Ryan dan Pohon Jambu di Samping Rumah
Rumah Sejuta Martabak
Yogyakarta City, Indonesia
Tiba-tiba
gue teringat Ryan, sepupu gue yang hanya dekat dengan gue ketika SD. Sekarang
gue nggak tau dia di mana, sudah seperti apa, dan sedang sibuk ngapain. Yang
jelas dia nggak lagi sibuk akting karena dia bukan Ryan Gosling apalagi Ryan
Reynolds, nggak lagi sibuk nulis karena dia bukan Ryan-di Rachman, dan pasti nggak
sedang sibuk nyanyi karena dia juga bukan Ryan D’Masiv.
Gue
bahkan nggak ingat nama lengkapnya. Gue bahkan juga udah lupa-lupa ingat
mukanya seperti apa. Yang paling parah, gue bahkan nggak tau dia masih hidup
atau sudah almarhum.
Tiba-tiba
saja gue teringat dia..
…dan
satu momen yang entah kenapa tidak pernah bisa gue lupakan padahal kejadiannya
tidak begitu istimewa dan hanya berlangsung beberapa menit.
Gue
lupa kapan tepatnya kejadian itu, tapi kalau nggak salah waktu itu gue masih
kelas empat SD sedangkan Ryan saat itu sudah nggak sekolah padahal gue masih
seumuran sama dia. Kalaupun tuaan gue, mungkin cuma dua atau tiga bulan. Ryan
putus sekolah bukan karena nggak mampu, tapi karena bandelnya minta ampun, dan
keluarganya sering berpindah-pindah tempat tinggal. Dalam setahun mereka bisa
pindah tempat tinggal sampai empat kali. Entah apa alasannya, nggak ada yang
pernah menanyakan.
Di
samping rumah gue waktu itu ada pohon jambu, jambu batu yang buahnya nggak
pernah mengecewakan. Walaupun masih kecil-kecil tapi manis semua. Siang itu gue
dan Ryan sama-sama ada di atas pohon jambu itu. Ryan udah ngabisin beberapa
buah, sementara gue cuma ngeliatin dia makan sambil senyum-senyum.
“Ayolah,
makanlah,” rayunya berkali-kali.
“Nda,
ah!” tolak gue masih sambil senyum-senyum.
Ryan
makan jambunya sambil senyum-senyum ke gue, gue ngeliatin Ryan makan jambu
sambil senyum-senyum. Gue nulis ini sambil ketawa ngebayanginnya. Hahaha.
Lalu
gue naik ke ranting yang lebih tinggi, sambil sesekali ngeliatin Ryan ke bawah.
Nggak lama, Ryan nyusul ke atas. Lalu dia makan jambu lagi, lalu tanpa sadar
gue memetik satu jambu yang keliatannya manis banget. Dan kali ini buahnya
cukup besar. Tanpa ba-bi-bu gue langsung gigit jambu itu.
Enak.
Manis.
Isi
dalamnya merah jambu.
Merona.
Rasanya
itu adalah jambu terenak yang pernah gue makan seumur hidup.
Lalu
Ryan teriak ke gue sambil ketawa penuh kemenangan, “YA, KAMU NDAK PUASA YA?! YA
HAYO! NDAK PUASA! HAHAHA!”
Spontan
gue langsung memuntahkan jambu yang enak itu dari mulut gue, dan menelan
sedikit manis yang tersisa.
Waktu
itu memang lagi bulan puasa, dan gue dijanjiin tas baru oleh bokap kalau gue
bisa menahan puasa selama sebulan penuh dan saat itu sebentar lagi lebaran. Gue
jadi khawatir puasa gue batal meskipun gue udah tau kalau puasa nggak akan
batal kalau makannya karena nggak sengaja.
Gue
takut Ryan ngelapor ke bokap dan gue nggak jadi dibeliin tas baru hanya
gara-gara segigit jambu yang akhirnya gue muntahin juga.
Tapi
kenyataannya Ryan tidak pernah melakukan itu. Kejadian gue gigit jambu itu
seolah-olah nggak pernah terjadi, Ryan nggak pernah menceritakannya ke
siapa-siapa termasuk membahasnya bersama gue, dan bokap gue juga nggak pernah
tau. Setelah lebaran gue dibelikan tas baru dan bonus nggak usah puasa pas hari
terakhir. Maklum, kelas empat SD udah sanggup puasa full-time itu udah luar
biasa.
Yang
terjadi setelah Ryan menertawai gue di atas pohoh jambu itu adalah, kami berdua
turun lalu lanjut main catur di teras rumah. Beberapa kali mata kami
bertatapan, lalu sama-sama tertawa. Gue tau apa yang dipikirkan Ryan saat itu
pasti adalah kejadian di pohon jambu tadi. Kami menertawainya seolah memang itu
hanyalah hal biasa.
Tapi
entah kenapa, gue suka cara Ryan tertawa. Tawanya tidak berlebihan, tidak juga
kurang. Gue merasakan sesuatu yang damai dari senyumnya. Sebuah kedamaian dari
dalam yang ditularkan ke gue. Gara-gara senyum itu gue tidak pernah lupa dengan
kejadian beberapa menit di atas pohon jambu itu meskipun wajah utuh Ryan
sendiri sudah samar-samar di ingatan gue.
Maklum,
itu sudah hampir 20 tahun yang lalu. Ingatan gue tentang Ryan yang paling
teringat betul-betul hanya kejadian di atas pohon jambu, dan senyumnya setelah
itu. Selain itu benar-benar tidak ada lagi, gue bersumpah.
Mungkin kadang-kadang memori tidak perlu mengingat segala hal secara utuh, cukup hal-hal yang mendamaikan agar kita punya alasan untuk tetap bersyukur dalam hidup.
Ditulis di Yogyakarta, 12 Januari 2017, pukul 20:45 dalam keadaan merindukan Ryan, sepupu gue yang… entahlah, gue benar-benar merindukannya secara tiba-tiba. Semoga dia selalu dalam lindungan-Nya.