Sebenarnya Ini Adalah Penyakit Turunan
via REALLIFEGLOBAL |
Menurut
salah satu halaman di Wikipedia, FoMO atau yang kalau dipanjangkan berarti Fear
of Missing Out, atau yang dalam bahasa Indonesia sederhana berarti Takut
Kehilangan akan Sesuatu, adalah sebuah gejala kekinian yang sedang jadi buah
bibir orang-orang kekinian di kehidupan maya.
Sebelum
membahasnya lebih jauh, mari kita baca dulu salah satu pengertiannya menurut
salah satu halaman di Wikipedia berikut ini…
Yang
kalau diartikan, kurang lebih seperti ini:
Takut Kehilangan Sesuatu (Fear of Missing Out) atau yang disingkat FoMO, adalah suatu bentuk kecemasan, kekhawatiran, atau ketakutan sosial. Fenomena ini menggambarkan perhatian obsesif pada interaksi sosial, perasaan kehilangan pengalaman yang tidak biasa, atau acara memuaskan lain yang memaksa agar kita menjadi up to date alias kekinian. Perasaan-perasaan ini dikaitkan dengan teknologi modern seperti sekarang ini, dalam artian, gadget dan media sosial. FoMO sendiri adalah sebuah penyakit yang tidak diakui secara medis.
Panjang
juga ternyata.
Intinya
adalah, FoMO adalah rasa keingintahuan yang begitu tinggi tentang perkembangan sesuatu
hal.
Terus
apa bedanya dengan KEPO?
Menurut
gue, KEPO dan FoMO secara garis besar sama saja, yaitu rasa ingin tahu yang
berlebihan. FoMO adalah rasa keingintahuan tentang sesuatu hal yang sedang
menjadi buah bibir di media sosial. Kalau di Twitter namanya Trending Topic, kalau di Facebook (mungkin) namanya News Feed. Sedangkan
KEPO, seperti kepanjangannya, Knowing Every Particular Object, adalah sebuah
perasaan ingin tahu yang berlebihannya melebihi FoMO. FoMO hanya rasa takut
akan kehilangan berita-berita terbaru seperti: Jokowi ternyata nggak nyari
kecebong di Raja Ampat, sedangkan KEPO lebih dari itu. Ketika mengetahui bahwa
Jokowi ternyata nggak nyari kecebong waktu di Raja Ampat, orang-orang yang
terkena sindrom KEPO nggak akan berenti sampai di situ. Mereka akan terus
menelusuri apa yang sebenarnya Jokowi cari di Raja Ampat kalau bukan kecebong?
Apakah anak katak, atau calon kodok?
Tetapi
yang muncul di media, FoMO justru lebih menyeramkan daripada KEPO. KEPO lebih
cenderung dijadikan plesetan. Padahal gejala awal penyakit FoMO dan KEPO ini
sama saja: nggak bisa jauh-jauh dari gadget dan akses internet agar tidak
ketinggalan berita-berita yang sedang beredar.
Tetapi,
kalau mau membahas jauh ke belakang. Penyakit FoMO ataupun KEPO ini sebetulnya
sudah ada sejak sebelum gadget belum sepopuler sekarang ini.
Gue
akan memulai dari keluarga gue.
Setiap
pagi, setelah salat subuh, bokap akan menyetel televisi dan mencari siaran TV
yang menyiarkan berita, sebut saja Liputan 7 Pagi, Mitra Pagi, atau Kabar Apa
Indonesia Pagi. Bokap akan duduk tenang menonton berita paling nggak sejam
sebelum memulai aktifitasnya. Ketika musim hujan tiba, sering terjadi pemadaman
listrik pagi-pagi dan bokap nggak bisa nonton berita, bokap pun marah-marah
karena nggak bisa tau berita apa yang sedang ngehits. Ketika gue mindahin siaran
ke acara kartun, bokap akan marah-marah dan ganti siaran ke berita lagi.
Ketika
gue menginap di rumah beberapa sepupu, kejadian yang sama juga terjadi setiap
paginya.
Lalu?
Kesimpulannya
adalah… fenomena (atau kalau disebut penyakit) FoMO dan/atau KEPO adalah
fenomena turunan dari para orang-orangtua kita dahulu, hanya saja media yang
digunakan berbeda dan pemberitaan di media-media nggak semenyeramkan yang ada
sekarang. Kemudahan akses berita yang teramat mudah sekarang membuat kita jadi
kesulitan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, atau yang lebih parah:
mana yang benar dan mana yang salah. Satu hal yang pasti adalah… cowok selalu
salah dan women always right.