Hari Guru Nasional dan Guru Favorit Gue

Rumah Sejuta Martabak Yogyakarta City, Indonesia



Pagi ini gue terbangun dengan dua fakta yang bikin gue tersenyum bahagia:


Manchester United menang besar
Hari ini Hari Guru Nasional.


Semalam gue nggak sempat nonton MU karena ketiduran. Terakhir kali MU menang ketika gue nonton adalah ketika mereka menang besar 4-1 melawan Leicester City di lanjutan Liga Primer Inggris, dan itu udah lama banget. Minggu lalu MU cuma hampir menang lawan Arsenal, dan minggu sebelumnya lagi, cuma… ah gue lupa. Intinya, nggak menang.

Oke, cukup pembukaan nggak pentingnya soal Manchester United.

Ketika gue bangun tadi pagi, gue sempat buka Twitter dan orang-orang sedang merayakan Hari Guru Nasional yang ternyata jatuh pada 25 November 2016. Lalu gue bertanya, kenapa sih harus 25 November? Dan sama pacar gue dijawab: karena kalo 25 Desember itu Hari Natal.

Saat membaca lalu lintas Twitter soal Hari Guru, otak gue langsung merespons secara spontan, mengingat satu sosok guru yang sudah mengajarkan gue banyak hal, dari hal yang formal sesuai kurikulum pendidikan saat itu hingga hal non-formal yang nggak akan didapat dari bangku sekolah atau skripsi.

Namanya adalah Muhammad Sjarif Latif.

Guru Bahasa Inggris yang mulai ngajar gue sejak kelas II hingga III SMA. Sebenarnya nggak ada yang spesial dari orang ini, hanya saja, gue yang suka belajar Bahasa Inggris sejak mulai masuk SMP baru menemukan guru yang cara mengajarnya begitu santai dan mudah dipahami ketika diajar oleh Mr. Sjarif. Gue sendiri udah lupa momen ketika beliau pertama kali ngajar gue.

Saat gue SMA, internet masih jadi benda mewah terutama di lingkungan sekolah gue. Ketika Mr. Sjarif ngasih tugas yang mengharuskan siswa ngirim tugas lewat email, hampir satu kelas kaget. Jangankan punya email, ngewarnet aja cuma kalo lagi ada tugas yang jawabannya nggak ada di buku pelajaran. Tapi waktu itu gue udah selangkah lebih gaul dari teman-teman, gue udah punya email sendiri yang gue daftarin di Yahoo! Mail dan dengan username aneh yang sampai sekarang gue gunakan buat ngeblog. Kenapa gue bilang aneh? Karena aL4y nyaris belum ada yang tau saat itu.

Karena gue udah suka Bahasa Inggris sejak SMP, tentu saja gue aktif banget ketika Mr. Sjarif lagi ngajar. Entah itu gue nanyain seputar pelajaran, kosakata baru, lagu barat terbaru yang lagi ngehits, atau apa pun itu. Beliau orangnya ramah dan open-minded, jadi siswa nggak pernah setegang ketika belajar Fisika atau Kimia. Ya, gue nggak pernah suka Fisika kecuali karena gurunya masih muda dan cantik dan nggak pernah suka Kimia kecuali ketika praktikum BAB KOROSI di mana kita naruh berbagai jenis paku ke dalam berbagai jenis cairan di dalam botol lalu nungguin dan catetin paku-paku mana saja yang berkarat di dalam botol berisi cairan apa. Buat gue, itu adalah satu-satuny hal yang menyenangkan dari pelajaran Kimia karena selama praktikum itu berlangsung gue nggak perlu duduk tegang menatap serius gurunya yang galak, menjelaskan.

Kemudian ketika kelas III akhir, posisi Mr. Sjarif digantikan oleh guru lain dan semangat gue untuk belajar Bahasa Inggris tidak pernah sama lagi. Mungkin itu sebabnya sekarang Bahasa Inggris gue jauh banget dari kata memuaskan. Ketika gue ketemu bule di luar sana, hanya beberapa kata yang berani gue ucapkan ke mereka seperti “Hi”, “How are you,” atau paling mentok “I love you” kalo bulenya cewek dan nggak lagi gendong anak.

Setelah lulus SMA, gue nggak pernah lagi ketemu Mr. Sjarif bahkan ketika gue sengaja main ke sekolah. Lalu, ketika gue lagi-lagi sibuk-sibuknya skripsi akhir tahun lalu, tiba-tiba gue ketemu beliau di jalan. Gue lagi buru-buru menyiapkan berkas untuk sidang akhir gue, dan beliau juga lagi buru-buru setelah keluar dari pasar.

“Mr. Sjarif?!” sapa gue spontan, motornya langsung berhenti.

Gue yakin dia nggak kenal gue karena dia cuma tersenyum lebar seperti yang biasa dilakukannya di kelas saat mengajar.

“Habis belanja ya, Pak?” kata gue lagi.

“Iya, rumah saya di dekat sini,” kata beliau.

“Aduh, saya lagi buru-buru banget nih, Pak.”

“Sama, saya juga.”

Lalu gue pamit setelah salaman dan mencium tangannya. Sejurus kemudian, gue teringat sesuatu…

“Pak, email Bapak masih aktif?” teriak gue yang udah sama-sama menjauh karena beda arah tujuan.

Mr. Sjarif melambaikan tangan ke kamera gue menandakan kalau emailnya sudah nggak aktif, tapi nggak bisa juga ngasih tau gue email barunya dengan teriakan di tengah ramainya pasar. Iya, gue ketemu Mr Sjarif di tengah pasar di belakang kampus gue waktu itu.

Karena buru-buru, gue pun lanjut ke kampus dan Mr. Sjarif gue yakin nggak lama setelah itu akan ingat siapa gue karena waktu SMA gue adalah siswa kesayangannnya yang selalu aktif saat dia ngajar. Kalaupun dia lupa, sangat wajar mengingat itu sudah lebih dari lima tahun dan setiap semester pasti selalu ada siswa yang mungkin lebih aktif daripada gue sedang usia beliau semakin bertambah. HEHE.

Cerita bersama guru Bahasa Inggris favorit gue waktu sekolah itu sepertinya nggak akan hilang dari memori kecil di kepala gue ini. Dan, walaupun beliau nggak membaca tulisan ini, gue tetap ingin mengucapkan: Selamat Hari Guru Nasional, Mr Sjarif. Kapan-kapan saya ingin mengajak Bapak ngopi, mungkin setelah saya dapat alamat email Bapak untuk mengatur jadwal pertemuan kita.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.