Karma Parkir Bus dan Ironi Pemain Termahal Dunia

Rumah Sejuta Martabak Yogyakarta City, Indonesia
via THE SUN
Laga dua klub terbaik kota Manchester yang belakangan di media sosial ramai dengan sebutan Manchester Derby sudah berakhir dengan skor 1-2 untuk kemenangan tim tamu, Manchester Biru. Dua pemain kunci kedua kesebelasan, Zlatan Ibrahimovic untuk Manchester United dan Kevin de Bruyne untuk Manchester City sama-sama mencatatkan namanya di papan skor, tapi Kelechi Iheanaco-lah penentu kemenangan untuk The Citiyzen kali ini. Bukan hanya gol, pria kelahiran Nigeria, 3 Oktober 1996 ini juga mencatatkan satu assist dari tendangan jarak jauh sebelum akhirnya dikonversi menjadi gol oleh De Bruyne. Padahal sejatinya, Pep nggak mungkin memasang Iheanacho sebagai starter seandainya Sergio Aguero nggak sedang dilanda larangan bertanding akibat menyikut Reid, bek West Ham United pada menit ke-76 dua pekan sebelumnya ketika City keluar sebagai pemenang dengan skor 3-1 di Etihad Stadium.

Tapi, mari kita kesampingkan soal hasil pertandingan ini dulu. Ada hal lain yang menurut gue lebih menarik untuk dibahas ketimbang skor akhir ataupun ball possession yang terlihat berbeda dari kenyataan yang ada di lapangan.

Yang pertama, karma dalam kehidupan termasuk sepakbola selalu berlaku. Sejak melatih, Jose Mourinho terkenal dengan gaya permainan bertahan yang mengandalkan serangan balik atau yang kita kenal dengan negative football. Gaya permainan ini dibawa Mou ke mana-mana, keliling Eropa untuk memenangkan berbagai macam gelar di berbagai klub seperti Intermilan, Chelsea, Real Madrid, hingga akhirnya kembali berakhir di Chelsea lalu dikenal dengan istilah parkir bus. Mou yang tidak tahan dengan sepakbola indah ala Samba Brazil atau total football Belanda yang diperagakan Barcelona atau Bayern Munchen terpaksa melakukan taktik itu untuk meredam timnya kebobolan lebih banyak sambil berharap keajaiban lewat serangan balik lalu keluar sebagai pemenang di akhir pertandingan.

Sekarang lihat apa yang terjadi pada pertandingan Manchester Derby kemarin? Pep Guardiola yang notabene adalah pengusung dan pencinta sepakbola indah, dipaksa oleh seorang pelatih yang gemar memarkir bus, untuk balik memarkir bus. Pep menjadi Mou, Mou menjadi Pep. Mourinho menarik Luke Shaw keluar pada menit 81 dan menggantikannya dengan Martial untuk menyerang pertahanan City habis-habisan. Hasilnya, Pep terpaksa memainkan sepakbola negatif dengan memasang lima bek flat untuk meredam amarah para Setan Merah yang haus kemenangan di kandang sendiri.

Karma memang berlaku, dan tidak ada yang tahu kapan akan datang. Meski pulang dengan kemenangan dan tiga poin di tangan, tapi malam itu Pep merasakan karmanya, di Theatre of Dream, kandang para setan. Mungkin kesalahan kecil Mourinho yang perlu diperbaiki adalah kekeliriunnya memasang Jesse Lingard dan Henrik Mkhitaryan sebagai starter, ia keliru melihat permainan bagus Miki dan Lingard di pertandingan sebelumnya dan buru-buru memasukannya sebagai starter di Manchester Derby kali ini. Kalau ingin melihat lebih jauh, Miki seharusnya sudah diganti sejak 20 menit pertama, tetapi jelas hal itu akan merusak moral pemain sehingga Mou sudah melakukan hal yang tepat meskipun berujung kekalahan untuk timnya. Mourinho dengan cepat mengetahui kesalahannya dan langsung mengganti Mkhitaryan dan Lingard dengan Herrera dan Rashford sebelum babak kedua bergulir, tapi Guardiola pun sudah membaca letak kesalahan Mou dan bermain lebih hati-hati karena sudah unggul satu gol. Di babak kedua permainan United memang jadi lebih hidup dan peluang lebih banyak tercipta dari berbagai lini, tapi sepakan Rashford di menit 70 yang sempat mengenai betis Zlatan Ibrahimovic menjadi peluang emas terakhir MU di partai derby kali ini. Goal disallowed, offside position.

Lalu kesalahan kecil Mourinho yang terakhir adalah, ketidakberaniannya menarik Paul Pogba keluar alih-alih memasukkan Ander Herrera dan Rashford untuk Lingard dan Mkhitaryan. Padahal, di bangku cadangan Manchester Merah ada Juan Mata yang di pertandingan sebelumnya tampil bagus bersanding dengan Maroune Fellaini di lini tengah. Oh, benar. Juan Mata memang udah nggak bakal jadi pilihan apalagi di pertandingan seperti ini. Coba ingat-ingat kembali sepanjang 95 menit (plus 5 menit Fergie Time harapan semua fans United) pertandingan, pemain dengan label termahal dunia ini nyaris tidak memberikan kontribusi apa pun untuk timnya. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia berikan sebelumnya untuk klub tertua di kota Turin sana.


Masih beradaptasi kah? Jika begitu, seharusnya Eric Bailly dan Zlatan Ibrahimovic pun seharusnya begitu. Tapi lihat Eric Bailly, ia meraih gelar sebagai man of the match empat kali berturut-turut sedangkan Zlatan mampu mencetak gol hampir di setiap pertandingannya bersama Manchester United. Sedangkan Paul Labile Pogba, pemain lulusan akademi sepakbola Manchester United yang dibeli kembali dengan mahar paling tinggi seantero Eropa, belum mampu memberikan performa terbaiknya untuk tim. Entah ia sedang bermain-main atau memang masih butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi, tapi yang pasti sungguh ironis jika harus membandingkannya dengan dua pemain termahal dunia sebelum dirinya: Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale. Sejak Pogba datang ke Old Trafford dengan penampilan seburuk itu, cukup meragukan untuk percaya bahwa ia adalah pemain termahal saat ini. 

Copyright © N Firmansyah
Building Artifisial Newsletter.