Senin Pagi Yang Menegangkan


“tiiiingggg….tinngggg…tingggg”.
Suara alarm yang terpajang diatas meja tempatku mengerjakan tugas semalam berbunyi dengan begitu kerasnya diiringi cicit burung yang sepertinya telah berkumpul di atap rumahku. Mereka dengan riang bergantian bersuara seperti sedang beradu dalam kontes bernyanyi.
Kubuka jendela kamarku yang tepat berhadapan dengan matahari pagi, kilaunya membuat
mataku tak bisa terbuka sepenuhnya. Dari kejauhan terlihat ramai orang berjalan memakai seragam putih abu-abu, ada juga yang mengendarai sepeda. Ya, sekolah memang tidak jauh dari rumah tempat tempat tinggalku. Langkah demi langkah bisa dihitung untuk sampai kesana, jaraknya hanya sekitar 200 meter dari tempatku berdiri sekarang.
Tapi, aku baru sadar kalau aku sudah terlambat hampir setengah jam dari alarm yang kupasang jam 6.30 pagi, setelah kuperhatikan betul orang-orang yang lewat depan rumahku dari balik jendela kamarku. Ternyata alarm yang kupasang tadi malam baru aku sadari setelah berbunyi untuk yang ketiga kalinya.
Betapa sangat kagetnya aku, hari ini hari senin dan aku masih dengan santainya melirik cermin yang tertempel  dilemari pakaianku sambil mengusap muka seakan tidak ada masalah.
Sontak saja, aku langsung bergegas keluar dari penjara malam dalam rumahku menuju kamar mandi sambil menarik handuk yang ter-hanger dipintu masuk kamar sebelah.
***
Ku acuhkan teh hangat dan beberapa potong roti yang daritadi sudah siap santap di meja ruang tamu, tempat dimana aku selalu berkumpul bersama keluarga menikmati pagi sebelum melaksanakan kewajiban rutin selayaknya manusia pada kebanyakan.
Dalam perjalanan, ternyata Rudi, teman sebangku sekaligus teman paling dekatku disekolah juga mengalami nasib sama denganku hari ini.
“Ariiiiiii, bareng gue dong! Tunggu!”. Teriaknya memanggil namaku dari kejauhan.
Akupun memperlambat langkahku sambil sesekali menengok kebelakang untuk memeriksa apa dia sudah menggapaiku.
“Aduh, kayaknya kita telat deh, Ri”. Desak Rudi yang tergesa-gesa sambil menarik lenganku agar berjalan lebih cepat.
“Ah, udah. Toh sampe disana kita tetap dihukum. Upacara tepat jam 7 pasti mulai. Nah, skarang udah jam brapa. Jalan santai aja deh sambil mikir gimana caranya lolos dari si satpam galak itu”.
Meski begitu, Rudi tetap menarikku agar cepat sampai digerbang sekolah.
Belum sampai tepat didepan gerbang sekolah, Kasim, satpam galak yang banyak ditakuti siswa terlihat berjalan mendekati kami. Sepertinya dia akan marah besar jika dilihat dari cara jalannya.
“Mampus kita Di”. Bisikku pada Rudi.
“Iya, kiamat deh”. Tambah Rudi dengan nada ketakutan.
“Hei, kalian. Kenapa terlambat? Sudah tau hari senin, masih saja ngulur waktu”. Tegur Kasim dengan nada berat.
“Maaf pak, saya telat bangun. Semalam begadang kerja tugas. Kalo mau hukum, hukum tugas saya saja, soalnya dia yang suruh saya begadang”. Jawabku sedikit bercanda.
“Kamu apaan sih Ri!”. Tegur Rudi.
“kalian ini, sudah salah masih saja sempat bercanda. Mau saya lapor ke BK?”. Ancam pak Kasim.
“Jangan pak, kita kan juga baru kali ini terlambat. Itu juga kan gak di sengaja. Kasih kebijakan dong pak”. Pinta Rudi dengan sedikit mengemis.
Dengan senyum, pak Kasim sepertinya memberikan toleransi pada kami berdua. Ia pun membiarkan kami masuk dan menyuruh kami berdiri di barisan paling belakang agar tidak mengganggu kelancaran upacara yang sudah berlangsung hampir 30 menit. Tapi, sebelum sempat kami menuju kebarisan, dari kejauhan diluar gerbang terlihat Wawan, ketua kelas kami yang juga ternyata terlambatnya lebih parah dari Aku dan Rudi. Entah apa alasannya tapi Wawan terkenal rajin dan selama ini Ia belum pernah terlambat jam apapun.
“Kamu ini, sudah ketua kelas, terlambat pula!”.
Itu kata terakhir yang sempat kudengar dari pak Kasim kepada Wawan sebelum kami benar-benar sampai kebarisan. Tapi sepertinya pak Kasim tidak memberi kebijakan yang sama kepada Wawan. Mungkin karena Ia terlambat lebih lama dari kami dan upacara juga sebentar lagi sudah akan dibubarkan.
Dan benar saja, tak lama kemudian upacara selesai. Seluruh siswa kembali masuk kekelas masing-masing kecuali Aku dan Rudi yang berjalan menuju gerbang untuk memeriksa Wawan. Ternyata Ia masih tetap ditahan diluar gerbang.
“Mungkin masih agak lama”. Pikirku.
Kami pun berjalan kembali kekelas untuk mengikuti jam pelajaran yang sebentar lagi akan berlangsung.
Sungguh senin pagi yang cukup menegangkan untuk seorang siswa putih abu-abu sepertiku. SEKIAN!!!
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.