Dieng




Dieng.

Ada banyak keindahan yang tersembunyi di sana yang sampai hari ini belum bisa gue jangkau. Ada potongan surga yang terselip di balik bebatuan-bebatuan dan pepohonan-pepohonan di sepanjang sejuknya dataran tertinggi kedua setelah Nepal itu.

Sebenarnya nggak begitu banyak juga sih, tapi senggaknya ada lima lokasi eksotis di Dieng sana yang kelak akan gue kunjugi satu demi satu.

Pertama, Telaga Warna.
http://turistaindonesia.com/wp-content/uploads/2015/10/telaga-warna.jpg
Awas jatuh, Mz... via turistaindonesia.com

Telaga Warna adalah tempat pertama yang ingin gue kunjungi. Konon katanya, telaga ini adalah tempat mandinya para bidadari-bidadari dari kayangan. Versi lain, warna telaga ini disebabkan oleh cincin seorang bangsawan yang jatuh ke telaga. Gue nggak perlu menceritakan lebih jauh tentang kenapa warna air di telaga ini berbeda-beda, karena akan ada banyak versi. Bagi gue sendiri, nggak penting soal kenapa dan bagaimana, yang penting adalah menikmati keindahannya.

Tapi gue sendiri cenderung memercayai versi pertama, dan warna telaga yang berbeda-beda itu disebabkan oleh merk sabun para bidadari yang beda-beda juga. Sungguh pendapat yang ngaco, meski nggak lebih ngaco dari batu akik yang jatuh di sana.

Kedua, Bukit Sikunir.

Bukit Sikunir jelas sudah terkenal terutama di kalangan wisatawan. Tapi gue tetap penasaran ingin menyaksikan langsung matahari terbit dari puncak Sikunir dan itu berarti, gue harus menginap di hotel di Dieng kalo nggak mau ketinggalan salah satu momen sekali sehari itu. Bicara tentang hotel di Dieng, berarti gue harus ngecek dan booking tiket hotel secara online biar gampang dan murah nih.

Gue sebetulnya bisa saja menikmati pemandangan matahari terbit dari teras kosan gue, tapi menyaksikan sunrise dari ketinggian 2.200 mdpl jelas punya sensasi sendiri dibandingkan menontonnya dengan asal sambil duduk di teras.

Ketiga, Sumur Jalatunda.
http://www.wisatadieng.com/wp-content/uploads/2014/05/sumur-raksasa-jalatunda-6.jpg
Lempar yang kuat Pak...


“Hidup nggak benar-benar berarti tanpa adanya tantangan.”


 Sumur Jalatunda ini sebetulnya bukan sumur, tapi karena sebuah fenomena alam, air yang menggenang di sekitar lokasi itu membuatnya tampak jadi seperti sumur lalu akrablah Jalatunda dengan sebutan sumur. Sama seperti panggilan “Kakak” dan “Adek” yang nggak sengaja lalu tiba-tiba jadi akrab. UHUK!

Tantangan menuju Sumur Jalatunda sebetulnya nggak seberapa, hanya harus menaiki 257 anak tangga. Salah satu keinginan gue ketika sampai di anak tangga terakhir adalah mencari ibu tangganya melemparkan kerikil ke seberang sumur. Mitosnya, yang berhasil melakukannya permintaannya akan terkabul.

Dan gue bakal minta martabak satu kontener.

Keempat, Kawah.

Yang gue tau, ada beberapa kawah indah di Dieng yang selalu ramai dikunjungi. Sikidang, Candradimuka, dan Sileri adalah contohnya. Perpaduan hamparan bukit hijau dan tanah kapur di sekitar kawah adalah salah satu nikmat semesta yang sulit didustakan.

Kelima, Candi.

Candi adalah satu simbol kepariwisataan di Dieng. Jadi nggak lengkap rasanya kalo ke Dieng tapi nggak mengunjungi candinya. Mengujungi candi-candi ini juga akan menambah nuansa lebih, mengingat model bangunan candinya mengikuti bentuk bangunan candi di India dengan cirri khas arca dan relief yang menghiasi bangunan candi tersebut. Kapan lagi jalan-jalan di negeri sendiri tapi berasa di luar negeri, kan?
Cukup.

Lima lokasi itu bagi gue sudah cukup. Gue hanya tinggal menunggu waktu yang tepat akan membawa gue ke Dieng, tempat di mana potongan kecil surga terselip bersama para bidadari.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.