Mindtalk, Media Sosial Buatan Indonesia yang Salah Alamat

Rumah Sejuta Martabak Yogyakarta City, Indonesia

Pertama kali gue mainan Mindtalk, sekitar tahun 2012 lalu saat beritanya jadi Hot Thread di Kaskus. Pas gue ngecek gue langsung suka dan berpikir, “boleh juga nih dicoba” sambil manggut-manggut di depan laptop. Gue pun daftar dan bikin akun Mindtalk meskipun nggak ada satu pun orang yang gue kenal di sana.

Dulu waktu baru main Twitter juga gue nggak kenal siapa-siapa, sih.

Dari tagline-nya, Mindtalk; interest meet-up space (sebelumnya: share and connect your interest), adalah jejaring sosial berbasis interest atau ketertarikan. Jadi di Mindtalk, ada ruang tersendiri buat para pengguna yang dibedakan dan dibagi dalam bentuk Channel. Misalnya, gue yang suka musik, bisa bikin status, bikin artikel, upload gambar atau video, dan sebagainya yang berhubungan dengan musik dengan memberikan hashtag #musik pada postingan gue.

Contoh:

Suka banget sama lagu Linkin Park yang Shamballa Do. Eh, nggak ada ya. #musik.

Sama dengan Twitter, pengguna juga bisa mencari postingan berdasarkan hashtag, bedanya di Mindtalk disebut Channel. Pengguna lain bisa melihat postingan itu di bagian channel populer atau dengan mengetikkan channel lain yang nggak masuk daftar channel populer, secara manual. Misalnya, #AYAMGORENG, #AYAMGEPREK, #AYAMKAMPUS, atau ayam-ayam lainnya yang diinginkan.

Channel yang populer nih...

Keseriusan Mindtalk menurut gue bisa dilihat dari aplikasinya yang sudah tersedia untuk berbagai platform sejak awal. Beberapa perusahaan mungkin cuma bakal fokusin aplikasinya untuk perangkat berbasis Android dan iOS sebagai pasar yang paling banyak diminati, tapi Mindtalk bahkan udah tersedia buat perangkat Windows Phone, BlackBerry, dan bahkan aplikasi Mindtalk terpasang secara pre-installed di perangkat Nokia Asha, Lumia 610 & 510 serta ponsel Polytron yang berbasis Android.

Gila, lengkap banget yak…

Menurut gue pribadi, Mindtalk nggak kalah dengan Twitter dan Facebook untuk kecepatan informasi. Gue nggak tau berapa persen persisnya, tapi kebayankan pengguna Mindtalk yang gue tau sejauh ini memang didominasi oleh pengguna dari negara-negara Eropa, padahal Mindtalk dibuat oleh orang Indonesia dan dengan maksud agar orang Indonesia bisa berbangga karena bisa punya media sosial sendiri. Mungkin itu salah satu faktor kenapa Mindtalk juga rame dalam hal lalu lintas informasi.

Mindtalk jadi kayak Ayu Tingting; salah alamat.

Diketawain Ayu Tingting, duh...

Setelah iseng daftar dan keliatan cukup menarik, gue pun instal aplikasi Mindtalk di hape. Serunya lagi, di Mindtalk gue bisa bikin channel sendiri dan semakin banyak jenis postingan yang gue buat akan bikin level akun gue semakin tinggi. Jadi ada level-level gitu kayak lagi main game. Setelah empat tahunan main, gue udah sampe ke level 5, nggak tinggi-tinggi amat sih karena gue juga di sana lebih suka jadi silent reader daripada kamen rider posting hal nggak penting-penting banget.

Dari sejarah dan latar belakang yang gue baca, Mindtalk hampir sama dengan Kaskus yang sama-sama berawal dari project pribadi. Mindtalk bisa muncul di Kaskus juga gue yakin adalah hasil konspirasi seorang Robin Ma’rufi selaku pendirinya yang bekerja sama dengan Danny Oei Wirianto.

Tau Danny Oei itu siapa? Yak, bukan bapak gue. Kenal juga kagak. Jadi dia ternyata adalah salah satu pemegang saham Kaskus. Gue juga heran sih, ngapain sih saham dipegang. Mending juga pegang tangan kamu. #EYA.

Gue sempat perhatikan, dulu di Kaskus sempat ada ikon Mindtalk di barisan ikon medsos Kaskus yang ada di Website. Tapi sekarang udah nggak ada, dan gue nggak tau kenapa karena nggak pernah ada penjelasan resmi baik itu dari pihak Kaskus ataupun Mindtalk, atau mungkin ada tapi gue kelewatan soalnya dulu gue pernah vakum ngaskus beberapa waktu gara-gara skripsi. Satu hal pasti yang gue tau adalah, sampai sekarang Mindtalk masih rame dan gue masih sering nongkrong di sana meskipun udah nggak sesering dulu. Ya, wajarlah. Gue nggak mungkin mau berlama-lama di tempat asing di mana nggak ada satu pun orang yang gue kenal.

Kalau di Facebook ada stiker dan smiley yang beragam dan di Twitter karakter dibatasi hanya 140 karakter dalam satu twit, maka Mindtalk menggabungkan keduanya. Untuk update status, Mindtalk membatasi hanya 160 karakter tapi dengan memberikan pilihan smiley yang beragam dan berbeda. Bedanya, pengguna bisa bikin artikel yang karakternya bisa lebih banyak dari yang disediakan Facebook.

Meniru dong?

Nggak. Cobain dulu makanya. Mindtalk bakal ngasih pengalaman bermedia sosial yang berbeda dengan Twitter dan Facebook. Yang gue heran adalah, kenapa masih sedikit sekali orang Indonesia yang mau memanfaatkan Mindtalk dan nyaris nggak ada yang menyisipkannya di website-website perusahan besar atau di blog-blog para blogger yang sudah sempat gue kunjungi.

Ada beberapa kelebihan yang bikin gue suka main di Mindtalk, di antaranya…

Stream atau channel yang muncul di halaman utama.

Seperti yang gue jelasin sebelumnya, gue bisa bikin channel sendiri sesuai keinginan gue seperti #tentangmantan, #mantannyamantan, atau channel #lagilagimantan. Ini kenapa mantan melulu yang muncul, sih…

Orang pertama yang bikin channelnya disebut sebagai channel creator dan ketika ada orang lain yang bikin postingan dengan hashtag yang sama, postingannya akan otomatis masuk ke channel kita.

Manfaatnya? Channel kita jadi terkenal dan levelnya bisa cepet nambah.

Setiap pengguna bisa dapat kesempatan jadi admin.

Jadi pada channel tadi, kalau ada yang bikin hashtag yang udah kita buat sebelumnya maka kita bisa memilih postingan itu bisa dimasukkan ke channel yang sudah kita buat atau nggak. Semacam moderasi gitu.

Oh ya, smiley hijau yang lucu.

Mindtalk identik dengan warna hijau muda yang nggak ngebosenin, sama halnya dengan smiley-nya yang warnanya hijau dan ngeselin kayak Hulk lagi diambekin Agen Romanof. Smiley yang sama nggak akan ditemukan di media sosial lain seperti Yahoo! Messenger apalagi MySpace.

Dan beberapa hal lainnya yang belum gue eksplor.

Dulu, ada beberapa kekurangan yang lumayan mengganggu dari Mindtalk seperti tampilannya yang belum user friendly, tampilan halaman utama yang masih acak-acakan, kualitas gambar dan video yang cukup jelek, model semi-pop-up-window yang cukup berat dan aplikasi yang nggak responsif. Tapi setelah setahunan, gue liat Mindtalk sudah banyak berubah dan semakin bagus. Meskipun setelah selama itu gue belum juga punya teman seperti gue punya teman akrab yang gue kenal di Twitter dan Facebook.

Meskipun Mindtalk adalah media sosial yang nggak bisa setenar Twitter dan Facebook, tapi gue bangga dan senang karena Indonesia juga ternyata bisa bikin media sosial yang sekarang punya pengguna aktif yang tersebar di 190 negara di dunia ini. Gue juga belum mengeksplor terlalu jauh dan belum tau manfaat atau hal apa lagi yang bisa gue dapat jika level gue sudah jauh ke atas, tetapi sampai sejauh ini, gue masih berharap semoga Mindtalk nggak jatuh sebelum sampai ke puncak seperti banyak media sosial lain yang mencoba menandingi kepopuleran Twitter ataupun Facebook.


Kalau kalian belum pernah cobain Mindtalk, gue rasa sekarang saatnya.
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.