Bintang Iklan Sosis




Bisa jalan-jalan ke luar negeri mungkin bukan impian terbesar setiap orang. Tapi bisa ke luar negeri untuk membela negara, pasti jadi sesuatu yang sangat membanggakan. 

***

Sejak kecil gue sudah menyukai sepakbola. Kecintaan gue dengan sepakbola dibuktikan dengan jersey dari berbagai klub yang selalu gue tangisi ke nyokap sebelum memilikinya. Juga dari rajinnya gue bermain sepakbola setiap sore di lapangan dekat rumah, walau hanya dengan pakaian seadanya, dan tanpa sepatu. Nggak akan ada yang menertawakan gue yang bermain bola tanpa sepatu dan tanpa standar keamanan layaknya Barclays Premier League atau UEFA Champions League. Semua orang yang main nggak ada yang mengenakan sepatu. Modalnya hanya bermain dengan bahagia. jangankan pake seragam, yang kemasukan gol duluan aja malah harus buka baju.

Gue memang orang baru yang belum terlalu mengerti tentang sepakbola. Gue bahkan nggak mengerti kisruh apa yang terjadi di persepakbolaan kita yang membuat FIFA turun tangan untuk menghukum PSSI. Andai FIFA tau, tanpa dibekukan pun, pengangguran di Indonesia sudah sangat banyak. Tapi gue, tetap cinta sepakbola.

Gue pun tentu saja punya klub bola kesayangan. Manchester United. Gue sudah menyukai klub berjuluk The Red Devils ini jauh sebelum Christiano Ronaldo bersinar bahkan di Sporting Lisbon. Dari dulu, gue selalu suka dengan Ryan Giggs, sang pengatur lini tengah yang begitu loyal dengan klubnya bahkan hingga ia pensiun.

Zaman sekarang, banyak orang-orang yang mengaku cinta sepakbola, tapi menyukai sebuah klub ketika sedang “on fire” saja. Banyak yang mendadak menyukai Barcelona karena berhasil jadi juara Liga Champions Eropa musim ini. Bahkan, beberapa musim lalu, banyak yang mendadak mengenakan jersey Borussia Dortmund karena berhasil melaju ke babak final setelah mempecundangi klub terkaya di dunia, Real Madrid. Tapi gue belajar dari seorang Ryan Giggs.

Banyak sekali pemain yang hengkang dari United karena tergiur gaji luar biasa. Bukan cuma sang mega bintang, Christiano Ronaldo. Sebelumnya sudah ada Ruud van Nistelrooy dan David Beckham yang hijrah ke klub lain dengan iming-iming titel “Pemain Termahal Dunia”. Tapi The Riyan—sebutan untuk Ryan Giggs, masih setia dengan Setan Merah . tidak peduli klub sedang di ambang kehancuran ataupun sedang “on fire” seperti klub-klub yang bergantian menjuarai UCL setiap musimnya, Giggsy tetap memilih United. Baginya, United adalah home sweet home. Dia sudah menjadi legenda sebelum ia memutuskan untuk pensiun musim kemarin. Buat gue, dialah legenda yang sepenuhnya legenda. Tidak seperti Frank Lampard dan Steven Gerrard yang justru “dibuang” oleh klubnya setelah susah payah membesarkan nama dan mempersembahkan banyak gelar untuk klub tersebut. Sungguh menyedihkan.

Beruntunglah gue menjadi seorang penyuka klub yang bermarkas di tengah kota Manchester ini. Meskipun belum pernah melihat langsung mereka bermain di lapangan, gue sudah sangat bersyukur ketika bisa menyaksikan siaran langsung klub kesayangan gue yang ditayangkan televisi lokal. Sesuatu yang semakin hari akan semakin susah ditemukan jika tanpa TV berlangganan.

Kembali ke negara sendiri, seberapa pun caruk-maruknya Liga Indonesia saat ini, gue tetap menyimpan harapan bahwa suatu saat akan ada pemain asli Indonesia yang mengharumkan Garuda dan bendera merah-putih di mata dunia dan menjadikan Liga Indonesia sebagai Liga yang—paling tidak—disegani di dunia.




Sekarang, Martunis, seorang anak muda kelahiran Indonesia sudah resmi bergabung dengan Akademi Sepakbola Sporting Lisbon. Harapan kejayaan sepakbola kita seketika seolah bertumpu padanya. Kenapa tidak, kalau Martunis si korban Tsunami adalah orang yang akan mengharumkan nama bangsa dengan prestasi? Gue hanya berharap satu, ketika suatu hari Martunis bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, semoga dia tidak berakhir sebagai bintang iklan sosis.

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.