Misteri di Balik Pilihan
FOTO: TREYBAILEY.NET |
Hidup
selalu penuh dengan pilihan. Bahkan, memilih untuk tidak memilih pun adalah
sebuah pilihan. Begitu juga dalam kehidupan percintaan. Berpacaran, menikah,
LDR-an, kakak-adek-an, dan jomblo (bahasa kerennya single), semuanya adalah sebuah pilihan hidup. Ada orang yang
memilih berpacaran karena merasa cocok, ada yang memilih menikah karena merasa
sudah mantap dan mapan, ada yang memilih LDR karena orang dekat yang menjauh
dan nggak bisa “diandalkan”, ada yang memilih menjadi kakak-adek aja biar bisa
tetap dekat walaupun nggak bisa lebih dari itu, dan ada yang memilih jadi
jomblo karena... (mungkin) nggak ada yang memilihnya dan (mungkin juga) nggak
punya pilihan lain.
Selain
penuh pilihan, hidup juga penuh misteri. Setelah memilih, pilihan itu nggak
langsung menjawab bahwa pilihan itu baik atau buruk, ke depannya belum ada yang
tau. Orang yang cocok dan memilih berpacaran nggak pernah menjamin mereka bakal
mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih tinggi. Pun pernikahan.
Setelah menikah juga nggak ada jaminan akan kebahagian dan kenyamanan.
Pilihan-pilihan selanjutnya yang penuh misteri akan selalu datang silih
berganti.
Misteri di balik
pilihan akan terkuak setelah pilihan itu dijalani, tidak setelah dipilih.
Sering
banget gue menemukan orang-orang yang menjalani hubungan LDR lalu di-bully oleh
teman-temannya, menyamakan mereka dengan jomblo. Padahal LDR itu kan juga pacaran,
walaupun pacaran jarak jauh. Meskipun waktunya sama hape lebih banyak daripada
pacar, tapi tetap saja mereka pacaran, kan? Apa yang salah dengan LDR?
Senggaknya, gue punya teman untuk berbagi duka-sedih-suka-senang, walaupun terpisah
jarak dan terhalang layar laptop karena cuma bisa bertatap muka lewat Skype.
Selalu ada misteri di
balik semua pilihan.
Mungkin
kelihatannya simpel. Tapi ada orang yang bilang, di balik sebuah kesederhanaan
dibutuhkan sebuah kerumitan untuk membuatnya. Misalnya, memilih untuk sendiri
dalam waktu yang lama sampai menemukan yang benar-benar cocok. Seandainya kamu
memilih untuk berpasangan, kadar kebahagiaannya belum tentu sama. Kamu
(terpaksa) memilih untuk sendiri bisa saja karena kamu sedang diajari
kedewasaan oleh Tuhan sebelum dipertemukan dengan pasangan yang benar-benar
cocok atau untuk memahami lebih dalam arti sebuah kebersamaan.
Semakin
dewasa, pilihan akan menjadi semakin sulit, padahal sebenarnya sederhana.
Mungkin kalo gue bilang, sesederhana membalikkan telapak tangan. Tetapi pola
pikir dewasa kita membuatnya serumit menyusun rumus fisika dan kimia.
Saat
tamat SD, kita hanya diberi pilihan melanjutkan sekolah ke SMP 1 atau SMP 2.
Selesai SMP, pilihannya SMA 1 atau SMA 2. Tetapi setelah kuliah selesai (atau
sedang berjalan) pilihan semakin banyak dan kita dituntut untuk berpikir dewasa
dalam menyikapi dan memilih pilihan yang paling tepat. I know you know what I mean.
***
Terlepas
dari itu semua, menjadi sendiri, berpasangan ataupun LDR adalah sebuah pilihan
yang menentukan sikap dan membentuk karakter. Selamat belajar, selamat bertemu
dengan pilihan-pilihan selanjutnya, dan, tetaplah memilih dengan bijak!