Menjadi Dewasa



Menjadi dewasa nggak dilihat dari usia. Tapi sikap. 

Mungkin gue yang terlalu kekanak-kanakan, belum siap untuk dimasukkan ke dalam kategori dewasa, atau mungkin juga waktu yang terlalu cepat berlalu dan nggak memberi kesempatan agar gue bisa lebih dini belajar tentang kedewasaan.


Gue adalah satu dari segelintir orang di muka bumi yang nggak percaya dengan kebetulan. Meski gue sering berkata, “Kebetulan” ketika berbicara dengan orang lain, sejujurnya itu hanya karena gue nggak pengin panjang lebar membahas perkara kebetulan itu dan ujung-ujungnya mereka nggak ngerti. 

Buat gue, semua hal terjadi sudah disusun dengan skenario yang matang. Sesepele apa pun dan serumit apa pun hal itu.

Sejak Sekolah Dasar udah dipelajari, hujan turun karena uapan air laut ke awan dan ditiup angin ke daratan. Volume yang nggak mampu ditahan awan itu akhirnya jatuh menjadi titik-titik hujan. Tapi bagaimana hujan itu bisa menjadi penyebab terjadinya banjir, lalu menghanyutkan seseorang hingga meninggal? Tentu semua orang akan bilang, “Itu sudah takdir” atau, “Itu sudah ajalnya”. Tapi bagaimana jika seseorang yang hanyut tadi berhasil selamat padahal ia tak pandai berenang. Mungkin ada yang beranggapan itu aalah mukjizat dan ada sebagian yang bilang itu hanya kebetulan. Tapi buat gue nggak.

Cinta.

Sahabat.

Sama seperti hal lain, dalam hal percintaan dan persahabatan pun nggak ada kata yang gue percayai jika itu masih menyimpulkan sebuah kebetulan.

Mungkin lumrah, ketika seorang kekasih mengecewakan pasangannya. Sahabat adalah tempat terbaik untuk berbagi.

Ketika seorang sahabat sedang tak bisa diandalkan, mengecewakan dan tak sejalan. Saat itu peran kekasih begitu dibutuhkan.

Tapi, ketika keduanya mengecewakan di saat bersamaan, gue percaya, saat itulah gue butuh waktu untuk menikmati ketidakenakan itu… sendiri.

Ada hal-hal yang gue harus nikmati sendiri. Gue renungkan sendiri dan gue jalani sendiri. Barangkali di sana gue bisa belajar lebih banyak tentang kedewasaan dan kebersamaan. 

Sahabat nggak akan selamanya ada buat gue. Sahabat nggak diciptakan untuk mendengar sedih-senang dan keluh-kesah gue setiap waktu, meskipun lebih banyak cerita itu gue bicarakan padanya.

Kekasih nggak selamanya bahagia bersama gue. Nggak selamanya mengerti tentang keadaan gue. Dan kekasih nggak selamanya menjadi kekasih untuk gue.

Maka, pada saat itu terjadi… gue harus siap menikmati kesendirian untuk belajar menjadi lebih dewasa.

I need powerbooster to growing up, even in the emptiness. I believe I can made my own power. 

Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.