Dieng
Dieng.
Ada
banyak keindahan yang tersembunyi di sana yang sampai hari ini belum bisa gue
jangkau. Ada potongan surga yang terselip di balik bebatuan-bebatuan dan
pepohonan-pepohonan di sepanjang sejuknya dataran tertinggi kedua setelah Nepal
itu.
Sebenarnya
nggak begitu banyak juga sih, tapi senggaknya ada lima lokasi eksotis di Dieng
sana yang kelak akan gue kunjugi satu demi satu.
Pertama, Telaga
Warna.
Awas jatuh, Mz... via turistaindonesia.com |
Telaga
Warna adalah tempat pertama yang ingin gue kunjungi. Konon katanya, telaga ini
adalah tempat mandinya para bidadari-bidadari dari kayangan. Versi lain, warna
telaga ini disebabkan oleh cincin seorang bangsawan yang jatuh ke telaga. Gue nggak
perlu menceritakan lebih jauh tentang kenapa warna air di telaga ini berbeda-beda,
karena akan ada banyak versi. Bagi gue sendiri, nggak penting soal kenapa dan
bagaimana, yang penting adalah menikmati keindahannya.
Tapi
gue sendiri cenderung memercayai versi pertama, dan warna telaga yang
berbeda-beda itu disebabkan oleh merk sabun para bidadari yang beda-beda juga. Sungguh
pendapat yang ngaco, meski nggak lebih ngaco dari batu akik yang jatuh di sana.
Kedua, Bukit
Sikunir.
Bukit
Sikunir jelas sudah terkenal terutama di kalangan wisatawan. Tapi gue tetap
penasaran ingin menyaksikan langsung matahari terbit dari puncak Sikunir dan
itu berarti, gue harus menginap di hotel di Dieng kalo nggak mau ketinggalan
salah satu momen sekali sehari itu. Bicara tentang hotel di Dieng, berarti gue
harus ngecek dan booking tiket hotel secara online biar gampang dan murah nih.
Gue
sebetulnya bisa saja menikmati pemandangan matahari terbit dari teras kosan
gue, tapi menyaksikan sunrise dari
ketinggian 2.200 mdpl jelas punya sensasi sendiri dibandingkan menontonnya
dengan asal sambil duduk di teras.
Ketiga, Sumur
Jalatunda.
Lempar yang kuat Pak... |
“Hidup nggak benar-benar berarti tanpa adanya tantangan.”
Sumur Jalatunda ini sebetulnya bukan sumur,
tapi karena sebuah fenomena alam, air yang menggenang di sekitar lokasi itu
membuatnya tampak jadi seperti sumur lalu akrablah Jalatunda dengan sebutan
sumur. Sama seperti panggilan “Kakak” dan “Adek” yang nggak sengaja lalu
tiba-tiba jadi akrab. UHUK!
Tantangan
menuju Sumur Jalatunda sebetulnya nggak seberapa, hanya harus menaiki 257 anak
tangga. Salah satu keinginan gue ketika sampai di anak tangga terakhir adalah mencari
ibu tangganya melemparkan kerikil ke seberang sumur. Mitosnya, yang
berhasil melakukannya permintaannya akan terkabul.
Dan
gue bakal minta martabak satu kontener.
Keempat, Kawah.
Yang
gue tau, ada beberapa kawah indah di Dieng yang selalu ramai dikunjungi. Sikidang,
Candradimuka, dan Sileri adalah contohnya. Perpaduan hamparan bukit hijau dan
tanah kapur di sekitar kawah adalah salah satu nikmat semesta yang sulit
didustakan.
Kelima, Candi.
Candi
adalah satu simbol kepariwisataan di Dieng. Jadi nggak lengkap rasanya kalo ke
Dieng tapi nggak mengunjungi candinya. Mengujungi candi-candi ini juga akan
menambah nuansa lebih, mengingat model bangunan candinya mengikuti bentuk
bangunan candi di India dengan cirri khas arca dan relief yang menghiasi
bangunan candi tersebut. Kapan lagi jalan-jalan di negeri sendiri tapi berasa
di luar negeri, kan?
Cukup.
Lima
lokasi itu bagi gue sudah cukup. Gue hanya tinggal menunggu waktu yang tepat
akan membawa gue ke Dieng, tempat di mana potongan
kecil surga terselip bersama para bidadari.