Mendadak Biru
Mendadak
Biru. Mungkin itu emang judul yang paling tepat buat cerita gue kali ini. Entah
kenapa, belakangan ini jadi semakin menyukai warna biru. Baik itu biru muda,
biru tua, biru tipis, biru tebal, ataupun uang biru. Semuanya gue suka. Tapi
biru yang paling gue suka adalah biru yang ada gambar pahlawannya.
Gue
nggak ingat kapan tepatnya gue menyukai warna universal ini. Iya, buat gue,
biru itu warna yang universal. Banget. Coba aja liat, langit warnanya biru
(berlaku di siang hari, nggak malam hari), laut warnanya biru. Itu sudah lebih
dari cukup bilang biru adalah warna yang universal. Kalo Nokia adalah handphone
sejuta umat, maka biru adalah warna sejuta umat.
Dan,
ternyata, gue bukan satu-satunya orang yang menyukai warna biru. Iyalah.
Setelah
gue nggak perhatikan, ternyata biru memang warna yang menarik...
Coba
aja perhatikan, Facebook adalah media sosial yang menuhankan warna biru. Dan,
laris. Instagram. Laris. Twitter juga punya unsure biru yang dominan di
tampilan home. Tmblr (ini bacanya gimana sih, tumbler, apa tambeler?) juga pake
embel-embel biru. Dan, yang terakhir, gue baru sadar kalo sebagian besar
koleksi baju-baju gue, adalah warna biru. Dan gue baru sadari itu beberapa hari
terakhir ini.
Gue
tau ini tulisan yang nggak penting. Tapi gue pengen cerita sedikit lebih
banyak. Barangkali dua-tiga kalimat lagi.
Gue
ingat betul, gue terakhir kali mengaku menyukai warna biru, waktu SD. Saat main
me-ji-ku-hi-bi-ni-u bareng teman-teman dan gue selalu memilih warna biru dengan
alas an itu adalah warna favorit gue.
Tapi
makin ke sini, biru di “tab” favorit gue semakin memudar. Berganti menjadi
merah dan hitam, mungkin biar terlihat keren aja karena warna itu identik
dengan label rocker yang notabene-nya keren untuk dipamer. Terkesan gaul, walau
nggak dari hati. Pada akhirnya, gue menyadari kalo memang pada dasarnya gue
lebih tertarik untuk memandangi benda-benda atau hal-hal yang memiliki unsur
biru.
Satu
hal, terkadang orang sulit menemukan power dalam dirinya karena terlalu lama
berpura-pura menyukai hal yang sebenarnya mereka nggak begitu sukai. Nggak
menjalani dengan hati, tapi keterpaksaan.