Halusinasi

Rumah Sejuta Martabak Mars, TX 75778


Enggak tau kenapa pagi ini jadi random dan melo banget. Pengin bilang penyebabnya hujan, tapi setiap pagi juga hujan dan gue nggak pernah kayak gini sebelumnya.

Sejak Elon Musk ngunggah video peluncuran mobil pertama ke luar angkasa di Instagramnya, gue nggak berhenti nonton video itu berulang-ulang. Sampai-sampai gue meracuni keponakan gue dengan video itu. Pokoknya bangun tidur, habis makan, mau tidur, gue nonton terus video itu. Buat gue, apa yang dilakukan Musk adalah satu langkah baru dan maju buat peradaban manusia. Siapa tau setelah ngirim mobil, berikutnya bisa ngirim bus sama haltenya, atau ojek bersama pangkalannya, lalu seratus tahun dari sekarang karena manusia terus berinovasi, kita jadi benar-benar beraktivitas di ruang angkasa.

Bayangin bangun pagi aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh bukan lagi lari keliling lapangan, tapi meluncur keliling gugusan bintang. Naik ojek bukan lagi pakai helm merek NHK, KYT, atau Arai, tapi helm proyek Imam Darto. Eh, salah. Maksud gue helm merek NASA.

Bayangin suasana kerja di kantor yang tadinya cuma bilik-bilik membosankan, kini jadi pemandangan ruang angkasa yang benar-benar ruang angkasa. Freelancer yang kerjanya sering dari kafe ke kafe, kini bisa ngejar deadline sambil tidur tengkurap di cincin Saturnus. Dan, bos—yang maunya cuma terima beres—yang biasanya liburan keliling Eropa, sekarang jadi keliling antariksa naik kapsul online yang dibayar pakai voucher atau KapsulPay.

Dan sepertinya menarik juga percakapan manusia di ruang angkasa nanti.

Manusia 1: Eh, Bro, lu tinggal di mana sekarang?

Manusia 2: Tadi di sana, Bro, tapi sekarang udah pindah. Tuh di sana tuh, tuh. Kalau lu di mana?

Manusia 1: Gue sih masih di sana. Eh, enggak, ding, udah pindah. Sekarang di sana. Entar lu mampir aja ke rumah gue. kalau nggak di sana, mungkin di sana. Cari aja.

Manusia 2: Ya udah, gue mau pergi kerja dulu, ojek gue udah jauh, lima bulan cahaya di depan sana.

Rumahnya melayang di angkasa.

Pastinya nanti di ruang angkasa nggak ada lagi orang bank yang suka nyita rumah nasabah yang menunggak, karena pasti bingung nyari rumah nasabahnya. Pastinya jenis pekerjaan seperti itu bikin frustasi banget dan ketika ada yang nanya kenapa, bakal dijawab: “Anu, gue mau nyita rumah nasabah yang nunggak, cuman rumahnya udah nggak ada. Padahal tadi masih ada di sana. Xo xad.”

Yang belum bisa gue bayangkan dari kehidupan di ruang angkasa adalah makan dan buang air.

Bumi itu luas, dan manusia bisa makan di rumah, di warung, atau di mana saja yang mereka sukai. Bumi itu luas, tapi manusia nggak bisa buang air sembarangan, jadi dibuat WC dan kamar mandi. Masalahnya, angkasa itu luas, dan manusia bisa makan dan buang air di mana saja saking luasnya. Masalahnya lagi, WC yang melayang-layang terlihat nggak lucu. Bayangin ketika kita lagi jalan-jalan ke dekat atmosfer terus kebelet pipis, masuk WC, tapi pas keluar kita udah sampai di permukaan bulan dan kantor pengumuman orang hilang ternyata jauh di kabupaten Uranus sana. Lebih nggak lucu lagi kalau lagi makan terus ada tokai melayang di depan kita. Hih.

Setelah dipikir-pikir, ternyata kehidupan ruang angkasa itu ribet. Mungkin itu sebabnya manusia lebih memilih mencari planet baru daripada memulai hidup dan aktivitas di ruang angkasa.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kenapa gue jadi nulis kayak gini…

OKE.

Setelah bangun pagi gue ngecek Instagram lagi dan nonton video Elon Musk lagi, gue ngecek Twitter dan ketemu postingan Mayang yang ngeshare tulisan tentang One OK Rock. Gue baca tulisannya yang panjang itu sampai habis, dan penasaran sama One OK Rock. Setelah baca tulisan itu, gue buka YouTube, dan mengetikkan “David Bowie – Life on Mars” di tab search.

Sorry to say, May, tapi kamu bukan influencer yang baik.

Gara-gara Elon Musk dan Life on Mars-nya David Bowie, gue jadi teringat Leave Out All the Rest-nya Linkin Park. Kemudian gue teringat Chester Bennington dan sepersekian detik kemudian kepala gue dipenuhi pikiran-pikiran tentang kehidupan setelah kematian, kematian yang menyakitkan, dan kesedihan-kesedihan pascakematian.

Semuanya tentang kematian.

Apakah kehidupan setelah kematian itu benar-benar ada? Gak ada yang pernah membuktikan, kita hanya disuruh percaya. Munafik sekali. Setiap kali diminta membuktikan, gue disuruh mati dulu. Jawaban yang cerdas sekali. Bekicot kalau bisa ngomong jangan-jangan jawabannya bisa lebih masuk akal.

Reinkarnasi memang beneran ada? Ada yang percaya, ada yang enggak. Ngejelasinnya juga ribet. Kalau bloger junjungan pasti bakal bilang “butuh 3 part buat ngejelasin ini semua” lalu bikin tulisan yang penuh kata kunci biar bisa keindeks Google dan nongol di page one. Penjelasannya malah nggak ada. Kayak video MIKIR Pandji Pragiwaksono tentang kenapa dia diam pascapilkada Jakarta. Pokoknya malah bikin orang jadi mikir, ini orang udah gila apa udah nggak waras sih.

Yang bikin gue makin bingung juga sama teori reinkarnasi adalah, katanya manusia bisa bereinkarnasi jadi apa saja selain manusia di kehidupan berikutnya. Beberapa teman gue, sambil bercanda pernah ngomong kalau mereka pengin bereinkarnasi jadi toples bengbeng, termos air panas, sampai tiang lampu taman. Terus gue mikir, emang apa enaknya jadi benda mati yang sepanjang riwayatnya bergantung sama manusia.

Toples bengbeng kalau bengbengnya habis pasti diisi selain bengbeng. Krisis identitas. Termos air panas kalau kelamaan didiemin juga kan jadi dingin. Krisis identitas. Tiang lampu taman… eh, album Peterpan yang Taman Langit lagunya bagus-bagus. Udah denger? Tau Peterpan, kan?

Bukan yang ini...


Setelah kepikiran Elon Musk, Chester Bennington, dan pikiran-pikiran absurd tentang kematian, gue kemudian teringat The Guardian of the Galaxy. Sama-sama ada benang merah; kehidupan luar angkasa. Lalu pertanyaan semasa kecil muncul lagi.

Emang benar alien itu ada?

Emang benar ada makhluk lain mirip manusia yang hidup di luar bumi?

Emang manusia beneran pernah ke bulan?

Atau yang paling lancang…

Are humans really created by God, or by aliens?

Atau, bagaimana jika kita adalah alien itu sendiri?

Bacaan gue beberapa minggu belakangan bikin gue menemukan benang merah dari pertanyaan-pertanyaan gue di atas. Cuma gue nggak mau bahas itu di blog ini karena sepertinya terlalu halusinasi, jadi gue membiarkannya mengambang dan berusaha menjawabnya sendirian. Pada akhirnya, apa pun jawabannya kita akan tetap saling menertawakan kenyataannya.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.