Cerpen Karyaku : Dalam Pekatnya :


Masih pagi buta, dengan jendela kamar yang sedikit terbuka dan pintu yang masih tertutup dengan rapat. Bantal dan guling yang kusut karena penuh tetesan air mata masih menemani lelapnya tidurku semalam yang penuh dengan rasa kecewa bercampur aduk menjadi satu. Tubuhku masih lemas, dan sangat lemas jika memikirakan kejadian dihari kemarin.
Betapa tidak,
dua hari yang lalu saat grup band rock kesayanganku mengadakan konser dijakarta aku hanya bisa menyaksikannya dibalik layar berwarna berukuran 21 inci. Perasaanku sangat senang bercampur sedih dan kecewa karena aku tidak bisa menyaksikannya secara langsung padahal itu adalah mimpiku dari dulu.
“bukankah seharusnya aku berada disana bersama anak underground yang lain ? “. Pikirku dalam hati.
Pagi ini, ahh persetan pagi ini. Rasanya aku tak ingin lagi beranjak dari tempat tidurku sampai datang kesempatan berikutnya untuk dapat bertemu band rock kesayanganku itu.
Malam sebelumnya, saat sudah pasti aku tidak bisa berangkat ke konser itu sempat kuberpikir untuk menghabiskan hidupku malam itu. “untuk apa aku hidup jika tidak bisa mewujudkan mimpiku yang telah lama ku pendam ?”. teriakku sambil mengangkat kedua tangan dan menatap angkasa.
Saat sampai di base camp tepat didepan pintu berdirilah Aan, sahabat yang selama ini setia dengan dengan suka duka hidupku dan mau menjadi pendengar setia saat aku seperti ini. Aku pun berlari memeluknya sambil meneteskan air mata lalu berkata
“sepertinya malam ini akan jadi malam terburuk dalam hidupku, teman”.
“sudahlah, ini bukan akhir dari segalanya, masih banyak diluar sana yang lebih dari yang kau rasakan. Sabarlah masih ada banyak keajaiban yang tidak akan pernah kau pikirkan sebelumnya”. Teriaknya menghiburku.
Sejenak aku terdiam dan memikirkan kata – kata yang diucapkannya tadi, apa yang dikatakannya ada benarnya. Tapi, bagaimanapun tetap tidak akan bisa mengobati rasa kecewaku yang sudah memuncak malam itu. Kucoba melupakan tapi tetap tidak bisa, pikiranku kacau. Saat tiba – tiba kulihat sekaleng minuman dan mencampurnya dengan beberapa jenis obat yang entah siapa pemiliknya.sambil duduk dikursi kucampur satu per satu kedalam minuman kaleng itu.
“ini akan membuat pikiranku sedikit lebih tenang” pikirku.
Setelah kucampurkan, sebelum sempat ku meneguknya datanglah Aan dengan tergesa – gesa dan menendang minuman itu dari ujung mulutku lalu menarik kerah bajuku dengan tinju yang sudah dia siapkan untuk menghajar wajahku. Spontan aku terkejut, merinding, berkeringat, dan diam dalam genggaman bajuku ditangannya.
Aku mengangah dan menunggu apa yang akan dia lakukan selanjutnya, aku tidak akan melawan apapun yang akan dia lakukan karena dalam pikiaranku bercampur aduk. Dia pun akhirnya melepaskan tangannya dari bajuku dan melamparkan tubuhku ke lantai. Hening,
“jangan bodoh”. Teriaknya
“kenapa kau mau menyiksa dirimu dengan hal bodoh seperti ini, tidakkah lebih baik jika kau tidur saja daripada aku harus memukulimu sampai babak belur ?”.
“tapi aku ingin pergi ke konser itu.......”. teriakku membalas
Dengan mata tajam dia berkata “apa perlu kau merasakan tinjuku ini ?”
Aku pun mendiamkan diriku dan mecoba untuk meluapkan perasaanku dengan air mata. Setelah beberapa saat aku pun mulai merasa tenang dan mengantuk.
Jika mengingat kejadian itu rasanya aku masih ingin melanjutkan tidurku sampai kehidupan berikutnya. Tapi, bersyukurlah aku memiliki seorang sahabat seperti Aan yang mau mempedulikanku saat terpuruk seperti sekarang ini. Akhirnya perassanku pun menjadi tenang setelah hampir 24 jam berada didalm kamar yang sangat sempit dan panas.

Created by : Firmansyah
: 2534 [9941004391]
: XII. Ilmu Alam 1
Copyright © N Firmansyah
Founder of Artifisial Indonesia.