Bersama Bintang
![]() |
Pixabay on Pexels. |
Judul : Bersama Bintang
Penyanyi : Drive
Album : Maia and Friends
Tahun : 2008
Waktu
SMP, sekelas pernah dikasih tugas praktik oleh guru Kesenian. Tugasnya adalah,
menampilkan sebuah kesenian di depan kelas baik itu seni tari, seni musik, seni
rupa, dan seni-seni lain kecuali air seni. Kami diberi waktu seminggu untuk
menentukan penampilan, dan tampilnya boleh berkelompok atau sendirian.
Teman-teman
kelas yang perempuan kebanyakan memilih berkelompok dan memilih seni tari untuk
ditampilkan, sementara yang laki-laki bingung mau ngapain. Termasuk gue.
Gue
melirik teman sebangku gue.
“Supri,
kamu mau ngapain?” tanya gue ke Adi yang nama lengkapnya Supriadi.
“Main
biola aja deh,” jawab Adi yang marah gue panggil Supri. Gue megang biola aja
nggak pernah.
Gue
melirik ke depan.
“Anto,
kalau kamu mau ngapain?” tanya gue ke Hendri yang nama panjangnya Hendrianto.
Dia
berpikir sebentar.
“Gitar
aja sih paling,” jawabnya enteng.
Gue
melirik ke sekeliling kelas. Gue liat salah seorang teman yang meringkuk gugup
di belakang.
“Eh,
Kekasih. Kalau kamu mau ngapain?” teriak gue ke Indra Parakasih, teman kelas
yang paling pendiam.
“NAMA
SAYA INDRA!” balasnya marah.
“Iya,
Sayang. Kekasihku jangan marah, ya,” jawab gue sambil tertawa. “Jadi kamu mau
bawain apa?”
“Bawain
lagu Padamu Negeri pake recoder, biar cepet.”
“Oh,
oke.”
Gue
melirik lagi seisi kelas terus diam sambil mikir mau ngapain.
“KAMU
SENDIRI MAU NGAPAIN, FIRMAN?” teriak hampir seisi kelas. “DARI TADI NANYA MULU!”
Gue
menjawab sambil tertawa, “Nah, itu dia. Saya nggak tau mau ngapain. Makanya nanya-nanya
dulu.”
Lalu
gue dikeroyok.
Sepulang
sekolah gue datengin rumah teman-teman kelas satu per satu buat nanyain mereka
mau bawain seni apa dan bagaimana dan bagaimana. Beberapa teman menjawab
seperti di kelas tadi; main gitar seperti Anto, main recoder bawain lagu wajib
nasional, ada yang main mini keyboard (yang ditiup dulu baru bisa bunyi ya,
namanya apa sih, gue lupa). Intinya sekitar 80 persen laki-lakinya memilih main
gitar (yang nggak milih gitar memang karena nggak bisa main gitar) dan cuma
Supriadi yang beda sendiri dengan biolanya. Tapi karena gue nggak pengen jadi
orang yang mainstream, maka gue pun mencoba seni yang baru.
Main
gitar.
Tapi
gitarnya gue tinggal di rumah.
Ya
enggak lah!
Gue
akhirnya memilih main gitar karena nggak bisa main biola, niup recoder, apalagi
keyboard. Gitar adalah satu-satunya alat musik yang bisa gue mainkan sampai
sekarang. Maka dari itu gue memutuskan untuk main gitar juga aja.
Seni
musik. Oke.
Selanjutnya
adalah memilih lagunya. Khusus untuk seni musik, guru Kesenian membebaskan lagu
yang dibawakan. Nilai tambah untuk lagu wajib nasional. Tapi karena lagu wajib
menurut gue cukup susah, jadi gue nggak kepikiran ke arah sana. Yang gue
pikirkan saat itu adalah gimana caranya praktikum ini bisa cepat selesai.
Belum
mulai udah pengin selesai. Kan gokil.
Setelah
ngobrol ke sana-kemari dengan teman-teman yang juga milih main gitar, gue pun
akhirnya memilih lagu Bersama Bintang dari Drive. Alasannya tentu saja karena
chord-nya gampang, lirik lagunya udah hafal, durasinya nggak kelamaan, dan lagu
itu paling hits saat itu. Pokoknya sepanjang siang dan malam sepulang sekolah
gue terus-terusan main gitar bawain Bersama Bintang-nya Drive.
Minggu
pertama hanya beberapa orang yang kebagian waktu tampil karena waktu itu hari
Jumat dan beberapa orang durasi tampilnya kelamaan. Karena nama gue di absensi agak
di bawah dan tampilnya berurut (kecuali yang berkelompok), gue baru kebagian
waktu tampil di minggu ketiga. Padahal gue udah menggebu-gebu tampil di minggu
pertama. Minggu kedua semangat gue buat tampil udah mulai hilang, dan minggu
ketiga semangat gue berubah jadi bete dan bosan yang berujung gugup.
Di
minggu ketiga, hari di mana seharusnya gue tampil, tali gitar gue tiba-tiba
putus.
Gue
berniat keluar buat beli senar, tapi kelas dimulai sebentar lagi dan gue juga
khawatir nggak dikasih izin buat keluar karena waktu itu sekelas laki-laki
emang lagi musuhan sama satpam sekolah karena rese. Mau pinjam gitar juga nggak
bisa karena yang belum tampil main gitar sisa gue, jadi cuma ada satu gitar.
Lalu entah kenapa gue kepikiran buat lapor ke guru Kesenian gue padahal dikasih
solusi juga belum tentu.
Gue
mendatangi guru gue di ruangan guru.
Setelah
menjelaskan apa yang menimpa gue, guru gue yang cantik jelita dan murah senyum
itu cuma senyum sambil ngasih kode nyuruh balik ke kelas. Tiba di kelas, beliau
mengeluarkan kalimat yang entah gue harus merespons dengan gembira, atau sedih.
“Anak-anak,
hari ini saya sedang ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Terima kasih
untuk yang sudah tampil, dan yang belum tampil, kita anggap saja sudah selesai.
Toh, seni yang ditampilkan sama saja dan sudah ada perwakilannya masing-masing.”
Lalu
kelas bubar.