Exploitasi Hantu Lokal


Setelah kemarin habis nonton film horror buatan Indonesia di bioskop, sepertinya muncul ide untuk sedikit cerita tentang film horror yang ada di Indonesia tercinta kita. Kalau diperhatikan, semua jenis hantu di Indonesia tidak ada yang tidak pernah muncul di layar lebar. Mulai dari Suster yang jalannya harus kerja keras dengan Ngesot sampai Kuntilanak yan
g tidak sadarkan diri hingga bisa kesurupan semua dimuat ke layar lebar.
Genre utamanya memang horror dan diberi label ‘dewasa’, tapi bagi yang sering updet bolak-balik bioskop mengikuti perkembangan film pasti tahu kalo sebenarnya yang dipamerkan dan ditonjolkan dalam film bertea horror buatan anak negeri bukanlah hantu yang begitu menakutkan seperti yang terpampang di cover sebelum masuk studio. Tapi menampilkan dada paha dada paha dari artis-artis cantik negeri kita tercinta. Udah mirip-miriplah sama Kentucky Fried Chicken sama McDonald. Sebenarnya tidak menjadi masalah tapi sering ada penonton dibawah umur yang menonton film berlabel dewasa dan tidak ditegur pihak setempat.
Oke, balik ke topic. Nah, kalo begini presiden sekalipun akan sama terkenal dengan hantu asli buatan Indonesia :D tidak ada yang tidak kenal pocong, kuntilanak, dan suster yang lagi keramas tengah malam. Saya sempat berpikir sebenarnya film –film ini apakah tepat temanya horror atau hanya sekedar film komedi atau malah film ‘porno’ yang diganti labelnya menjadi horror tapi yang pasti pocong dan semacamnya memang masih memiliki penonton setia bila dibandingkan dengan film-film lainnya.
Saya jadi terinspirasi untuk mengkritik kenapa hantu-hantu yang sudah berbeda alam dengan manusia harus di eksploitasi dan dibuat menjadi tidak menyeramkan sama sekali. Para hantu mungkin akan menuntut hak dan kewajiban mereka untuk menakuti manusia karena merasa tidak nyaman dengan duplikatnya di layar lebar :D
Pameran sebagai korban hantu dalam film juga terkesan sangat ‘lebay’. Ambil saja contoh suster ngesot. Baru dikejar suster yang jalannya satu meter perjam saja sudah berkeringat dingin. Baru dikejar pocong yang notabene tidak punya tangan dan harus loncat kalo mau pergi kepasar, semua takut. Padahal kan lebih menakutkan dikejar dept collector pake parang :D
Jadi, apa yang salah dengan perfilman di Indonesia, kenapa film-film tidak ‘bermutu’ seperti itu justru malah ramai-ramai orang menontonnya? Kenapa tidak kita ganti saja dengan yang memiliki unsure edukasi dan etika untuk kemajuan bangsa dan negeri kita yang sangat jauh tertinggal dari Negara lain?
Think smart, share it!
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.