Sebuah Rahasia
Pagi cerah ini, aku
beranjak dari tidurku di sofa ruang tamu. Membasuh air mata dan keringatku yang
masih tersisa dari kelamnya kisah semalam. Perlahan kugerakkan kaki selangkah
demi selangkah menuju kamar mandi tuk membersihkan tubuhku dari lumuran pesta kecil semalam, pesta mengenang
masa laluku bersamamu.
***
Aku terduduk kembali
di sofa tempatku merebahkan sakit semalam, dengan isi ruangan yang masih
berantakan. Tepat saat jam di dinding menunjuk angka 12, entah berapa gelas
minuman beralkohol yang telah kuhabiskan. Yang pasti, tidak cukup untuk sekedar
meneguk lalu melupakanmu.
Malam sebelumnya di
jam yang sama, aku masih meneguk minuman bersoda bertuliskan ‘vodka’ ini
bersamamu. Lalu saat pagi menjelang, aku tak melihatmu lagi. Kemana kamu? Apakah
kau berpikir aku akan mengejar lalu mengemis berlutut memintamu kembali?
Lupakan saja, dan
jangan pernah kau kembali di sini untuk mengeringkan semua luka yang telah kau
goreskan semalam lalu.
“Ra, gue nggak bisa,
Ra. Gue nggak bisa tetep sama kamu. Kita bisa sama-sama hancur kalo gini terus.
Sadar Ra, sadar!”
Risya berteriak dalam
hening malam sembari meneguk minumannya dalam botol. Entah dalam keadaan sadar,
setengah sadar, ataupun benar-benar tidak sadar. Risya memberontak lalu
perlahan menghilang beserta suara hentakan kakinya dari balik malam yang sudah
menjelang pagi.
“Sya, tunggu Sya,
tunggu! Kamu mau kemana?” teriakku setengah sadar sambil mencoba meraih tubuh
Risya.
Aku mendapatkannya,
lalu kami terjatuh ke lantai dengan masih menggenggam botol minuman dengan isi
yang tinggal setengah. Aku tak bisa berdiri lagi.
“Lepasin gue, Sam!”
Risya memberontak.
Risya bangkit dengan
segera lalu melanjutkan langkahnya yang sempat kuhentikan tadi.
“Sya… Risya…. Ha ha
ha” aku tertawa dalam tangisku dan belum sempat bangkit Risya sudah menghilang
dan aku tak sanggup untuk mengejarnya lagi.
***
Dan kau pun mungkin
percaya jika ini jalan terbaik, pikirmu tak akan ada yang lebih baik dari ini.
Lalu, apanya yang bahagia? Apa kau bahagia? Apa aku bahagia? Apakah kita bahagia
dengan keputusan yang kau buat sendiri? Jawab!
***
Aku menghabiskan gelas
demi gelas semalam suntuk, mencoba untuk bisa membuat pahit sisa-sisa termanis
bersamamu sampai akhirnya kulupa semuanya. Kukubur dalam-dalam bersama tegukan
minuman bersoda yang ikut melumuri bajuku.
Selesai berpakaian,
aku siap berangkat kerja. Tinggal memasang sepatu, lalu aku siap bergelut
kembali dalam kebosanan, berhadapan dengan kertas-kertas yang penuh omong
kosong yang nyata(?).
Aku selesai. Meski
dalam keadaan belum sadar sepenuhnya, aku berjalan keluar menuju garasi tempat
parkir Honda Civic keluaran tahun 2008, satu-satunya yang menyisakan banyak
kenangan bersamamu.
Saat memanaskan mesin
mobil, pikiranku terhenti sejenak. Sejenak pula aku memikirkan. Aku memikirkan
untuk melupakan semua tentangmu. Coba tetap berdiri tegar lalu membakar semua
kenanganmu.
Berhenti menangis,
terus melangkah. Saat dunia sedang berpaling dariku aku harus mencoba tuk
menengok ke arah yang lainnya. Barangkali di sana aku akan menemukan dirimu
yang lain dengan sosok fisik yang lain pula.
“I love you, Sammy.”
Senyum Risya sambil memelukku di jok mobil ini selang beberapa waktu lalu. Saat
itu kami sedang mesra-mesranya sampai akhirnya entah apa yang membuatnya
berubah pikiran dan memutuskan untuk menjauh dari kehidupanku.
Tapi, sudahlah. Aku
pikir, lupakan saja. Dan sekali lagi, jangan pernah lagi kau berpikir untuk
kembali di sini lagi. Tak perlu kau datang untuk mengeringkan semua lukaku.
Pergilah saja, berlari sekencang mungkin tapi jangan ke arahku. Menjauhlah,
menjauh sejauh mungkin yang kau bisa. Begitu pun aku. Berlarilah karena aku
akan melupakanmu dan seluruh kenanganmu.
Kalau saja bisa ku
ulangi kembali cerita kita, aku tak akan pernah mau berada di tempat pertama
kali kita berjumpa. Tak akan ada. Tidak akan ada aku disini dan mencarimu, tidak akan ada kau
di sana menunggu untuk kutemukan.