Bukan Review: surat untuk ruth
FOTO: BISIKAN BUSUK |
Judul:
surat untuk ruth
Penulis:
Bernard Batubara
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit: 2014
Sebenarnya,
novel terbaru Bara ini udah lama gue beli, tapi karena waktu itu gue beli
beberapa buku, jadi gue kasih lebih dulu ke kakak perempuan gue buat dibaca.
Belum selesai kakak gue baca, gue jalan ke mal sama cewek gue dan mampir ke
Gramedia, lalu dia bilang pengen banget baca buku setebal 165 halaman ini.
Akhirnya, gue ngasih “surat untuk ruth” ini ke cewek gue dulu setelahnya.
Barulah kemarin gue mulai membaca dan menyelesaikan membaca sekali duduk.
Kurang lebih dua jam dan tiga puluh menit.
Persis
seperti yang dibilang Pak Edi, CEO Diva Press Yogyakarta ketika beberapa waktu
lalu kami ngopi di kafe murahan, beliau bilang, Bara itu tipe penulis yang
mempermainkan emosi pembacanya. Dan dengan teknik penulisannya yang memaksa
kita mengikuti alur berpikirnya, dia berhasil membuat setiap pembacanya takjub
dan nggak akan berhenti membaca sebelum benar-benar habis.
Itu
juga yang gue alami kemarin.
Surat
untuk ruth, kalo boleh gue menyimpulkan, adalah terusan atau pengembangan
cerpen “Milana” di kumpulan cerpen Bara berjudul “Milana” yang judul sebenarnya
adalah Senja di Jembrana. Entah Bara punya cerita pribadi apa tentang senja,
tapi dia hobi sekali bercerita tentang senja, terutama senja di Jembrana.
Awal
cerita Are, atau Areno Adamar dalam cerita ini dimulai saat, lagi-lagi, senja
di Jembrana. Ketika itu Are baru saja putus dengan kekasihnya dan bermaksud
refreshing ke Bali. Horang kaya kaya mah
gitu, refreshing-nya kalo nggak ke
luar kota, ke luar negeri. Di sanalah pertemuan mereka pertama kali, saat
senja.
Lalu,
mereka saling menyayangi setelah pertemuan itu. Ceileh, jatuh cinta pada
pandangan pertama nih ye. Kek lagunya Kangen Band #eh.
Konflik
dimulai ketika Are batal pulang ke Yogya, tempat kerjanya, karena bosnya Robin
pengin dia ketemu klien di Surabaya. Di Surabaya, Are ketemu Ayudita, teman
sekomunitasnya di Bali, namanya komuitas LANSKAP, yang juga pengin ketemu rekan
bisnisnya. Ternyata, orang yang akan ditemui Ayudita adalah Abimanyu, orang
yang sama dengan yang akan ditemui Are juga. Pada saat itu Are dan Ayudita
sedang berada di kafe yang sama. Pada saat Abimanyu menunjukkan file presentase
ke Are, Are kaget nggak sampai mati karena melihat foto Abimanyu bersama Ruth
yang dijadikan Desktop Background di laptop Abimanyu.
Rupanya
Ruth dan Abimanyu sudah dijodohkan sejak lama oleh keluarganya saat mereka
sedang dalam acara keluarga di Bali bertahun-tahun lalu. Meski Ruth selalu
menolak, Abimanyu tetap gigih dan pada akhirnya luluhlah Ruth. Namun Ruth hanya
menjalani hubungan dengan cinta selama tiga bulan, selebihnya tersisa
keterpaksaan. Keterpaksaan atas nama orangtua, atas nama mama dan almarhum
papanya. Ruth berpendapat hanya ini satu-satunya cara supaya ia bisa berbakti
pada orangtuanya.
Ruth
mencintai Are. Pun sebaliknya. Namun, mereka tidak bisa bersama selamanya.
Mereka hanya tinggal menunggu waktu pernikahan itu tiba, dan mereka akan
berpisah. Are ingin pernikahan itu dibatalkan, tapi Ruth nggak mampu. Nggak
kuat. Nggak, nggak, nggak kuat.
Ruth
dan Are menghabiskan waktu tersisa yang mereka sebut “kita” di Bali, Surabaya,
dan Malang. Tuntutan profesi memaksa Are berpindah-pindah tempat. Tapi selalu
berhasil membawa Ruth ikut serta.
Hingga
pada akhirnya, hari perpisahan itu pun tiba. Dua minggu jelang pernikahan Ruth,
Ruth menyatakan ke Are bahwa ia sayang padanya. Sesuatu yang entah terlambat
atau belum waktunya. Ruth pun meminta Are agar di sisa-sisa waktu itu Are mau
menemaninya berkeliling Bali.
Dan
di hari-hari tersisa, Are mengirimkan memoar-memoar bersambung kepada Ruth
hingga menjelang hari pernikahan Ruth. Menuliskan kisah-kisah saat pertama
mengenal Ruth hingga hari terakhir mereka bertemu. Menuliskan daftar-daftar
pertanyaan pada Ruth, dan daftar-daftar hal tentang Ruth yang dia tiru dari Bli
Nugraha, teman sekomunitasnya di LANSKAP juga.
26
Oktober 2012, pukul 18.30 WITA, hari pernikahan Ruth, hari ulangtahun LANSKAP,
Are meninggal dalam kecelakaan kapal saat menuju Lombok. Hari itu adalah hari
di mana Ruth memutuskan meninggalkan pernikahannya setelah membaca seluruh
memoar yang dibuat Are. Dia menunggu Are di tempat pertama mereka bertemu. Are
memandangnya Ruth dari jarak sangat dekat, sekaligus paling jauh. Karena mereka
kini beda dunia.
Secara
keseluruhan ceritanya benar-benar sesuai seperti yang dibilang sama Pak Edi
dulu. FTV-FTV gitchu… Namun, ada sedikit yang mengganjal di benak gue perihal
pekerjaan Are sebagai web designer dan pekerja IT. Setau gue, pekerja IT nggak
begitu mengurusi dunia percintaan mereka seperti Are begitu terlihat seperti
nggak bisa hidup tanpa Ruth. Web designer misalnya, mereka akan lebih cenderung
banyak memikirkan bagaimana desain mereka secepatnya selesai daripada mikirin
pacar yang apalagi masih berstatus sebagai pacar orang. Jadi menurut gue, tokoh
Are di “surat untuk ruth” ini gagal disempurnakan oleh Bara. Mungkin akan lebih
bagus kalo Bara membuat Are jadi pegawai bank atau perusahaan pemerintah saja.