Tulisan Hati: Untuk Perempuan(ku)
Kepadamu,
perempuan yang (selalu merasa) benar.
Masihkah
kau ingat saat kita tertawa bersama? Masihkah kau ingat saat kita bertengkar
karena hal yang tidak penting? Saling gengsi untuk saling memberi kabar lebih
dulu. Saat kita saling mengucap rindu lewat pesan singkat ketika kita terpisah
jarak. Dan masihkah kau ingat ketika kita begitu mudahnya melontarkan kata
“putus” untuk masalah sepele saat akal sehat sama-sama tak sedang bersama kita?
Tanpa peduli beratnya perjuanganku menaklukkan hatimu? Masihkah kau ingat semua
itu?
Aku,
lelaki, tak akan pernah melupakan itu.
Ketahuilah.
Perpisahan adalah hal yang pasti adanya. Ketika kita sedang berbahagia, aku tak
pernah sepenuhnya merasakan bahagia itu. Karena aku tahu pasti, setelah ini
akan ada sedih yang menghampiri. Dan sedih itu, bahkan sudah terselip di
pikiranku saat kita masih kau masih terlena dalam bahagia kita.
Dulu
kau pernah bercerita kepadaku, saat kita sudah seharian penuh tak dikabari dan
rupanya kita saling menunggu untuk dikabari. Kau menulis panjang, memaki-maki
aku, tapi nyatanya semua berakhir di kotak draft.
Tak pernah terkirim.
Tahukah,
itu juga yang kulakukan saat itu.
Pernah
juga sekali waktu kita bertengkar hebat hanya karena hal sepele. Saat aku
melarangmu mandi sore karena sedang flu, tapi kau mengabaikan itu. Dan aku,
tentu saja marah. Lalu setelahnya, kau balik marah dan kita kembali bertengkar
hebat...
Lalu
kita diam, saling tak mengganggu. Tak saling tegur, tak saling sapa.
Perempuanku,
ketika aku memaksa diriku untuk bilang “jangan ganggu aku” ketahuilah, saat
itulah aku benar-benar membutuhkanmu. Tapi (mungkin) kau takkan pernah tahu
itu.
Tapi
untungnya, aku selalu bisa merendahkan egoku untuk mulai memberi sinyal damai
duluan.
Pada
akhirnya, akulah yang mulai mengedit dan mem-forward pesan singkat itu dari kotak draft. Pada akhirnya, akulah yang meminta maaf untuk kesalahan yang
sebenarnya kau yang buat. Dan pada akhirnya... aku mengalah untuk semuanya.
Demi hubungan kita.
Maka
masih adakah alasan untuk men-judge
bahwa lelaki selalu salah dan wanita selalu benar? Aku pikir, itu adalah
ungkapan paling keterlaluan yang pernah ada yang menyudutkan aku dan laki-laki
mana pun. Dan anehnya, wanita mengamini ungkapan bodoh itu!
Tapi
ingatlah ini, semua akan sampai pada titik di mana tidak ada lagi alasan bagi
laki-laki untuk bertahan. Maka pada saat itu, masihkah pesan singkat itu
tersimpan di draft? Masihkah ego
lebih tinggi dari rasa itu sendiri? Dan masihkah lelaki yang harus mengalah
untuk semuanya? Mustahil.