Dare to Dream, Dare to Be Writer!
![]() |
FOTO: FLICKR |
Menjadi
penulis adalah cita-citaku sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Tapi aku
baru betul-betul menyadarinya saat aku duduk di semester keempat bangku kuliah.
Perjalanan yang sangat panjang untuk menyadari sesuatu. Saat itu aku sedang
membersihkan gudang penyimpanan barang bekas yang akan direnovasi menjadi kamar
tamu. Aku menemukan tumpukan buku-buku catatan saat SD bersama tumpukan buku
SMP dan SMA di atasnya. Tumpukan buku-buku itu sudah sangat berdebu, usang,
kertasnya berubah warna, dan tulisannya nyaris tak terbaca lagi. Aku hanya
membuka selembar demi selembar, kadang beberapa lembar sekaligus, membaca
tulisan di sudut-sudut kertas, tulisan yang tidak formal untuk sebuah buku
catatan. Aku membaca coretan-coretan yang selalu kutulis ketika aku merasa
bosan mendengarkan guru menerangkan pelajaran, ketika jam istirahat tapi tak
ada yang mengajakku bermain karena aku pendiam, dan ketika jam pelajaran
seharusnya berlangsung tetapi kelas ribut, tak ada yang mengajar.
Lalu
coretan-coretan lucu yang membuatku menggariskan senyum sesaat itu berhenti. Berhenti
pada sebuah catatan singkat, tetapi akan sangat panjang pada masa itu.
Tulisan
singkat itu berisi tulisan tanganku mengomentari pertandingan bola yang
kutonton malam harinya. Aku memang menyukai sepakbola sejak kecil, saking
menyukainya, aku menuliskannya teramat detil di catatan itu. Teramat detil untuk
ukuran penulis di usiaku saat itu.
Lalu
aku kembali menemukan catatan pendukung
di buku catatan SMP dan SMA-ku. Berisi curhatan saat aku pertama kali mengenal
cinta dan cerita-cerita pendek yang... aku akui, terlalu pendek untuk penulis
sekolah menengah atas. Mungkin sependek yang kutulis di sekolah dasar dan
kurasa panjang.
Dari
situ, aku mulai mengerti apa tujuanku sebenarnya.
Sejak
bersekolah, aku bingung ingin jadi apa aku saat besar nanti. Aku tahu,
keinginanku menjadi polisi—saat kecil—tidak mungkin tercapai karena tubuh
kurusku akan membuatku langsung tereliminasi saat ujian berat badan, sudah
pasti di bawah standar. Jauh. Keinginanku menjadi guru juga sudah pasti hanya
akan jadi mimpi, jangankan berbicara di depan puluhan siswa, berbicara dengan
satu lawan jenisku saja aku kadang sangat gugup.
Perlahan,
aku mulai mengasah kemampuan yang baru aku sadari ini. Kumulai dari menulis
kalimat pembuka yang puitis dan kadang kompleks, membuat pargraf, lalu
menyelesaikan sebuah cerita pendek.
Aku
berhasil. Tapi, aku tahu, semua tulisan-tulisanku hanya akan menjadi sekadar
cerita-cerita tidak berharga sampai akhirnya aku memberanikan diri menebalkan
halamannya menjadi sebuah novel dan mengirimkannya ke penerbit. Aku mulai rajin
menulis sejak pertengahan 2013 dan hingga kini sudah beberapa naskah cerpenku
berhasil lolos dan diterbitkan dalam bentuk antologi cerpen, namun semua itu
belum membuatku puas. Bagiku, kepuasan sesungguhnya ketika satu buku berhasil
terbit dan seluruh isinya adalah hasil dari pemikiranku seutuhnya.
Sebulan
terakhir, aku sedang menyibukkan diriku, larut dalam cerita yang kutulis
sendiri. Berharap semua berjalan lancar dan bisa kuselesaikan tiga bulan lagi
(bulan Agustus) menjadi sebuah naskah novel utuh. Jika aku tidak
menyelesaikannya dalam batas waktu yang sudah kubuat, aku akan merasa sedih
tentu saja, gagal dan paling tidak akan membuatku ragu untuk bangkit kembali.
Tetapi, aku percaya pada diriku, pada kemampuanku bahwa aku bisa
menyelesaikannya. Aku tidak mungkin membuat diriku gagal dengan tidak
menyelesaikan apa yang sudah aku mulai.
I DECLARE, I WILL ACCOMPLISH MY DREAMS!