jawab sopir. “Baru pertama ke Bandung, ya?” lanjut dia bertanya.

Emang biasanya begini.

Saya sedikit kaget mendengar pernyataan itu. Hingga selama beberapa hari berkeliling Bandung pada malam hari, saya menyaksikan sendiri betapa gelapnya kota ini. Tiba-tiba saya teringat lagu Kota Mati dari Peterpan. Jangan-jangan lagu ini terinspirasi dari kondisi kota tempat tinggal penciptanya, pikir saya.

Sebagai perbandingan, dulu di Makassar teman kakak saya pernah diberhentikan polisi gara-gara lupa nyalain lampu sepeda motornya. Saat itu, kami memulai perjalanan sore hari dari pinggiran kota dan tiba di area kota saat hari sudah gelap sehingga lupa menyalakan lampu motor (Saat itu lampu sepeda motor belum nyala otomatis seperti sekarang). Namun, kami tidak sadar karena jalanan sudah (atau masih) sangat terang. Akibatnya, teman kakak saya waktu itu harus menyogok polisi dengan "uang rokok" untuk bisa bebas dan melanjutkan perjalanan (Ini budaya yang seharusnya tidak untuk ditiru, tetapi praktiknya masih terjadi secara meluas dari Sabang hingga Puncak Jaya).

Karenanya, saya kaget saat tau Kota Bandung gelap sekali pada malam hari.

Sekarang saya sudah tiga tahunan tinggal dan jadi warga Kota Bandung. Dan karena bekerja dari rumah, saya jadi jarang keluar rumah. Palingan seminggu sekali ke pasar, atau ke rumah mertua yang kadang pulangnya pun sebelum malam sehingga saya tidak begitu tau kondisi terbaru kota malam hari. Namun karena beberapa waktu belakangan ini tiap ke rumah mertua bisanya selalu siang menuju sore, mau tidak mau harus pulang malam. Ternyata jalanan masih sungguh gelap gulita seperti tak ada pencahayaan sama sekali. Di beberapa titik bahkan beneran tidak ada pencahayaan sama sekali. Saya yang tadinya kesal dan jengkel, sekarang malah sedih. Sebuah kota yang dihuni jutaan orang, sering diromantisasi di dalam film, buku, dan di media sosial, nyatanya seperti kota yang tak terurus. Saya sampai kepikiran, jangan-jangan memang hemat listrik adalah program utama Pemerintah Kota Bandung.

Dan percaya atau tidak, tingkat kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir selalu meningkat. Bisa jadi salah satu alasannya adalah penerangan kota yang tidak memadai. Tahun 2021 terjadi 414 kecelakaan, lalu meningkat jadi 532 kasus pada tahun 2022, dan naik lagi pada tahun 2023 menjadi 9.104 kasus

Itu yang tercatat. Yang tidak tercatat bisa jadi lebih banyak.

Di negara maju, data seperti ini akan dianalisis, dicari tau penyebabnya, dan dibuatkan berbagai skenario yang nantinya akan menjadi solusi. Di Kota Bandung sendiri, pemerintah kota meluncurkan Salud atau Sadar Lalu Lintas Usia Dini, sebuah program yang menyasar anak usia enam sampai delapan tahun untuk dibekali pengetahuan akan kesadaran berlalu lintas.

Terdengar aneh? Sangat.

Niatnya memang baik: anak-anak usia dini lebih mudah paham dan mengingat, sehingga informasi ini akan mudah ditangkap dan diingat oleh mereka. Pertanyaannya: orang tua mana yang membiarkan anaknya yang berusia enam sampai delapan tahun berkendara sendiri di jalan raya?

Satu hal menarik yang cukup menggelitik saya adalah program lain bernama Smart City. Bandung adalah salah satu kota yang sudah mengimplementasikan konsep kota cerdas, dan saya adalah salah satu orang yang ikut berkontribusi dalam penerbitan naskah buku Gerakan Kota Cerdas (Smart City) oleh Kemkominfo beberapa tahun lalu. Di dalam naskah tersebut, tak sedikit pun Kota Bandung membahas penerangan jalan. Padahal, kalau mau mengelak bisa saja mereka memasukkan hemat listrik sebagai salah satu program. Celakanya, sekarang pejabatnya malah jadi tersangka korupsi smart city.

"Dan Bandung, bagiku, bukan hanya masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan pemerintah kota yang tidak peduli kotanya sendiri."

Bandung, oh Bandung.
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.