Halusinasi
Enggak
tau kenapa pagi ini jadi random dan melo banget. Pengin bilang penyebabnya
hujan, tapi setiap pagi juga hujan dan gue nggak pernah kayak gini sebelumnya.
Sejak
Elon Musk ngunggah video peluncuran mobil pertama ke luar angkasa di Instagramnya,
gue nggak berhenti nonton video itu berulang-ulang. Sampai-sampai gue meracuni
keponakan gue dengan video itu. Pokoknya bangun tidur, habis makan, mau tidur,
gue nonton terus video itu. Buat gue, apa yang dilakukan Musk adalah satu
langkah baru dan maju buat peradaban manusia. Siapa tau setelah ngirim mobil,
berikutnya bisa ngirim bus sama haltenya, atau ojek bersama pangkalannya, lalu
seratus tahun dari sekarang karena manusia terus berinovasi, kita jadi benar-benar
beraktivitas di ruang angkasa.
Bayangin
bangun pagi aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh bukan lagi lari keliling
lapangan, tapi meluncur keliling gugusan bintang. Naik ojek bukan lagi pakai
helm merek NHK, KYT, atau Arai, tapi helm proyek Imam Darto. Eh, salah. Maksud gue
helm merek NASA.
Bayangin
suasana kerja di kantor yang tadinya cuma bilik-bilik membosankan, kini jadi
pemandangan ruang angkasa yang benar-benar ruang angkasa. Freelancer yang kerjanya
sering dari kafe ke kafe, kini bisa ngejar deadline sambil tidur tengkurap di
cincin Saturnus. Dan, bos—yang maunya cuma terima beres—yang biasanya liburan
keliling Eropa, sekarang jadi keliling antariksa naik kapsul online yang
dibayar pakai voucher atau KapsulPay.
Dan
sepertinya menarik juga percakapan manusia di ruang angkasa nanti.
Manusia
1: Eh, Bro, lu tinggal di mana sekarang?
Manusia
2: Tadi di sana, Bro, tapi sekarang udah pindah. Tuh di sana tuh, tuh. Kalau lu
di mana?
Manusia
1: Gue sih masih di sana. Eh, enggak, ding, udah pindah. Sekarang di sana. Entar
lu mampir aja ke rumah gue. kalau nggak di sana, mungkin di sana. Cari aja.
Manusia
2: Ya udah, gue mau pergi kerja dulu, ojek gue udah jauh, lima bulan cahaya di
depan sana.
Rumahnya
melayang di angkasa.
Pastinya
nanti di ruang angkasa nggak ada lagi orang bank yang suka nyita rumah nasabah
yang menunggak, karena pasti bingung nyari rumah nasabahnya. Pastinya jenis
pekerjaan seperti itu bikin frustasi banget dan ketika ada yang nanya kenapa,
bakal dijawab: “Anu, gue mau nyita rumah nasabah yang nunggak, cuman rumahnya
udah nggak ada. Padahal tadi masih ada di sana. Xo xad.”
Yang
belum bisa gue bayangkan dari kehidupan di ruang angkasa adalah makan dan buang
air.
Bumi
itu luas, dan manusia bisa makan di rumah, di warung, atau di mana saja yang
mereka sukai. Bumi itu luas, tapi manusia nggak bisa buang air sembarangan,
jadi dibuat WC dan kamar mandi. Masalahnya, angkasa itu luas, dan manusia bisa
makan dan buang air di mana saja saking luasnya. Masalahnya lagi, WC yang
melayang-layang terlihat nggak lucu. Bayangin ketika kita lagi jalan-jalan ke
dekat atmosfer terus kebelet pipis, masuk WC, tapi pas keluar kita udah sampai
di permukaan bulan dan kantor pengumuman orang hilang ternyata jauh di
kabupaten Uranus sana. Lebih nggak lucu lagi kalau lagi makan terus ada tokai
melayang di depan kita. Hih.
Setelah
dipikir-pikir, ternyata kehidupan ruang angkasa itu ribet. Mungkin itu sebabnya
manusia lebih memilih mencari planet baru daripada memulai hidup dan aktivitas
di ruang angkasa.
Tapi
setelah dipikir-pikir lagi, kenapa gue jadi nulis kayak gini…
OKE.
Setelah
bangun pagi gue ngecek Instagram lagi dan nonton video Elon Musk lagi, gue ngecek
Twitter dan ketemu postingan
Mayang yang ngeshare tulisan tentang One OK Rock. Gue baca tulisannya yang
panjang itu sampai habis, dan penasaran sama One OK Rock. Setelah baca tulisan
itu, gue buka YouTube, dan mengetikkan “David Bowie – Life on Mars” di tab search.
Sorry to say, May, tapi kamu bukan influencer
yang baik.
Gara-gara
Elon Musk dan Life on Mars-nya David Bowie, gue jadi teringat Leave Out
All the Rest-nya Linkin Park. Kemudian gue teringat Chester Bennington dan
sepersekian detik kemudian kepala gue dipenuhi pikiran-pikiran tentang
kehidupan setelah kematian, kematian yang menyakitkan, dan kesedihan-kesedihan
pascakematian.
Semuanya
tentang kematian.
Apakah kehidupan
setelah kematian itu benar-benar ada?
Gak ada yang pernah membuktikan, kita hanya disuruh percaya. Munafik sekali. Setiap
kali diminta membuktikan, gue disuruh mati dulu. Jawaban yang cerdas sekali. Bekicot
kalau bisa ngomong jangan-jangan jawabannya bisa lebih masuk akal.
Reinkarnasi memang
beneran ada? Ada
yang percaya, ada yang enggak. Ngejelasinnya juga ribet. Kalau bloger junjungan
pasti bakal bilang “butuh 3 part buat ngejelasin ini semua” lalu bikin tulisan
yang penuh kata kunci biar bisa keindeks Google dan nongol di page one. Penjelasannya malah nggak ada.
Kayak video MIKIR Pandji Pragiwaksono tentang kenapa dia diam pascapilkada Jakarta.
Pokoknya malah bikin orang jadi mikir, ini orang udah gila apa udah nggak waras
sih.
Yang
bikin gue makin bingung juga sama teori reinkarnasi adalah, katanya manusia
bisa bereinkarnasi jadi apa saja selain manusia di kehidupan berikutnya. Beberapa
teman gue, sambil bercanda pernah ngomong kalau mereka pengin bereinkarnasi
jadi toples bengbeng, termos air panas, sampai tiang lampu taman. Terus gue
mikir, emang apa enaknya jadi benda mati yang sepanjang riwayatnya bergantung
sama manusia.
Toples
bengbeng kalau bengbengnya habis pasti diisi selain bengbeng. Krisis identitas.
Termos air panas kalau kelamaan didiemin juga kan jadi dingin. Krisis identitas.
Tiang lampu taman… eh, album Peterpan yang Taman Langit lagunya bagus-bagus. Udah
denger? Tau Peterpan, kan?
![]() |
Bukan yang ini... |
Setelah
kepikiran Elon Musk, Chester Bennington, dan pikiran-pikiran absurd tentang kematian, gue kemudian
teringat The Guardian of the Galaxy. Sama-sama ada benang merah; kehidupan luar
angkasa. Lalu pertanyaan semasa kecil muncul lagi.
Emang
benar alien itu ada?
Emang
benar ada makhluk lain mirip manusia yang hidup di luar bumi?
Emang
manusia beneran pernah ke bulan?
Atau
yang paling lancang…
Are
humans really created by God, or by aliens?
Atau,
bagaimana jika kita adalah alien itu sendiri?
Bacaan
gue beberapa minggu belakangan bikin gue menemukan benang merah dari pertanyaan-pertanyaan
gue di atas. Cuma gue nggak mau bahas itu di blog ini karena sepertinya terlalu
halusinasi, jadi gue membiarkannya mengambang dan berusaha menjawabnya
sendirian. Pada akhirnya, apa pun jawabannya kita akan tetap saling
menertawakan kenyataannya.