Tentang Sendiri dan Pilihan Lainnya




Sendiri itu ada enak dan nggak enaknya.

Enaknya karena bisa berteman dengan siapa saja, dari kasta terendah sampai yang tertinggi tanpa ada yang melarang. Kata orang juga, sendiri itu enak karena bisa mesra-mesraan dengan pacar orang, bisa chattingan dengan pacar orang, bisa jalan dengan pacar orang, bahkan kalo hoki bisa dipanggil ‘Sayang’ padahal statusnya cuma teman. Hoki dengan ngenes memang agak sulit dibedakan, sih.

Ada juga yang bilang, sendiri itu menyenangkan. Bisa pergi ke mana pun, dengan siapa pun, dan ngapain aja semaunya tanpa takut ada yang melarang. Bebas. Padahal yang ke mana-mana semaunya juga belum tentu berangkat dengan kesenangan. 

Yang gue pahami, menjadi sendiri nggak selalu semengenaskan bully terhadap kaum jomlo yang selalu jadi bulan-bulanan di Twitter setiap malam Minggu tiba. Sama seperti berdua, yang nggak selalu semenyenangkan kelihatannya.

Sendiri nggak selamanya nggak enak dan berdua juga nggak seterusnya enak. Semua ada porsinya. 

Lalu, nggak enaknya sendiri?

Bagaimana pun, berdua lebih baik. Kata Acha Acha He Septriasa sih begitu. Ketika melakukan kesalahan, enak banget kalo ada yang menegur dan mengingatkan untuk nggak melakukan kesalahan yang sama ke depannya. Ketika ingin bercerita tentang dunia yang sedang nggak bersahabat, enak banget kalo ada yang selalu setia setiap saat untuk mendengarkan keluh kesah, atau bahkan sekadar canda gurau tentang dunia yang sedang brengsek itu. Deodoran saja sebenarnya nggak sesetia itu.

Orang yang istimewa dengan teman biasa sangat terasa bedanya dalam hal menegur dan mengingatkan. Teman biasa hanya mengingatkan sambil tertawa lalu pergi. Orang yang istimewa menegur dengan hati, mengingatkan dengan perasaan. Semuanya berbeda, kata demi kata dari tegurannya. Membuatnya sulit untuk dilupakan sehingga peluang untuk melakukan kesalahan yang sama jadi lebih kecil. Suaranya terus terngiang di kepala seperti suara nyamuk yang terus mengiung di dekat telinga saat tidur. Ngiung ngiung ngiuuung...

Orang yang istimewa dan teman biasa juga berbeda dalam hal mendengarkan. Tingkat kepekaannya jauh berbeda. Atau mungkin, seperti ini: teman biasa cenderung jenuh mendengarkan keluh kesah setelah paragraf ketiga sementara orang yang istimewa adalah pendengar yang baik dan pemberi solusi yang handal. Mengutip tagline Pegadaian, orang yang istimewa (lebih bisa) mengatasi masalah tanpa masalah.

Tetapi, hidup selalu punya tetapi.


Berdua juga nggak selalu seindah kelihatannya. Suatu waktu, manusia membutuhkan waktu untuk menikmati waktunya sendirian. Betul-betul sendiri.

Salah satu nggak enaknya berdua adalah, nggak bisa sembarangan dekat dengan siapa pun, apalagi dengan orang yang beda jenis kelamin. Daftar kontak di handphone bisa berkurang secara misterius dan tanpa sepengetahuan. Awalnya cuma bertanya, “ini siapa?” pada kotak percakapan dengan intensitas ngobrol yang mencurigakan, dan jawaban apa pun yang terlontar akan sama saja hasilnya. Lama-kelamaan akan hilang namanya lalu akan berakhir di daftar contact blocked

Dan... pada akhirnya, sebelum memilih untuk berdua atau sendiri saja. Gue yakin kamu sudah tau dan sudah memikirkan secara matang tentang setiap pilihan yang akan kamu jalani. Terkhusus untuk pilihan antara sendiri atau berdua, gue yakin kamu sudah tau tentang dua pilihan ini: sendiri tapi bisa jadi diri sendiri, atau berdua tapi terpaksa.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.